Shean & Jenny

Shean & Jenny

Jenny

"Sayang.. bagaimana kalau kita ke karaoke" Jenny tidak terlihat peduli pada ajakan Damian. Ia hanya menoleh dengan senyum terpaksa menanggapi pacarnya dan yang lainnya yang sedang berkumpul seperti biasanya di kafe mewah di Ibu kota.

Riuh suasana kota membenamkan kesadaran Jenny menuju lamunan panjang tentang segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika ia tidak berada pada jalan hidupnya sekarang. Entah menjadi pembantu rumah tangga, penjaga karcis bioskop atau menjadi wanita nakal yang hidup mengejar kepuasan yang tidak akan ada habisnya.

Hidup ini begitu membosankan.

"Kenapa Je?" Fransiska menggenggam pergelangan tangan Jenny, mencoba memahami situasi teman baiknya itu.

"Kamu baik-baik saja kan?"

"Oh.. Maaf aku kurang fokus hari ini, mana yang lain?" ia keheranan, Samuel dan pacarnya Damian tidak ada lagi disana.

"Mereka sedang ke parkiran, ayo kita tunggu mereka di gerbang selatan" ajak Fransiska dan mereka berjalan keluar dari kafe  menuju pintu selatan Mall menunggu yang lainnya disana.

Cuaca dingin mulai terasa, hembusan angin yang kian bertiup kencang membuat Jenny terhuyung karena sedari tadi melamun dan pikirannya jauh melayang entah kemana.

Hampir saja ia terjatuh, dan berhasil aku tahan punggungnya agak bisa berdiri stabil.

"Te.. terimakasih.." ucapnya terbata-bata.

"Tidak apa, aku hanya kebetulan lewat.." Sebelum selesai berbicara tanganku diapit oleh sosok lelaki. Sorot matanya melotot mengarah tepat pada pandangan mataku, ia mendengus bak serigala yang akan menerkam buruannya.

"Kau apakan pacarku hah!"

"Jawab Woi!!" timpal Samuel yang berada tepat dibelakang badanku, ia menarik jaket parka yang sedang aku gunakan.

Jenny panik sampai tidak bisa berkata-kata, ia mencoba melerai kami bertiga dibantu oleh seorang Petugas keamanan di lobby.

"Sudah.. sudah jangan bertengkar!!" nyaring suara dari petugas sekuriti mencoba menenangkan pertikaian yang tiba-tiba saja terjadi.

"Ada apa ini? kenapa kalian bertengkar?" petugas mencoba memahami situasi, tatapan matanya fokus kepada kami bertiga.

Jenny yang sudah tenang pun menjelaskan perihal kesalahpahaman yang terjadi. tuduhan Damian menggoda pacarnya ia bantah karena tadi ia hendak jatuh dan aku hanya membantu menahan badannya agar tidak jatuh, pun begitu sepertinya Damian masih tetap emosi bahkan hendak memukul kepalaku dan berhasil ditangkis oleh sekuriti.

Sekuriti meminta kami semua untuk tidak gaduh dan menjaga ketertiban untuk kenyamanan semua pengunjung mall, kami pun diminta untuk keluar dari area mall secepat mungkin. Jika tidak, petugas akan melaporkannya ke polisi.

Mau tak mau Damian pergi berlalu menuju mobilnya, Fransiska dan Sam sudah terlebih dahulu meninggalkan mall.

"Gila kamu ya? dia itu cuma membantu aku, bukannya terima kasih kepadanya malah dia kamu maki-maki"

"Dia memegang bahu kamu, ya aku pikir dia sedang nyari kesempatan buat apa-apain kamu.  Ya jelas aku cemburu dan marah dong!" Damian tak kalah heboh menanggapi kekasihnya yang berupaya menjelaskan sesuatu.

"Dia mau apa-apain aku di depan publik, kamu pikir hal itu bisa dia lakukan? otaknya dipake dong!"

"Aku muak sama kamu!". Jenny melangkah keluar dari mobil menuju jalan raya untuk mencari taksi.

Damian menyusul keluar mobil mencoba membujuknya untuk kembali kedalam mobil namun tak dihiraukan, karena kesal ia pun meninggalkan Jenny sendirian.

...----------------...

"Kamu telat 17 menit! dari mana saja kamu hah..??" seperti biasanya Boss tempatku bekerja selalu bersikap kasar dan tak jarang ia melontarkan kalimat-kalimat hinaan yang membuatku sakit hati.

Sebelum mau menjelaskan alasan keterlambatan, ia memintaku untuk membawa beberapa kardus besar untuk dibawa ke gudang. Totalnya ada 24 kardus besar yang berisikan berkas dan barang-barang yang sudah tidak terpakai.

"Bereskan segera!" perintahnya dengan bentakan yang cukup terdengar jelas oleh karyawan yang lain.

"Baik pak".

Sudah muak dengan segala perlakuannya padaku dari awal bekerja disini sejak 2 tahun lalu, aku terus bersabar agar tidak dipecat, karena bagaimanapun hanya ini sumber penghasilanku satu-satunya.

Pekerjaan menjadi office-boy tidaklah mudah, terlebih kantor ini hanya memilki 5 pegawai office-boy yang ditempatkan pada semua pekerjaan membantu kebersihan dan juga merawat semua peralatan yang ada di kantor. Bukan hanya aku 4 pegawai lainnya pun merasa tersiksa harus bekerja dalam tekanan dari atasan yang kadang kala tidak logis, terkena  omelan hanya karena persoalan sepele namun begitu, tak ada satupun yang berani melawan.

