Di Rumah Sakit kini hanya Kia dan Likha yang menjaga Davian. Kia sengaja menahan Likha agar tetap bersamanya, dia masih penasaran dengan penyebab kejadian itu.
Mengetahui cerita menunggu suaminya sadar itu terlalu lama. Alasan Kia menahan Likha bersamanya dia berdalih karena Likha seorang perawat, hal ini berhasil meyakinkan keluarganya. Walau Luna juga seorang perawat, tapi Luna besok harus masuk shift pagi.
Kia memandangi suaminya, kepala suaminya dibalut perban, tangan kanan dan kaki kirinya juga dibalut perban. "Apa yang terjadi, Likha?"
"Andai orang lain yang bertanya aku tidak berani cerita, karena setelah mendengar cerita ini, orang pasti menuduhku yang bukan-bukan." Likha mulai menceritakan perseteruannya dengan Rafa yang merupakan kekasih Luna. Hingga kedatangan Davian yang berusaha melindunginya.
"Rafa yang melakukan semua ini?"
Likha mengangguk pelan.
"Seharusnya aku tidak ada dalam lingkup keluarga Kakak, jadi kejadian ini tidak akan terjadi, aku sumber masalah Kak. Apalagi status jandaku membuat orang-orang memandang buruk padaku."
Kia menarik Likha kedalam pelukannya. "Hanya 1 atau 2 orang janda yang melukai, namun masih banyak janda yang baik hati, janda hebat yang berjuang demi anaknya, aku yakin kamu salah satunya."
"Maafkan aku, karena menahanmu di sini," ucap Kia.
"Tidak masalah Kak, aku terbiasa bekerja di sini, hanya saja kejadian yang serupa seperti aku dan Rafa, membuatku diberhentikan dari Rumah Sakit ini, sebab itu aku tidak berani cerita sebelumnya, karena tidak ada yang percaya padaku."
Kia merasa sesak membayangkan posisi Likha, keadaan selalu menyudutkan Likha karena status janda dan dikenal sebagai anak pelakor. Kia mengusap punggung Likha berusaha menguatkan wanita itu. "Kamu harus kuat menghadapi ujianmu."
"Disaat semua orang menghindariku dan membenciku karena aku dianggap bibit pelakor karena status janda di usia muda yang aku sandang, tapi Kakak percaya padaku dan menolongku. Hanya Kak Kia dan keluarga Kakak yang tidak peduli dengan omongan orang terhadapku, terus memberiku cinta dan bantuan bahkan memberiku tempat tinggal, ini salah satu yang menguatkan aku untuk tetap meneruskan hidupku."
"Aku tidak akan pernah bisa mengganti kebaikan kalian."
"Jangan berpikir seperti itu, kami menolongmu karena kamu seperti saudara bagi Luna, dan itu membuatku merasa kau saudaraku juga." Kia berusaha menghibur Likha.
Kedatangan salah satu perawat membuat obrolan mereka terputus. Perawat itu memanggil Kia.
Kia menoleh pada Likha. "Titip mas Davi dulu ya, aku harus menemui dokter."
Likha mengangguk menanggapi ucapan Kia. Setelah Kia pergi, Likha segera mendekati Davian. Dia mengusap lembut wajah Davi.
Kamu adalah impianku, jika aku berhasil memelukmu, maka kamulah keberuntunganku, dan bagaimana pun caranya, kamu harus aku miliki. Batin Likha.
Likha terus mengusap wajah Davian, merasa situasi aman, dia mengecup bibir Davian dengan begitu rakus.
*
Saat Likha bercerai dengan suaminya, dia memutuskan untuk merantau dan menitipkan anaknya pada ibunya. Sesampainya di kota ini, dia tidak memiliki pekerjaan apalagi tempat tinggal. Dia tinggal di rumah Luna sahabatnya beberapa waktu, sehingga dia mengenal Kia dan Davian.
Likha sendiri dari lingkup keluarga kurang mampu, kedua orang tuanya bercerai. Kedua orang tuanya sudah membangun keluarga baru. Tidak kuat dengan kehidupan serba kekurangan membuat Likha nekat meninggalkan suaminya dan pergi merantau.
Saat berkunjung ke rumah Kia, Likha terpana dengan kediaman Kia. Rumah Kia merupakan unit khusus yang mana ukuran rumah itu lebih luas dari rumah sekitarnya. Kia mendapat keistimewaan itu, karena pemilik proyek perumahan itu milik Indra sahabatnya.
Pandangan Likha tertuju pada Dua buah mobil baru berjejer di depan rumah besar itu. Sehingga Davian menjadi target Likha untuk memperbaiki kehidupannya.
