Kia disibukan oleh pekerjaan yang harus Davi kerjakan, namun karena sakit dirinya yang terjun pada pekerjaan suaminya. Pergi pagi dan pulang saat matahari sudah tenggelam. Bahkan Restoran miliknya tidak sempat dia jenguk.
Hari ini Kia sengaja mencuri waktu. Sebelum bergelut dengan berkas pekerjaan suaminya, Kia menyempatkan diri survei kesalah satu Restorannya, sesekali dia melirik jam tangannya. Khawatir dia terlalu asyik dan lupa waktu.
Hari ini, hari ketiga Davian keluar dari Rumah Sakit. Sejak hari pertama hingga hari ini Kia tidak pernah di rumah, pekerjaannya dan urusan kantor Davian sangat menyita waktunya, bahkan Rachel pun mulai protes atas kesibukannya, rasa bersalah semakin menggerogoti hatinya.
"Kia, bagaimana keadaan Davi?" Salah satu tamu Restoran mencegatnya dengan sebuah pertanyaan.
"Alhamdulillah, semakin membaik, Bu."
"Dengar-dengar dari kabar angin, yang jaga Davi si Likha anak si Eren ya?"
Kia tersenyum dan menganggukan kepalanya.
"Percaya sama orang memang baik tapi hati-hati, menaruh kepercayaan pada orang yang salah hanya memperburuk keadaan. Kamu tau sendiri si Eren itu terkenal pelakor. Ya ... takutnya anaknya juga mengikuti jejak ibunya," oceh tamu itu panjang lebar.
"Insya Allah Likha orang baik bu, dia juga sahabat adik saya, makanya saya sangat mempercayai dia."
"Terserah kamu lah, saya sudah wanti-wanti kamu loh ya."
Kia meneruskan pekerjaannya di Restoran, karena secepatnya dia harus kembali ke perusahaan Davi.
Sedang di kediaman Kia.
Davian tertidur karena kelelahan latihan berjalan dibantu oleh Likha. Likha terus memandangi laki-laki yang terlelap itu, perlahan Likha naik keatas tempat tidur dan kembali menciumi bibir Davian begitu liar. Bahkan tangannya bermain di sekitar segitiga milik Davi, membuat benda yang bersembunyi di sana semakin menegang.
"Kia ... kamu sudah pulang sayang ...." ucap Davi lirih. Sepasang mata Davian seketika terbelalak melihat sosok yang tengah beradu lidah dengannya bukan Kia, melainkan Likha.
Davian berusaha mendorong Likha. "Likha apa yang kamu lakukan?!"
Wajah Likha memerah mengetahui Davian menyadari perbuatannya. Tanpa bicara Likha langsung pergi dari kamar Davian.
Menyadari hal barusan membuat Davian membeku, dia terbayang ucapan tamu-tamu Kia malam itu, kalau Likha menyukainya. bermacam pertanyaan berputar di kepalanya.
Sedang di luar kamar, Likha tersenyum puas, ini memang salah satu strateginya untuk memulai rencana besarnya. Senyum Likha semakin merekah saat melihat bi Sarah keluar rumah dengan tas belanja. Terlihat bi Sarah berjalan kearah pintu, Likha langsung mencegat wanita itu.
"Bi Sarah mau kemana?"
"Mau ke pasar dulu neng, tadi ibu Kia minta bibi belaja bulanan."
"Nitip buah segar ya bi buat Tuan Davi," ucap Likha.
"Baik Non, tadi bu Kia juga sudah memesan pesanan yang sama."
"Baguslah kalau begitu bi."
"Bibi pergi dulu."
Likha tersenyum licik, dia segera naik kelantai atas dan bersiap memulai aktingnya.
"Bi Sarah ....."
Panggilan itu samar terdengar dari arah kamar Davi. Likha merasa ini adalah waktunya, dia meneteskan obat tetes mata pada matanya, dan mulai akting menangis.
Di kamar Davian.
Berulang kali dia memanggil bi Sarah, namun wanita yang dia panggil itu tidak juga muncul, Davian meraih sepasang kruk yang membantunya untuk berjalan. Perlahan Davian keluar dari kamar, saat keluar dia mendengar suara isak tangis. Davian segera mendekati sumber suara yang berasal dari ruangan itu.
Saat dia membuka pintu, nampak Likha yang tengah menangis di dalam kamar kosong yang dulu ditempati babysitter yang menjaga Rachel.
"Tu-Tu-Tuan." Likha berusaha menghapus air matanya.
"Bisa panggil bi Sarah?" ucap Davian begitu dingin.
"Bi Sarah baru saja pergi untuk berbelanja." Kia berusaha menyembunyikan wajahnya.
Davian canggung untuk menanyakan pertanyaan yang berputar di kepalanya, namun diam saja membuatnya tersiksa oleh rasa ingin tahu. "Kenapa kamu berani melakukan itu pada saya?"
Likha memasang wajah gugupnya, berusaha terus menundukan pandangannya.
"Likha jawab pertanyaan saya!" bentak Davi.
Lika menegakan pandangannya pasang matanya beradu tatap dengan mata Davi. "Karena saya mencintai Anda!" Mata Likha kembali berkaca-kaca. "Bahkan saya sangat mencintai Anda."
Duggg!
Jantung Davian seakan meledak mendengar pengakuan Likha. Persis seperti yang tamu itu katakan, Likha memperhatikan dirinya bukan Kia.
"Ini bukan pertama kali saya mencium Anda, setiap Anda tidur lelap dan keadaan sedang sepi, saya selalu mencium Anda."
Davian merasa perutnya ada yang mengobok-obok mendengar pengakuan Likha. "Kamu Gila!"
"Ya! Saya memang Gila!" Tangis Likha seketika pecah.
"Saya tidak punya cara untuk membuang perasaan ini, Anda kira saya bahagia dengan perasaan ini?!"
"Saya tau Anda laki-laki beristri, Istri Anda juga wanita terbaik, tidak akan ada tempat bagi sampah seperti saya di hidup Anda, tapi cinta saya pada Anda tidak mampu saya buang!" Tubuh Likha merosot dan duduk terkulai di lantai, sisi tempat tidur di sana menjadi tumpuan Likha untuk menumpu wajahnya.
Melihat Likha menangis seperti itu Davian merasa kasian, dia perlahan mendekati Likha. Dengan susah payah Davian duduk di sisi tempat tidur yang Likha sandari, sebelah tangannya menepuk bahu Likha. "Berusaha lebih keras lagi untuk membuang perasaan itu, mencintaiku hanya menyiksa dirimu."
"Sudah saya coba, Anda kira saya bahagia memiliki perasaan ini?"
"Lebih keras berusaha membuangnya Likha. Perasaan itu hanya menyakiti dirimu sendiri. Aku tidak bisa membalas perasaanmu."
"Aku tau, dan aku tidak berharap Anda membalas perasaan saya."
Kia menatap Davi dengan tatapan sedih. "Tapi bisakah Anda mebiarkan aku mencintai Anda, Anda tidak perlu membalas perasaanku, cukup aku yang mencintai Anda."
"Itu akan semakin menyiksa kamu, Likha."
Likha perlahan bangkit dan duduk di samping Davi "Tidak Kak, justru saat aku bisa mencurahkan rasa cintaku, aku sangat bahagia." Likha memegang tengkuk Davian dan kembali menyerbu bibir pria itu.
"Likha cukup!" Davian menepis kasar ciuman itu.
"Cukup seperti itu saja Kak, walau begini aku sudah bahagia." Likha kembali mencium bibir Davian.
Merasa Davian tidak melawan, Likha sangat puas, Likha melepas ciumannya. "Aku tidak menuntut agar Kakak jadi milikku, cukup Kakak terima cinta aku, Kakak tidak usah membalas cintaku, Kakak cukup terima cintaku saja." Sambil menciumi leher Davi Likha terus mengucapkan kalimat itu berulang.
"Kamu masih muda, masih banyak laki-laki baik untukmu, laki-laki yang mencintaimu."
Likha menggelengkan kepalanya pelan. "Aku sudah coba, tapi rasa cinta itu tak bisa berpindah, rasa itu hanya tertuju buat Kakak, aku hanya bahagia jika bersama Kakak."