Seperti tak ada habisnya kotak-kotak kardus ini, bukan hanya besar tapi juga beratnya lebih dari 5 KG per satu kardusnya.

Isinya bermacam-macam, mulai dari peralatan yang rusak maupun berkas-berkas yang sudah tidak terpakai. Aku sendirian yang mengangkut ke gudang di lantai 4 sedangkan kantor utama ada di lantai 12, jadi harus naik turun lift dengan membawa barang bawaan berat dan itu sangat melelahkan.

“Tidak ada habisnya..” keluhku sambil menyeka keringat di dahi.

“Hei! Jangan malas-malasan”

“Lihat itu, kardusnya masih banyak dan menghalangi jalan, cepat bereskan!” ujar karyawati yang terkenal galak, ia melirik ke arahku dengan tatapan jijik, temannya pun hanya cekikikan melihatku dibentak seperti itu.

“Iya” timpal ku lemah, dan lanjut mengangkut barang-barang ini ke lift.

“Dasar lelaki tidak berguna” ujar si perempuan yang satunya.

Perlakuan seperti itu biasa ku dapatkan tak hanya dari boss, beberapa karyawan yang lain pun senang sekali mengolok-olok kami yang bekerja sebagai office-boy, mungkin bagi mereka, pekerjaan kami layak untuk mendapatkan cemoohan dan menjadi hiburan satu-satunya dengan menertawakan garis nasib sebagai manusia miskin yang bergantung pada satu-satunya pekerjaan.

Kerjaan ku selesai pada jam 10 malam dan pulang menuju kota utara 1 jam perjalanan dari kantor meski lumayan jauh namun aku sudah terbiasa, dan aku tidak berangkat pada rush-hours jadi tidak terjebak macet yang sangat lama di perjalanan begitupun pada waktu pulang pada saat ini jalanan lenggang cukup untuk kebut-kebutan dengan motor butut ku yang sudah satu bulan belum sempat mendapatkan perawatan kebersihan.

Sepertinya aku harus membersihkan motorku.

Melihat kendaraan motor matic yang sudah dipenuhi debu jalanan juga pada bagian mesin terlihat mengerak karena kotoran, aku memutuskan ke tempat pencucian motor langganan tak jauh dari sini.

Sesampainya disana aku disambut oleh Riki, orang yang menjadi petugas pencucian, kami akrab karena sering bertemu di kafe sebelah dan dia yang selalu menerima tugas sial mencuci motor butut ku yang keadaanya selalu memperihatinkan.

“Riki, aku di kafe ya, kabari kalau sudah selesai” Ucapku sembari berlalu menuju kafe tepat disamping pencucian motor.

“Ok Bro.. Santai nanti aku juga kesana”. Jawabnya.

Jemari pak tua itu lihai menggunakan peralatan-peralatan kopi dihadapannya, membuat espresso maupun menyajikan latte dengan art bunga tulip yang sangat indah bak lukisan. Namanya Pak Sudirman, ia sudah 30 tahun mengelola kafe ini sejak masih muda bersama istrinya dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Linda, sejak Istrinya meninggal 10 tahun lalu, Pak Sudirman seorang diri mengurus anaknya dan kafe, sungguh lelaki yang luar biasa, berperan sebagai single father.

Kami saling sapa dan berbincang tentang keadaan dan juga pekerjaanku, tiap kalimat yang keluar selalu diiringi oleh senyum khas dari si lelaki tua ini, meski begitu ia tetap fokus melayani para pelanggan dengan sajian kopi yang nikmat untuk siapapun.

“Boss mu masih tetap galak seperti biasanya ya.. Haha” ucapnya menanggapi curhatan ku tentang atasanku yang sering semena-mena.

“Begitulah...” Aku kesal jika membayangkan perlakuannya selama ini.

“Sudahlah... Ikhlaskan semuanya, dan kamu harus punya tekad kuat, anggap ini adalah latihan mental, aku yakin suatu saat nasib baik akan datang padamu” nasehatnya memang tak pernah salah, dan selalu menentramkan.

Dirinya yang kini berumur 61 tahun sudah banyak mengalami hal-hal berat salama perjalanan hidupnya, tak hanya hal buruk, banyak juga hal baik yang terjadi. Makanya ia selalu berpesan agar tidak selalu mengingat hal-hal buruk, karena dalam hidup ini, sedikitnya kita pernah mengalami hal baik dan jarang sekali kita benar-benar menikmatinya.

“Motormu sudah ku bersihkan tuh..” Riki nyelonong masuk dan duduk di meja bar.

“Terima kasih ya..”. Ucapku

Kami bertiga pun lanjut berbincang-bincang, dari obrolan sehari-hari tentang pekerjaan sampai lelucon-lelucon ringan yang bisa membuatku melupakan tentang beberapa kejadian hari ini, sampai tak terasa waktu berlalu sangat cepat sudah hampir jam 12 malam. Aku pun undur diri bersama Riki menuju tempat pencucian motor. Disana terlihat motor butut ku itu sudah mengkilap tidak lagi buluk dipenuhi debu.

Belum sempat menyalakan motor, seorang menepuk pundak dari arah belakang.

“Hei, Kamu yang tadi siang itu kan?...”.

...****************...

Terpopuler

Comments

mama zha

mama zha

jenny black pink mampir nh

2023-06-24

0

Reina

Reina

jan lupa mampir..

2023-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!