Ku gendong tubuh kecil anakku, apapun yang terjadi aku harus tetap kuat. Ku langkahkan kakiku menyusuri keramaian jalan di bawah terik matahari yang menyengat, kemana aku harus pergi? Haruskah aku pulang kerumah orang tuaku? Tapi tidak ada tempat untuk ku bernaung selain rumah sederhana itu.
"Mama.... Shasy haus ma! Shasy jalan saja kan sudah gede masa gendong nanti mama capek kan kasihan," senyum ceria putriku seakan menjadikan cambuk bagiku untuk tetap bersemangat.
"Mama kok menangis lagi? Kan nenek sudah nggak ada, tante Yessi tidak tau kita ada di sini ma!" Tangan kecil itu berusaha mengusap air mataku yang terus saja mengalir tanpa mampu aku tahan.
"Mama jangan menangis lagi, nanti kita adukan papa yang jahat ke kakek saja, ya ma," Shasy putriku dengan tangan kurusnya mengusap air mataku yang masih saja lancang bergulir ke pipiku tanpa mampu ku cegah.
Akhirnya kereta yang akan membawa kami ke kota kelahiranku yang hanya berjarak satu kota saja, telah sampai juga peluit panjang dibunyikan. Sesaat lagi aku akan meninggalkan kota yang penuh dengan sejuta kenangan pahit, dan setitik kebahagiaan yang pernah aku rasakan saat menjadi istri dan menantu pria yang paling aku cintai, dan ibu yang sangat aku hormati.
4Thn LALU TENTANG PERNIKAHAN LINTANG, IWAN
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
Empat tahun yang lalu dengan semangat kelulusan yang aku capai dengan nilai plus, pada tingkat sekolah menengah. Memberikan diriku atas dorongan kuat untuk mengadu nasib ke ibu kota, berbekal ijasah menengah atas dan keterampilan yang aku tekuni selama menghabiskan waktu luang.
Aku bekerja pada sebuah perindustrian yang berada di bidang textile, dan aku hanya buruh harian sebagai penjahit pada perusahaan yang sangat besar itu.
Pertemuan ku dengan mas Iwan adalah sebuah cerita yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, kami saling mencintai dan tulus atas nama cinta aku terbuai dengan segala rayuan dan bujuknya hingga terjadilah malam yang menjadi surga dan petaka sekaligus bagiku.
Singkat cerita kemudian aku positif hamil, dunia serasa hancur dan gelap seketika. Ayahku mendadak terkena serangan jantung saat mendengar aku hamil diluar nikah, walaupun hidup di kota kecil ayahku mempunyai pekerjaan lumayan terpandang di kampungku sebagai Lurah, tentu kesalahan yang aku perbuat adalah hal yang sangat mencoreng citra nama baik beliau.
Pernikahan ku dengan mas Iwan atas dasar suka sama suka, kami menikah di tempat tinggal ku dan terkesan tergesa-gesa. Tidak ada perayaan, hanya sebuah ijab kabul mau tidak mau kedua orang tuaku harus menyetujui pernikahan ini, karena lambat laun kehamilanku tentu akan menjadi besar dan jelas menjadi bahan pergunjingan orang-orang sekeliling kami.
Sehari setelah perkawinan itu, mas Iwan meminta ijin kepada ayah dan ibuku untuk membawaku pulang ke kota, dengan alasan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan terlalu lama.
Hoek.... hoek....
"Heh... Sopan sedikit kenapa sih! Dasar orang udik juga, mentang mentang hamil seenaknya saja muntah di sembarang tempat, mata melek yang lebar bisa nggak sih? Aku sedang makan nih, dasar kampungan!" Pedas memang kata-kata adik mas Iwan, Yessi gadis dewasa yang selalu berpenampilan cantik serta sedikit glamor, dan selalu memandangku dengan rasa kebencian walaupun sejujurnya hingga detik ini, aku masih bingung mencari jawaban kesalahan apa yang pernah aku perbuat dari keluarga ini, selain karena aku yang berasal dari keluarga sederhana saja di kampung.
"Sudah...sudah kamu kenapa sih Yessi... Dia sedang hamil kamu harus maklum, kelak kamu juga akan sama seperti dirinya," mas Iwan datang tepat waktu dan memberikan pembelaan terhadap diriku.
"Heleeh.... Ibu dulu juga pernah hamil, Iwan! Tapi nggak manja-manja juga yah..." Ibu mas Iwan yang datang dari belakang dan melontarkan kata-kata yang tidak pernah sama sekali ku duga setelah beberapa hari tinggal di rumah besar ini.
Itulah perlakuan sehari-hari yang selalu aku terima di dalam rumah mertua. Aku murni bukan menantu yang di harapkan didalam keluarga ini, tapi pembantu yang harus mengerjakan seluruh pekerjaan.
