Stasiun kereta api tujuanku sudah sampai, debaran jantungku berpacu tidak menentu antara senang dan malu bahkan takut untuk diriku kembali ke rumah orang tuaku dengan sejuta kehancuran yang menyakitkan, namun kemana lagi harus ku pijakan kakiku untuk bernaung dengan putriku.
"Sayang, bangun nak! Rumah nenek sudah sampai, ayuk!" Bisikku pelan untuk membangunkan putriku.
Tubuh kurus anakku menggeliat, membuka matanya lalu tersenyum serasa sejuk hati ini, deretan gigi susunya yang teratur lesung pipit yang berada di pipi kanan dan kirinya, membuat dia special diantara yang lain..
Ku buang jauh rasa malu, takut yang menderaku tidak ada tempat lain untuk ku bernaung kecuali kembali kerumah orang tuaku, walaupun Ayahku jelas membenci diriku sebagai anak durhaka, Hampir empat tahun aku pergi tanpa kabar dan berita.
Untuk menuju rumah orang tuaku, membutuhkan perjalanan dengan naik angkutan umum yang hanya memerlukan waktu kurang lebih sepuluh menit.
"Assalamualaikum....!" Kulihat Ayahku mengernyitkan keningnya, lalu melepas kacamata baca yang selalu menemaninya saat membaca, perlahan ayah melipat korannya dan meletakkan di atas meja di sampingnya.
"Waalaikumsalam, loh... Lintang.... Lintang anakku, kenapa kamu lusuh sekali nak?" Ibuku berlari menghampiriku dan memelukku, tangis kami pecah sesaat menjadi haru biru.
Dugaan ku meleset! Ku kira aku akan di usir karena tidak mereka kehendaki untuk kembali kerumah lagi.
Ketika aku terhanyut dalam pelukan ibuku, ku lihat ayahku sedang memeluk Shasy putri ku dalam gendongannya.
Hingga pelukan ibu mengendur dan membawaku berjalan mendekat.
"Akhirnya kamu pulang juga Lintang, gadis kecil ini cucuku? Lalu kemana suamimu?" Ibu meraih tubuh kecil Shasy, dan mengambil alih untuk mengendong, sambil melontarkan pertanyaan, sedang ayahku masih saja terdiam seribu bahasa seolah-olah masih sulit untuk mengenali siapa aku sebenarnya.
Pertanyaan ibu sulit aku jawab, mataku perih terasa kerongkonganku panas tercekat tanpa mampu mengeluarkan sepatah katapun.
"Mendekat Lah, katakan sesuatu kepada ayah!" Ibu membisikkan kata-kata penguat untukku, secara keyakinan ku ibu tentu sangat bisa membaca perasaan ku.
Aku dekati ayahku, mata kami saling beradu pandang tidak satupun kutemui kebencian dimatanya, "Ayah... Maafkan Lintang yah...!"
Tubuhku merosot ke bumi, ku bersimpuh di kaki laki-laki tua cinta pertamaku dan telah aku abaikan sekian tahun tanpa kabar dan berita sama sekali.
Tangan tua yang masih kekar itu meraih pundakku, membimbingku untuk pelan berdiri lalu merengkuh tubuh ku, tangisku semakin menjadi aku meraung meratapi kesalahanku selama ini kepada orang-orang yang telah aku abaikan namun nyatanya mereka masih setia menunggu dan berharap akan kembalinya diriku.
"Bu... Rupanya cucu kita kurang makan tinggal di rumah gedongan, suruh Mak Sri masak mandikan dia biar segar badannya!" Ayah mengelus kepala putriku, lalu menyuruh ku duduk di sampingnya dan kembali menatap ku penuh tanda tanya.
"Nenek... ini rumah nenek sama kakek ya? kita mau bobo disini boleh? soalnya neneknya Shasy marah-marah terus, sekarang Shasy lapar nek!" Suara lucu Shasy yang masih bisa ku dengar membuatku trenyuh sekaligus terhibur oleh keluguannya.
"Lintang, kamu juga! bersihkan dirimu, lalu kita lanjut bicara setelah kalian makan," ucap ayahku, yang tidak pernah berubah beliau selalu memberikan kenyamanan terlebih dahulu sebelum, memberikan pertanyaan pada kami anak-anaknya.
Makanan sudah disiapkan oleh Mak Sri, orang yang selama ini selalu membantu di rumahku sejak aku masih kecil.
"Mama, makan ayam goreng itu boleh?" Ucap putriku kembali, membuat ayah dan ibuku menjadi saling pandang dan merasa sedikit aneh.
"Apa cucuku mempunyai alergi makanan? Kalau ada biar di masakkan yang lain sama Mak Sri," ayah bertindak dengan cepat memberikan keputusan.
"Tidak usah ayah, shasy suka makan ayam goreng makanan ini sudah cukup ayah," aku buru-buru menjawabnya.