Kejadian yang Rafa ciptakan seakan membuka sebuah jalan untuknya semakin dekat dengan Davi, terbukti saat ini dia bisa mendekati Davian, bahkan dia saat ini bisa merasakan bibir laki-laki itu.
Di ruangan dokter.
Dokter menjelaskan keadaan Davian dari hasil pemeriksaan sementara, semua baik-baik saja. Hanya saja perlu seseorang yang mengawasi Davian Jika dia sudah keluar dari Rumah Sakit. Apalagi tangan dan kaki Davian cedera.
Keesokan harinya, keadaan ruang perawatan Davian kembali ramai, kedua orang tua Kia dan kedua orang tua Davi kembali berkunjung. Saat ini Davian juga sudah sadar. Davian menceritakan semua kejadian yang menimpanya. Kedua orang tua Davi memandang geram pada Likha.
"Ayah ibu, jangan salahkan Likha." Kia sangat faham makna tatapan tajam itu.
"Kia benar bu, Likha tidak salah. Bahkan Likha terus menolak, sebab itu Rafa marah," sela Davi.
Likha memandang sayu kearah Luna. "Maaf, aku berusaha menyembunyikan keburukannya demi persahabatan kita. karena rasa cintamu padanya begitu besar, mengatakan keburukan Rafa hanya memicu kebencianmu padaku. Percuma aku mengatakan semuanya, yang ada persahabatan kita hancur."
Luna sulit mempercayai semua ini, benar seperti yang Likha ucapkan, andai Likha yang mengatakan keburukan Rafa padanya, dia tidak akan terima dan dia akan menuduh Likha ingin menghancurkan hubungannya sengan Rafa. Tapi yang menceritakan semua ini adalah Kakak iparnya. Luna bingung, dia memilih pergi dengan alasan pekerjaannya masih banyak.
***
Luna masih tidak ingin percaya, namun mengingat Kakak iparnya berada di Rumah Sakit, membuat kebodohannya tidak bisa dia pegang. Luna duduk sendiri menikmati segelas kopi di kantin Rumah Sakit.
"Sayang ...."
Suara itu menarik perhatian Luna. Melihat sosok kekasihnya yang memanggilnya, Luna bangkit dan mempercepat langkahnya untuk menghindari Rafa.
"Sayang ... jangan percaya dengan yang Likha dan Davi ceritakan, mereka ada main, dan aku mereka korbankan agar rahasia mereka aman. Mereka takut karena aku menangkap basah mereka. Mereka memintaku bungkam, tapi aku tidak mau, Davi marah dan memukulku Aku membela diri sayang, lihat pipi aku biru karena bogeman dari Davian."
Luna menarik napasnya begitu dalam, dia terbayang ucapan Likha, kalau keadaan akan menyudutkannya jika dia yang mengatakan keburukan Rafa. Buktinya saat ini laki-laki itu malah memfitnah sahabatnya dan Kakak iparnya. Andai tidak ada kejadian ini, tentu Luna lebih mempercayai Rafa.
"Percaya sama aku sayang ...."
Plak!
Sebuah tamparan mendarat telak di pipi Rafa.
"Mulai detik ini, kita berdua tidak ada hubungan apa-apa, kita putus!" Tanpa mendengari pembelaan Rafa, Luna terus meninggalkan kantin.
*
Di ruangan lain.
Likha sudah tidak berada di ruangan Davi, Kia memintanya untuk pulang dan istirahat. Di ruangan itu hanya ada 5 orang, kedua orang tua Kia, kedua orang tua Davi dan Kia sendiri. Namun sesaat kemudian orang di ruangan bertambah karena kedatangan Sekretaris Davian.
"Ada apa Dharma?" tanya Kia.
"Hari ini ada rapat sangat penting, bagaimana Tuan?" tanya Dharma pada Davian.
"Aku masih sangat pusing, tubuhku juga lemas. Bagaimana bisa aku memimpin rapat?"
"Bagaimana kalau diwakilkan pada Nyonya Kia?" usul Dharma.
"Aku?" Kia menunjuk wajahnya sendiri. "Aku tidak memahami bisnis mas Davi, aku tidak bisa."
"Anda hanya perlu ada di ruangan, Nyonya. Sisanya biar saya bantu. Ada beberapa hal yang tidak bisa diwakilkan pada saya, Nyonya."
Kia sangat berat meninggalkan suaminya yang masih terbaring di ranjang Rumah Sakit, namun pekerjaan Davian juga seperti ruh bagi suaminya itu. Mau tak mau Kia setuju, dia harus melakukan pekerjaan Davian demi kelancaran urusan perusahaan suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments