Bab 3

Sore itu Via berjalan bersama beberapa teman yang masih juga tetangga Via di bawah panasnya terik matahari yang memang masih terasa meski sore sudah tiba. Mereka baru saja pulang mengaji.

Via masih duduk dikelas empat Sekolah Dasar, sementara temannya ada yang sudah kelas lima, ada juga yang masih kelas tiga dan usianya setahun lebih muda dari dirinya.

 Jarak tempuh antara tempat mengaji dan rumah terbilang lumayan jauh karena berada di alun-alun kelurahan dan semuanya terbiasa jalan kaki ketika pulang dan pergi, bahkan Via dan teman temannya pun terbiasa berangkat dan pulang berjalan kaki jika sekolah yang jaraknya lebih jauh dari tempat mengajinya, melewati jalan setapak yang naik turun karena rumah Via yang berada di sebuah kampung di kawasan perbukitan.

Panasnya matahari membuat tenggorokan Via terasa haus sekali. Bekal minum yang dibawanya sudah habis di dalam tas miliknya yang ia baw. Via pun bergegas mempercepat gerak langkahnya, agar bisa segera sampai ke rumah, untuk bisa segera minum menghilangkan haus dahaga yang terasa.

Tapi langkah Via kembali melambat, saat teringat Ayahnya kini pasti sudah berada di rumah. Ayahnya semalam baru saja pulang dari Sumatera. Ayahnya sesekali berangkat ke Sumatera untuk berjualan bubur disana, Ayah dua bulan sekali pergi ke Sumatera dan bulan lainnya bergantian dengan teman Ayahnya yang juga sama-sama menjaga warung bubur ayam tersebut dan sama-sama ikut menanam modal. 

Jika bagian tunggu temannya, maka Ayah Via pun akan pulang, karena Warung itu memang didirikan atas modal usaha berdua dengan teman Ayah Via.

Langkah Via semakin diperlambat karena merasa begitu enggan sekali untuk tiba dirumah. Ada sebuah ketakutan yangdirasa. Ketakutan sorot mata Ayahnya yang dingin dan sangar. Ketakutan akan bentakan dan cacian Ayah yang selalu Via dengar di setiap ia membuka matanya. Saat mendengar suara Ayah, maka jantung Via akan berdetak berkali kali lipat dari biasanya.

"Via, nanti aku boleh main ke rumah kamu ya?" ucapan Yumna membuyarkan lamunan Via.

"Iya Via, nanti aku juga nyusul, tapi aku makan dulu ya," ucap Ena temanku yang satunya.

"Jangan main ke rumahku, kita main dirumah Yumna dulu saja ya ...," jawab Via melarang dengan ekspresi wajah yang sedikit murung sambil menghentikan gerak langkahnya.

"Kenapa memangnya Via?" tanya Ena heran. Yumna dan Ena pun menatapku.

"Ayahku sudah datang dari Jakarta, sekarang ada dirumah. Kalau main dirumahku dan nanti ayahku pasti memarahi kita semua," jawab Via lagi merasa tak enak hati.

Via merasa tidak perlu menjelaskan lagi, teman temannya sudah tau watak Ayah Via yang galak dan sangar, jangankan mereka yang hanya sesekali bertemu ayahnya, Via sendiri saja takut pada Ayahnya sendiri. Bahkan berbicarapun rasanya tak ada sedikitpun keberanian.

"Maaf ya teman-teman. Gak apa-apa kan jika mainnya di rumah kalian saja?" tanya Via merasa tak enak hati.

"Iya gak apa-apa Via, yuk kita mainnya di rumah Yumna saja!" ajak Ena. Aku pun mengangguk senang. Lebih baik main di tempat Yumna daripada harus tetap berada di rumah dan hanya menjadi sumber kemarahan ayahnya.

"Bagaimana kalau kita jajan bakso!" ajak Ena.

"Ayo!" Yumna menyahut gembira, sementara Via tertunduk lesu.

"Tapi aku gak punya uang untuk beli bakso, uang bekalku tadi sedikit dan sudah habis dipakai jajan," ujar Via terlihat sedih.

"Bukannya ayah kamu baru datang dari kota, masa sih kamu gak diberi uang lebih dari biasanya?" tanya Yumna heran. Via menggeleng lemah karena meski ayahnya baru datang dari perantauan, uang jajannya pun tak pernah lebih, meski lebih itupun ibunya yang memberinya bukan dari tangan ayahnya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!