Bab 5. Atraksi terakhir.

"Aku pulang!" seru Denis ketika memasuki sebuah rumah kecil yang terdapat di salah satu gang sempit perbatasan kota.

Seorang gadis berusia dua puluh empat tahun bergegas datang menghampiri Denis sembari menghentak-hentakkan kakinya.

Selembar apron cantik motif beruang terbalut indah di tubuh mungilnya. Sementara di tangan gadis kecil itu terdapat ballon whisk yang kini sedang diacung-acungkan tepat ke arah hidung Denis.

"Kakak terlambat!" ucapnya sengit.

"Hmmpt! Kamu lucu sekali Anna!" bukannya takut, Denis malah tertawa nyaris terbahak-bahak melihat wajah adiknya yang penuh dengan terigu.

"Iissshh!" Melihat sang kakak tertawa, Anna malah semakin jengkel.

"Sudah, jangan marah-marah dulu, Kakak mau cerita nih!" ujar Denis.

Anna mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Cerita apa? Belanjaanku mana?"

Alih-alih membalas dengan perkataan, Denis malah menarik tangan Anna menuju dapur yang menyatu dengan ruang televisi.

Rumah yang mereka tempati saat ini memang sangat kecil. Kondisinya pun sudah tidak layak dihuni karena beberapa bagiannya sudah keropos dan bocor.

Maklum saja, rumah tersebut dibangun Dirno dengan bahan seadanya di atas tanah seorang dermawan tua ... dan sejak setahun lalu, mereka sebenarnya sudah diminta pindah oleh ahli waris si pemilik karena tanah itu akan segera dibangun. Namun, para ahli waris dengan berbesar hati mau memberikan mereka waktu.

Alhasil, selama satu tahun Dirno bersusah payah mengumpulkan uang untuk membeli rumah subsidi di sebuah desa kecil dengan cicilan sangat rendah.

Ya, sejak setahun lalu, Dirno dan Denis tidak lagi bekerja menjadi pesulap jalanan. Dirno memilih ikut seorang kenalannya untuk bekerja pada sebuah rumah sakit besar khusus anak-anak dengan penyakit langka di luar kota, sementara Denis dan Anna tetap tinggal di rumah.

Demi membantu meringankan beban sang ayah, sekaligus menghidupi mereka sendiri, Denis bekerja serabutan, sedangkan Anna menjadi pegawai di salah satu toko kue terkenal.

"Jadi, Kakak mau cerita apa?" tanya Anna penasaran.

Denis terdiam sejenak. "Belanjaanmu semua jatuh di jalan, Anna. Seorang pria gila baru saja menabrak Kakak tadi, dan—"

"Apa!" Dirno yang sedang berada di kamar tiba-tiba datang menghampiri putranya. Pria yang sedang mengambil cuti libur itu terkejut mendengar perkataan Denis barusan.

"Kamu tertabrak? Bagaimana bisa? Apa ada yang sakit?" serentetan pertanyaan sontak meluncur dari mulut Dirno yang panik.

Denis meringis. Dia lupa jika sang ayah sangat sensitif dengan kata itu. "Aku tidak apa-apa Yah, dengarkan dulu!"

Setelah memastikan ayah dan adiknya tenang, perlahan-lahan Denis mengeluarkan setumpuk uang seratus ribuan dari balik jaketnya, dan meletakkan uang-uang tersebut di atas meja.

Dirno dan Anna sontak membelalakkan mata mereka.

"Kamu merampok orang?"

"Kakak memeras si penabrak ya?" tanya Dirno dan Anna nyaris bersamaan.

"Sembarangan!" celetuk Denis. Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu kemudian menceritakan kronologis lengkapnya.

Setelah mendengar cerita Denis, Dirno dan Anna hanya bisa mematung.

Bagaimana tidak, orang aneh mana yang tiba-tiba memberikan uang segepok tanpa berkata apa-apa. Dia memang harus bertanggung jawab, hanya saja?

"Biar Ayah simpankan saja ya? Ayah takut uang itu berasal dari tempat yang tidak benar."

"Iya, Yah, siapa tahu itu uang pesugihan!" celetuk Anna.

Meski terkesan konyol dengan perkataan Anna, Denis dan Dirno pun menyetujui. Dirno dengan sangat hati-hati menyimpan uang tersebut di dalam sebuah kotak kardus berukuran kecil..

Benar kata Denis, entah ini keberuntungan atau tidak. Namun, Dirno berharap, semoga uang ini tidak membawa masalah pada mereka di kemudian hari.

...**********...

Sebuah sedan hitam bergerak pelan, menyurusi jalanan malam ini. Sedan itu akhirnya memasuki sebuah taman bermain yang menjadi kenangan pahit Ryan tiga belas tahun silam.

Sejak kehilangan Anna, Ryan sebenarnya tidak lagi pernah menginjakkan kakinya ke tempat ini. Ingatannya akan kejadian dulu membuat batin pria berusia tiga puluh empat tahun itu benar-benar terguncang.

Akan tetapi, entah kenapa, malam ini Ryan ingin sekali berjalan-jalan ke sini meski hanya sekadar singgah sesaat saja.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat mobil Ryan berhenti tepat di depan pintu masuk taman bermain. Jalanan benar-benar sepi meski taman bermain sudah tutup. Beberapa pedagang bahkan masih membuka kedai mereka.

Ryan menerawang, menatap keluar jendela mobilnya dengan wajah tanpa ekspresi. Nathan yang duduk di sebelah Ryan ikut terdiam, berusaha memberi pria itu ruang dengan tidak mengganggunya.

Sebagai seorang sahabat, Nathan tentu mengetahui perihal adik perempuannya yang telah hilang belasan tahun silam. Dia juga mengetahui soal statusnya di keluarga Cetta.

'Ryan yang malang.' Itu lah hal pertama yang terlintas di benak Nathan. Kendati bergelimang harta, Nathan tahu betul hati Ryan diliputi banyak kesedihan.

Setelah dirasa cukup lama berada di sana, Nathan pun berinisiatif meminta Bowo, putra Tyo yang kini menjadi supir pribadi Ryan, untuk kembali menjalankan mobilnya memasuki taman bermain.

"Berhenti!" pinta Ryan tiba-tiba. Bowo sontak menghentikan mobilnya di pinggir jalan, persis di seberang kerumunan orang-orang yang kini tampak sedang menyaksikan sesuatu.

Ryan membuka kaca jendela mobilnya untuk melihat lebih jelas kerumunan tersebut.

Rupanya masih ada satu hiburan di tempat itu, yaitu atraksi kecil dari beberapa pesulap jalanan yang berpenampilan layaknya seorang badut hiburan.

Ryan termangu, menatap tiga orang badut tersebut dengan pandangan nanar.

Di sana lah Ryan meninggalkan Anna sendirian. Ryan masih mengingat bagaimana Anna yang sedang menunggunya, ikut menyaksikan atraksi tersebut.

Helaan napas keluar dari mulut Ryan. "Kita pulang!" titahnya pada Bowo.

"Baik, Pak!" Bowo mengangguk, Limousin itu kembali melaju pelan meninggalkan tempat tersebut.

Suasana di seberang jalan begitu riuh. Meski tidak pernah ikut melakukan atraksi, Anna tetap ikut berdandan selayaknya badut profesional seperti Dirno dan Denis.

Mereka memang sengaja mengadakan atraksi gratis di sana sekaligus berpamitan. Meski sudah lama tidak mengais rezeki di sana, Dirno dan Denis tetap menjalin hubungan baik dengan orang-orang tersebut.

Sekali lagi para penonton bertepuk tangan dan tertawa melihat atraksi sulap lucu Dirno dan Denis. Anna bahkan sampai ikut tertawa dengan para penonton walau sudah berkali-kali menyaksikannya.

Matanya kemudian menatap sekeliling dan menemukan sebuah mobil sedan mewah yang sedang bergerak menjauh. Sekilas, Anna bisa melihat dua orang pria yang duduk di kursi belakang.

Entah mengapa Anna terus memerhatikan mobil tersebut hingga menghilang dari pandangannya.

"Anna!" panggil Denis seraya menepuk pundak sang adik.

Anna tersentak.

"Kamu kenapa?" tanya Denis heran.

Anna menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Aku cuma lapar."

"Udah selesai. Ayo, kita pulang!" ujar Denis.

Anna mengangguk, dan langsung membantu ayah dan kakaknya membereskan seluruh peralatan setelah kerumunan penonton membubarkan diri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!