Kini beralih pada para tamu undangan yang terlihat begitu antusias untuk memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai.
"Aaah Jihan udah duluan aja ni, kita bakal rindu kamu..." Seru gerombolan teman lama Jihan yang menyempatkan hadir di acara penting dalam hidup gadis belia tersebut.
"Aku juga bakalan rindu tau!" sambung Jihan dengan menyeka air matanya, karena begitu haru melihat teman-temanya hadir disana dengan penuh kegembiraan.
"Selamat ya mas dapetin seorang Jihan, paling susah ditaklukkan cowok nih..." Goda salah seorang temanya yang akrab disapa Mimi.
Pemuda itu hanya bergeming dan menarik satu ujung bibirnya naik ke atas hingga membentuk senyum tipis di bibirnya.
Dan kini beralih pada semua kerabat dekat mereka yang sejak tadi juga tak sabar ingin mengabadikan momen tersebut dengan keduanya.
"Lihatlah bu, adikku begitu cantik hari ini bukan?" ucap Lana yang hendak memberikan selamat pada keduanya.
Tapi tetap saja wajah Jihan berubah sinis jika berada ditrngah-tengah keduanya.
"Selamat ya kakak ipar, tolong jaga baik-baik permata hati kami !" Ujar Lana dengan mengulurkan tanganya pada Andrew.
Sekali lagi pemuda itu hanya diam seribu bahasa dengan senyum simpul dan menjabat tangan Lana.
Semua orang telah silih berganti untuk memberikan ucapan selamat pada keduanya, hingga tiba saatnya perpisahan bagi Jihan dan keluarganya saat itu.
"Tolong jaga anak ayah baik-baik yah." tegas Winarta pada sang menantu.
"Ayo lah, anda bisa berkunjung kapanpun sesuka hati anda untuk berjumpa dengan Jihan." Ujar Santoso sambil memeluk hangat besan barunya.
Tak terasa perpisahan itu kini benar-benar terjadi, dan Jihan pergi dengan membawa satu kopernya untuk tinggal bersama dengan sang suami. Perpisahan yang begitu sulit untuk diterima Leni dan Winarta begitu juga Lana, rumah itu tentu akan terasa sunyi setelah kepergian Jihan .
*
*
*
Saat ini Jihan telah tiba disebuah rumah yang begitu megah bak istana , dua pilar yang menjulang tinggi dengan aksen putih membuat rumah tersebut semakin terlihat lebih gagah dan megah.
"Cepat masuklah, apa kau mau mematung disana semalaman! " tegur Andrew yang berlalu begitu saja tanpa memperdulikan Jihan dengan wajah polosnya menatap rumah tesebut .
"Mari non ..." sapa seorang asisten rumah tangga yang usianya mungkin saja hanya terpaut 2 tahun dengan dirinya.
Ia terlihat mengenakan seragam khusus disana, bukan sepeti asisten rumah tangga pada umumnya.
"Baik..." sambung Jihan masih dengan wajah takjubnya.
Masih belum usai rasa kekagumannya pada rumah tersebut, saat Jihan kembali memijakan kakinya disana telah berdiri beberapa asisten rumah tangga berjejer rapi menyambutnya dengan tubuh sedikit membungkuk.
"Selamat datang nona ..." sambut mereka dengan bersamaan.
Jihan tertunduk dan tersipu malu saat mereka semua menyambutnya dengan begitu manis.
"Silahkan nona, ini adalah kamar tuan Andrew." jelasnya sambil meletakkan koper milik Jihan didalam.
Entahlah, hampir seluruh sudut rumah itu hampir membuat Jihan gila untuk berhenti mengaguminya. Kini dirinya kembali terperangah dengan ruangan kamar Andrew yang begitu luas dengan ornamen megah disana.
"Sejak tadi kau hanya bersikap seperti itu, apa tidak pernah melihat isi kamar pada umumnya?" Protes Andrew yang tengah mengganti bajunya.
"Hah pada umumnya, apa dia gila..." Batin Jihan mengumpat pemuda yang baru saja menikahi dirinya.
"Tunggu gantilah baju mu didalam kamar mandi. " titah Jihan dengan menutup kedua matanya dengan rapat.
"Hal ini sudah biasa aku lakukan, apalagi yang harus ditutupi kita suami istri bukan?" Elak Andrew dengan sinis.
Entahlah, tak pernah ada kata manis ataupun perlakuan manis dari Andrew sejak keduanya resmi menyandang status suami istri.
Berbeda dengan Jihan yang telah salah tingkah semenjak melihat badan atletis Andrew dibalik kemejanya, hatinya begitu gugup dengan degup tak beraturan. Rasanya ingin berhenti berdetak jika memandangi dada kotak-kotak milik sang suami.
Seperti pengantin pada umumnya, Jihan tentu berharap malam ini akan menjadi malam yang panjang dan berharga bagi keduanya meski awalnya mereka masih terasa kaku satu sama lain.
"Tunggu, aku ingin bicara padamu dan dengarkan baik-baik. Aku tidak akan mengulanginya lagi nantinya." jelas Andrew yang kini berjarak begitu dekat dengan wajah Jihan .
Awalnya gadis itu mengira bahwa suami barunya tersebut sudah tak sabar ingin menjamah dirinya, hingga sampai saatnya perkataan Andrew meruntuhkan mimpi indah Jihan seketika.
"Aku telah menikahi wanita lain sebelum pernikahan ini terjadi !" Tegas Andrew dengan tatapan mata mengunci dan tangan yang mengepal di atas kepala Jihan , dengan tubuh yang menyandar pada dinding kamar.
Bagaikan tersambar petir di malam hari tanpa hujan, kenyataan pahit itu harus ia terima pada malam pertamanya sebagai seorang istri.
"Ba-gaimana mungkin itu bisa terjadi?"
"Kau ..." sambung Jihan dengan tutur kata terbata-bata karena menahan tangis yang begitu sesak didadanya.
"Yah, aku menikahinya secara agama!" lanjut Andrew tanpa rasa berdosa.
"Jadi kalian nikah si-rih !"
Andrew mengangguk dan kembali menatap Jihan penuh dengan kebencian, karena dirinyalah ia harus melakukan hal itu pada kekasih yang begitu ia cintai sejak dulu.
"Jika bukan pernikahan kita, mungkin ia sudah resmi menjadi menantu rumah ini. Dan tentu kita pasti telah hidup bahagia bersama-sama. " tutur Andrew dengan ucapan yang kembali melemah saat mengingat wajah sang kekasih begitu menyayat hatinya .
Jihan hanya berdiri mematung tanpa ekspresi apapun, ia memutuskan hanya untuk mendengar segala pergulatan batin sang suami dibandingkan menyuarakan isi hatinya yang juga tertindas saat itu.
"Apa kau sudah selesai?" sambung Jihan dengan kepala tertunduk menyembunyikan tangis yang perlahan keluar menerobos dinding kekuatannya.
"Pergilah, aku rasa tidak ada lagi yang perlu aku sampaikan padamu lagi."
"Dan jangan lupa untuk sembunyikan semua ini dari mama dan juga papa tentunya!" pinta Andrew yang terkesan begitu egois.
"Baik ..." Jihan menyetujuinya tanpa menyanggahnya sedikitpun .
*
*
*
Malam itu, semua orang tengah berkumpul untuk makan malam bersama tapi tidak dengan Jihan yang sejak tadi tak nampak hadir dimeja makan.
"Mana istri mu, panggilah..." Perintah Santoso.
"Dia sudah besar pa , jika lapar pasti ia akan turun sendiri nantinya." tepis Andrew dengan malas.
Ia tak mungkin memanggil gadis itu setelah perdebatan antara mereka berdua terjadi. Tapi tanpa diduga, Jihan kini terlihat menuruni tangga dengan senyum mengembang di pipinya.
"Sayang, mari kita makan malam bersama." Ajak Rita Santoso yang tidak lain adalah mama mertuanya.
Baik papa dan mama Andrew, terlihat begitu menyayangi menantu barunya tersebut dengan baik. Bahkan keduanya tak canggung untuk mengakrabkan diri dengan Jihan.
"Kemarikan piringmu, mama akan ambilkan nasi sayang." Pinta Rita yang sangat berantusias.
"Kenapa kau turun!"
"Wajah sembabmu akan menjadi pusat perhatian mereka!" Bisik Andrew lirih ditengah aktifitas makanya.
"Tenanglah, bukankah ini yang kau minta. Sandiwara didepan mereka !" sambung Jihan dengan lirih.
...****************...
...Bersambung 🎀...
Berikut adalah visualisasi seorang Andrew Santoso Guys ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Anonymous
Ganteng si tapi ... plin plan
2023-05-31
3