Davi memaksa Likha berhenti dari kegiatan gilanya. "Hari ini adalah hari terakhir kamu bekerja, aku akan meminta Kia memecatmu!"
Likha sangat kesal mendengar ucapan itu. Melihat Davian ingin meraih kruknya, Likha merebut sepasang alat bantu Davian untuk berjalan dan membuangnya keluar kamarnya.
"Likha!" Davian semakin marah.
"Kalau Kakak ingin mengusirku jauh dari Kakak, maka izinkan aku memberi kenangan buat Kakak, ra hal ini kenangan terindah dari Kakak untukku."
Likha mengambil gunting, dan melirik Davian dengan tatapan aneh, hal itu membuat Davian ketakutan.
"Kamu jangan gila, Likha!"
"Kakak lupa kalau aku memang tidak waras! Kalau aku waras aku tidak akan membiarkan rasa cintaku tumbuh untuk laki-laki beristri!"
Likha meraih sesuatu dari laci di dekatnya, dia memaksa Davi meminum obat tersebut.
"Kau ingin membunuhku!" teriak Davi.
"Kakak cintaku, bagaimana aku bisa membunuh Kakak." Likha mulai mengarahkan gunting pada Davi
"Jangan berontak, kalau Kakak berontak aset Kakak untuk memanjakan Kak Kia terancam dalam bahaya." Likha menggunting celana Davian, burung tak bersayap yang setia mengerami dua telor itu terlihat jelas. Likha mulai melepas satu per satu kain yang menempel pada badannya, dan dia mulai menyerang Davian. Sekuat apapun Davian menolak, namun sentuhan Likha ditambah ada tegangan kuat dari dalam dirinya membuat kelelakiannya bangkit sempurna. Hal itu mempermudah Likha membenamkan tongkat tumpul itu pada miliknya.
Di bawah tubuh Likha, Davian tidak bisa berontak karena salah satu kaki dan tangannya masih sakit tidak bisa dia gunakan untuk mendorong Likha. Dia semakin tidak berdaya, karena dia sangat menikmati semuanya, ledakan dalam dirinya semakin menjadi mendengar suara erotis Likha, hal ini semakin membuat dirinya terbelenggu oleh kegiatan terlarang ini.
"Hal ini hanya merugikan dirimu sendiri, Likha!" maki Davian.
"Aku tidak peduli!" Likha terus meliukan tubuhnya diatas Davi.
"Andai aku hamil, aku tidak akan meminta tanggung jawab Kakak, jadi kita nikmati sama-sama."
Senandung erotis Likha memenuhi ruangan itu, dan membuat sekujur tubuh Davian semakin bergetar hebat.
Likha tidak henti-henti melepaskan suara erotisnya, membuat Davian semakin menikmati pergulatan mereka. Likha sangat aktif dan ini memberi kepuasan luar biasa pada Davian, seakan dia baru merasakan kenikmatan seperti ini. Melihat Davian benar-benar tenggelam, Likha semakin liar, seakan memperlihatkan keahliannya menaklukan burung tak bersayap itu.
Pertempuran itu selesai, Kia memunguti baju-bajunya, dan memungut kembali kruk yang dia lempar sebelumnya, dia memberikan sepasang kruk itu pada Davian.
"Maafkan aku," ucap Likha.
"Kejadian ini akan membuat jarak diantara kita!" Davian geram.
"Aku tidak peduli, setidaknya aku sangat bahagia, akhirnya aku bisa merasakan bagaimana di posisi kak Kia."
"Walau aku akan tersiksa karena kak Davi akan menjauhiku setelah ini, tapi aku merasa sangat bahagia atas penyatuan kita."
Davian membuang pandangannya kearah lain, dan mengambil kruk dari Likha begitu kasar. Saat Davian ingin berdiri, dia hampir terjatuh, namun Likha dengan sigap menahannya. Sepasang mata itu kembali beradu tatap.
"Hati-hati, kalau Anda terluka aku juga merasakan rasa sakit itu." Likha mencium kilat bibir Davian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
twiligth memories
ngerih sih novel ini
2023-07-08
2