"Di rumah nenek, shasy nggak boleh makan ayam! Nenek bilang ayam mahal anak kecil nggak boleh makan padahal enak di makan, ya ma"! Lagi lagi kata-kata itu membuatku hampir saja mendelik tersedak, mata ayah sontak saja menelisik menatapku dan mencari kejujuran disana.
"Nanti nenek masakin shasy ayam goreng yang banyak yah... Sekarang shasy makan dulu, hari ini Tante Ratih akan pulang dari Jogja dan pasti akan seneng lihat Shasy makan dengan lahap, biar lekas gendut," Gurauan ibuku sesaat membuat suasana tegang menjadi sedikit mencair.
Namun mata ayahku tidak lepas dari tatapan penuh tanya padaku, aku sepertinya di lucuti oleh ayahku dengan banyak pertanyaan yang masih tersimpan, karena demi Shasy agar dia tidak mendengar percakapan kami, yang
jelas akan mengarah ke konflik orang dewasa.
"Nenek, kalau Shasy bobo di sini boleh! lihat tv boleh kan nek!" Shasy memang masih tiga tahun jalan empat tahun, namun cara berbicara dan mengolah kata dia sudah pandai. Hingga kadang aku sendiri pun di buat tercengang dari pertanyaan-pertanyaan yang dia lontarkan.
"Tentu boleh donk, nanti bisa nonton juga sama kakek," jawaban ayahku semakin membuatnya girang hati putriku.
Namun sorot mata penuh tanya ayah kembali menghujam dalam pandangannya.
Lelap mata Shasy dalam pangkuanku, membuat aku yakin dan mengendong membawanya masuk kedalam kamarku, yang dulu aku tempati sampai sekarang letak dan perabotnya pun tidak bergeser sedikitpun.
"Lintang, kemarilah! Ayah ingin menghabiskan sore ini duduk bersama denganmu, juga dengan ibu, sebelum larut!" Debar jantung ku mulai memacu dengan cepat, tidak menutup kemungkinan ayah tentu saja akan mengorek cerita tentang pernikahanku dengan mas Iwan.
"Kemana suami kamu, apa kabar dia? Setelah bertahun tahun kau tinggalkan kami, kini pulang hanya dengan putrimu saja, apakah suamimu tidak mengkhawatirkan kalian?" Pertanyaan pertama yang tentu saja menampar relung hatiku sekaligus mengingatkan diriku kilas balik tentang perjalananku selama berumah tangga dengan mas Iwan dan hidup satu atap dengan mertua dan adik ipar.
"Ayah akan menerima apapun cerita darimu, Lintang! Ceritakan yang sesungguhnya! Sebab matamu tidak pernah bisa menyimpan dusta, walaupun kamu sudah terpisah dari ayah sekian tahun,"
"Ibu...!" Aku semakin tidak kuasa menahan deras air mata ini, ku jatuhkan tubuh lelah ini kedalam pangkuan ibu yang selalu tegar menghadapi segala situasi.
"Mas Iwan telah menjatuhkan talak tiga, dan saat ini telah memiliki pasangan baru yah sudah hamil, ibu!" Ucapku tersendat-sendat dengan suara yang tertahan.
"Tidak ada hal yang akan memberatkan bagi kami untuk menerimamu kembali pada kami, pulanglah! Disini tempatmu yang seharusnya!" Ku rasakan elusan lembut tangan ayah membelai kepalaku yang masih ku benamkan kedalam pangkuan ibu.
"Bagaimanapun juga putrimu adalah cucuku, bila di sana mendapatkan kehidupan yang tidak wajar dan itu mengganggu perkembangan pertumbuhannya, lebih baik dia berada disini kami tidak akan kesulitan memberikan kehidupan yang layak bagi kalian."
"Kamu harus mulai dari nol lagi, Lintang! Memang jalan hidup siapa yang mampu menduga, tapi kamu jangan berkecil hati." Ibuku memberikan senyuman menyejukkan hatiku, dugaanku telah meleset jauh kusangka ayah dan ibuku akan sulit menerimaku kembali, ternyata mereka menerimaku dengan hangat bahkan memberikan semangat untuk pantang menyerah.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
To be continued 😉
salam sejahtera selalu 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
ㅤKᵝ⃟ᴸRaisya𝐙⃝🦜
oalahhhh makan ayam wae kok gak oleh😭😭😭
2023-09-26
0
𝕸y💞Terlupakan ŔẰ᭄👏
ayah yang baik dan bijaksana 😭😭, Alhamdulillah masih menerima anak dan cucunya
2023-07-05
3
𝕸y💞Terlupakan ŔẰ᭄👏
hati orang tua mana yang tidak sedih melihat anak dan cucunya kurang gizi,,,ya Allah sedih banget ceritanya
2023-07-05
2