"Maafkan ibu Lintang, coba ikutin aja kemauannya, nanti ibu juga akan ngerti kamu lama-lama ," mas Iwan masih saja mempertahankan pendapatnya.
"Sudah mas, aku baik-baik saja kok!" Jawabku sembari duduk di sampingnya menemani dia sarapan pagi, karena sebentar lagi dia harus berangkat ke kantor.
Rutinitas sehari-hari mencuci, mengepel dan semua aktifitas dalam rumah itu, aku yang harus melakukannya bahkan asisten rumah tangga keluarga suamiku, di berhentikan dengan alasan menghemat biaya pengeluaran.
"Iwan, coba saja kamu nikah sama perempuan anak dari orang yang lebih kaya raya! Tentu dia akan bisa membantu kamu, dan mengangkat kamu didalam finansial atau minimal punya masa depan di hari tua yang lebih bagus, tidak seperti dia! Benalu saja dia disini." Bisik pelan ibu mertuaku ketika aku berjalan menuju dapur.
"Ya.... Mau gimana lagi Bu! Sudah terlanjur, ya nanti kalaupun sudah mentok kan tinggal cerai saja to, gampang!" Hati ini serasa bagaikan teriris sembilu mendengarkan omong kosong ibu dan suamiku, sepertinya ada sesuatu yang telah mereka rencanakan untuk masa depan mereka dan diriku yang telah hamil besar ini.
Perih... sakit... Tapi sudahlah mungkin ini sudah menjadi nasibku dan anak yang aku kandung.
Perlakuan adik ipar ku dan juga ibu mertuaku semakin hari semakin memberikan diriku kesengsaraan, hingga hari perkiraan lahir (HPL) ku telah tiba.
Mas Iwan suamiku, sedang berada di luar kota karena tugas dan memang ku akui beberapa Minggu terakhir ini mas Iwan jarang berada di rumah walupun hanya sekedar menanyakan keadaan anak dalam rahimku.
Andaikan hari ini aku harus melahirkan sendiri tanpa adanya suamiku mendampingi, aku harus tetap tegar dan kuat.
Hanya satu harapanku semoga setelah kelahiran putriku, akan mampu membuka hati mereka untuk memberikan sedikit cinta kepada cucu dan ponakan bagi Yessi adik ipar perempuanku.
Ku coba menelpon mas Iwan melalui panggilan ponselnya, berulang ulang kali dan akhirnya terjawab juga, sedikit lega dalam hati dan mengurangi rasa sakit yang aku rasakan.
"Mas... Sepertinya aku mau melahirkan, aku butuh kamu mas, pulanglah!" Pintaku sedikit memberikan penekanan karena bagaimanapun juga aku berharap kelahiran putriku dengan adanya mas Iwan di sampingku.
"Lintang, kamu kan bisa telepon taxi lalu minta tolong di antar ke rumah sakit! Aku sedang sibuk!"
Tut...Tut...Tut...
Bunyi ponsel itu terputus sepihak, perih mataku, namun kering sudah air mataku untuk sekedar menangis. Susah payah ku tenteng tas dengan beberapa kebutuhan untuk ke rumah sakit.
Aku benar-benar seorang yang sangat tidak berguna di rumah mertuaku, bahkan disaat aku berjalan menuju halaman rumah dengan susah payah karena menahan rasa sakit, adik masih saja asyik memainkan ponselnya sambil rebahan di atas sofa.
Sedangkan ibu mertuaku bicaranya masih saja nyelekit, "Lintang kamu kalau kerumah sakit naik angkot saja yang murah, terus nanti minta obatnya gene rik saja yang murah! Biar tidak buang-buang duit sia-sia hanya untuk persalinan mu saja." Bicara sambil berlalu meninggalkan naik taxi untuk pergi ke acara perkumpulan ibu-ibu tajir yang menjadi sahabatnya.
Aku hanya bisa menahan perih dan semakin perih, ku buka uang tabungan hasil kerjaku dulu, yang isinya masih lumayan untuk biaya persalinan.
Aku berjalan sendiri menuju pangkalan ojek, dengan menenteng tas kebutuhan yang mungkin akan aku perlukan di saat persalinan nanti.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
To be continued 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
ㅤKᵝ⃟ᴸRaisya𝐙⃝🦜
ehhhhh tegangan 😱😱😱
2023-09-26
1
𝕸y💞Terlupakan ŔẰ᭄👏
ternyata sejak masuk kerumah mertua udah tersiksa begitu ya lintang
2023-07-05
0
𝕸y💞Terlupakan ŔẰ᭄👏
ternyata lintang tergoda rayuan Iwan toh
2023-07-05
1