Kelabu

Makan malam yang sempurna, namun tidak dengan hati Jihan. Siapa yang akan menyangka jika takdir gadis belia tersebut begitu menggores luka dihati, bahkan dibalik senyum yang mengembang di pipi ada berjuta sayatan yang tak kan pernah bisa ia utarakan disana.

*

*

*

"Jadi kapan kalian akan berbulan madu?" Tanya Rita yang sudah sejak lama membelikan tiket untuk keduanya gunakan pergi berlibur.

Sontak saja pertanyaan itu membuat keduanya begitu terkejut dan panik.

"Loh, batuk aja bisa barengan gitu." Ejek mamanya sambil melirik ke arah Andrew.

"Jangankan bulan madu, nyentuh dia juga nggak sudi ma!" Batin Andrew mengumpat.

Keduanya hanya saling menatap dengan penuh arti namun tidak sedikitpun menjawab pernyataan Rita.

"Besuk kalian akan berangkat, mama dan papa sudah siapkan tiketnya." sambung Rita bahagia.

Hanya diam namun keduanya begitu kompak memandang wajah Rita dengan ekspresi terkejut.

"Ayo lah ma, Andrew masih banyak pekerjaan!" Tolaknya dengan kesal.

"Kau bisa ambil cuti bukan dimasa pernikahan mu, gunakan momen ini sebaik mungkin." ketus Santoso.

Karena merasa begitu kesal, Andrew terlebih dulu meninggalkan semua orang dimeja makan. Ia tak bisa berdebat lebih panjang disana terlebih lagi dengan sang papa, yang tentunya akan selalu menyudutkan posisinya.

"Jangan khawatir sayang, dia memang seperti itu. Keras didalam namun lembut didalam." jelas Rita pada Jihan menantunya, ia tak ingin jika Jihan merasa berkecil hati dengan sikap putra semata wayangnya.

Jihan mengangguk dengan senyum simpul di Wajahnya.

"Mama akan bereskan semuanya, naiklah pasti suamimu sudah menunggu dirimu. " Titah Rita pada Jihan, dan lagi gadis itu hanya bisa mengiyakan dengan senyum palsunya.

Setibanya dikamar, lampu seluruh ruangan itu sudah terlihat begitu gelap. Hanya menyisakan satu lampu kecil di atas meja, tadinya Jihan berharap bahwa ia bisa melewati malam ini dengan cukup baik sambil mengistirahatkan tubuhnya yang sudah begitu lelah akibat acara pernikahan dirinya.

Namun siapa sangka saat ia hendak naik ke atas ranjang, deretan guling serta bantal bertumpuk disana dengan rapi mengitari bagian tidur milik Jihan. Yah, tentunya Andrew yang telah menata sedemikian rupa disana agar tidak tidur satu ranjang dengan istri barunya tersebut.

Dengan penuh kesadar dirian, Jihan berjalan ke arah sofa kecil di sudut kamar tersebut sambil membawa satu bantal dipelukanya. Di kursi itulah ia mencoba merebahkan tubuhnya meski tak bisa dengan leluasa beristirahat.

"Malang sekali nasibku, sebagai istri sah di mata hukum namun juga menjadi istri kedua di mata agama. Kurang apalagi penderitaan ini." Batin Jihan dengan sedih.

*

*

*

Malam yang begitu panjang ia lewati kini mentari pagi telah menyising tinggi dibalik tirai kamar tersebut.

Sesuai arahan sang mama mertua, pagi itu Jihan nampak mempersiapkan segala keperluan dirinya yang hendak dibawa untuk pergi berbulan madu. Meski ia tahu, jika pernikahan ini hanyalah sandiwara tapi ia tetap memainkan perannya dengan begitu apik.

"Pagi..." sapa Jihan pada Andrew yang baru saja menggeliat di atas ranjang empuknya, tentu tanpa menambahkan panggilan manis apapun untuk suaminya tersebut.

"Mau kemana sudah serapi itu pagi-pagi gini..." ucap Andrew dengan menggosok kedua matanya perlahan.

"Bulan madu?" Ucap Jihan dengan lugu namun juga mempertanyakan balik pada Andrew.

"Astaga!"

Pemuda itu dengan cepat bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas mandi, mengingat keberangkatan pesawat hari ini pukul 9 pagi.

"Cepatlah ..." Teriak Andrew panik saat melihat jam yang melingkar ditanganya sudah begitu mepet dari waktu yang ditentukan, tapi tanganya masih saja susah payah mengancingkan baju miliknya.

Jihan hanya menatap suaminya dengan kebingungan di atas sofa, karena dia tahu jika dirinya sudah lebih dulu bersiap sejak tadi dari pada Andrew.

Keduanya turun dan berpamitan pada ke dua orang tuanya sebelum berangkat menuju bandara.

"Sukses ya sayang." seru Rita sambil menepuk-nepuk perut datar Jihan dengan senyum bahagia.

Satu pemandangan yang tentu saja paling dibenci oleh Andrew, ia tak suka jika Jihan begitu mudahnya mengambil hati dan perhatian mama Rita semudah itu tanpa perjuangan.

Perjalanan keduanya saat itu memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan, termasuk juga jarak tempuh menuju tempat hotel penginapan keduanya.

Langkah kaki Jihan begitu mantap mengiringi Andrew sejak keduanya berangkat dan tiba di kuta bali. Hingga sampai akhirnya hatinya kembali resah saat mendengar suara wanita dari arah lain memanggil nama sang suami dengan lembut nan manja.

"Sayang..." Sapa Teresia Manola.

Bahkan keduanya tak canggung saling berpelukan didepan Jihan. Namun disisi lain Jihan susah payah menelan salivahnya dengan lirih, karena ia tahu jika saingannya saat ini adalah model papan atas yang tengah meroket namanya.

"Apa di-a Jihan?" sambung Teresia tanpa mau memanggil Jihan dengan sebutan seorang istri.

"Perkenalkan, Jihan istri sah mas Andrew!" Tegas Jihan sambil mengulurkan tanganya pada Teresia yang sejak tadi bergelayut manja di pundak Andrew.

Seperti ingin menekankan satu hal pada wanita tersebut jika statusnya lebih tinggi dibandingkan denganya. Namun rupanya Andrew kembali tak suka dengan cara Jihan yang seolah menyudutkan Teresia di awal pertemuanya.

Brsstt

Andrew menarik cepat tangan sang istri untuk menjauh pergi dari hadapan sang kekasih.

"Aku sudah bilang padamu, jangan pernah berani menyudutkan Tere seperti itu. Jangan lupa, ia juga adalah istriku selain dirimu!" Bisik Andrew dengan kata penegasan disetiap kalimatnya.

Meski dengan wajah tanpa dosa ia meninggalkan pergi begitu saja sang istri seorang diri, Jihan masih tetap mau mengalah untuk mengikuti keduanya sampai didalam kamar hotel.

"Permisi aku ingin masuk!" Ucap Jihan yang sudah tak tahan lagi melihat pemandangan mesra keduanya sejak tadi, rasanya ia ingin mengunci dirinya seorang diri didalam kamar tanpa siapapun disana.

"Kamarmu disebelah sana , dan ini adalah kamarku dengan Andrew!" Tolak Tere dengan kepercayaan dirinya .

Jihan memutar kepalanya dengan cepat pada satu kamar yang ternyata sudah terbuka disana untuk ia tempati seorang diri.

Bagaimana ini bisa terjadi padanya, setelah malam pertama yang begitu kelabu kini Jihan harus menelan pil pahit kesekian kali pada acara bulan madunya sendiri.

"Cepat masuklah, dan jangan ganggu kami. Jika kau butuhkan apapun tekan saja nomor itu dan hubungi pelayan hotel ini, aku tidak ingin kau ganggu karena ponselku akan ku matikan!" terang Andrew tanpa ada sedikitpun kata manis disana.

Hati wanita mana yang rela mendapatkan cobaan seperti ini, setelah ia diminta untuk bersandiwara didepan semua orang kini ia harus rela berbagi suami dengan wanita lain didepan kepala matanya sendiri.

Penuh dengan kesadaran, Andrew menutup kamar pintunya sambil menggendong mesra Tere masuk kedalam kamar. Tentu wanita itu pasti telah merasa bangga dengan kemenangannya saat ini.

...****************...

...Bersambung 🎀...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!