"Keterlaluan!" teriak Belinda lantang seraya melayangkan sebuah tamparan di pipi kanan Ryan.
Mata hitamnya berkilat marah pada sang putra sulung yang ternyata pulang tanpa membawa adiknya. Tatapan wanita itu tak lagi teduh seperti biasa, emosinya sudah meluap berkali-kali lipat.
Siapa yang dapat menyangka bahwa Ryan ternyata mampu melakukan hal kejam seperti itu.
"Kau benar-benar kelewatan, Ryan!" Belinda kembali melayangkan tamparan di pipi kiri Ryan. Jantung ibu dua anak tersebut berdentum keras. Air mata bahkan sudah mengalir deras membasahi kedua pipinya.
Belinda sama sekali tidak peduli bahwa dia baru saja melukai putra sulung yang sangat dicintainya tersebut.
Sementara Ryan terlihat tidak menampilkan raut wajah apa pun. Pria muda itu hanya berdiam diri, mematung di hadapan sang ibu yang masih diliputi emosi.
Belinda segera mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, lalu menghubungi Pak Tyo, supir pribadi keluarga mereka, untuk membantunya mencari keberadaan Anna.
Tak butuh waktu lama bagi Pria paruh baya itu untuk sampai ke rumah majikannya. Tyo datang dengan memasang raut wajah khawatir. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya. ketika melihat keadaan Belinda dan Ryan yang begitu kacau.
Tyo bahkan bisa melihat ada setitik darah di sudut bibir majikan mudanya tersebut.
"Kita cari Anna!" Belinda menarik tangan Ryan kasar, dan Ryan sama sekali tidak melawan. Pria itu berusaha menyamai langkah kaki Ibunya yang terburu-buru. Sementara Tyo bergegas mendahului mereka ke mobil.
...**********...
Seorang pemuda berusia enam belas tahun bersama seorang pria paruh baya, sedang duduk di salah satu kursi tunggu depan ruang UGD klinik. Ekspresi wajah mereka terlihat begitu cemas. Sesekali pemuda tersebut bahkan berdiri dan mondar-mandir dengan perasaan gelisah.
"Gadis itu nggak akan kenapa-kenapa, kan, Yah?" tanyanya pada si pria paruh baya yang merupakan ayahnya.
"Berdo'a saja." Katanya bersuara. Pria itu tak kalah cemas dengan anak sang putra semata wayang. Dia kemudian terlihat merogoh kantong mantelnya dan mengeluarkan sebuah kalung emas dengan untaian nama sebagai bandulnya.
Pria bernama Dirno tersebut lalu membersihkan noda darah yang terdapat di kalung itu.
"Anna," gumamnya ketika membaca ukiran nama di kalung milik sang gadis.
Sang anak menoleh mendengar ucapan ayahnya. Remaja tanggung itu mendudukan diri kembali di sebelah Dirno.
"Mobil yang tadi dikejar gadis ini pasti keluarganya, Yah? Bagaimana kalau kita mencarinya? Pertama-tama kita harus menghubungi polisi dulu," kata sang putra sembari mengambil ponsel model lama dari kantong celananya.
"Tunggu dulu Denis," cegat Dirno.
"Kenapa, Yah?" tanya si remaja bernama Denis tersebut.
"Kamu lihat tidak, gadis ini tampaknya ditinggalkan keluarganya?" tanya Dirno kemudian.
Mata Denis berubah tajam. "Siapa yang tidak lihat, Yah. Semua orang di sana sudah pasti melihatnya!" sahut Denis kesal. Dalam hati, dia benar-benar mengutuk orang yang begitu tega meninggalkan gadis kecil ditengah cuaca dingin seperti ini sendirian? Alhasil, akibat perbuatan orang tersebut, gadis kecil ini hampir saja kehilangan nyawanya.
"Oleh sebab itu, tahan dulu jiwa menggebu-gebumu!"
Denis mengerutkan kening. "Maksud Ayah?"
Belum sempat Dirno menjawab, seorang dokter wanita keluar dari ruangan itu.
"Apa kalian berdua keluarga pasien?" tanyanya.
"Bukan, dok," jawab Denis. "kami berdua hanya pesulap jalanan yang kebetulan menolong gadis itu."
Dokter tersebut tampak terdiam sejenak.
"Sebaiknya kami harus segera merujuk pasien ke rumah sakit lebih besar. Kalian juga harus meminta bantuan pihak berwajib untuk mencari keluarganya."
"Memangnya seberapa parah, dok?" tanya Dirno.
"Saya tidak bisa memastikan, karena pasien membutuhkan perawatan lebih lanjut dan klinik ini tidak memiliki alat yang cukup memadai."
Dirno terdiam. Mereka bukanlah orang yang berkecukupan. Jadi, bagaimana caranya membuat gadis ini bisa mendapatkan perawatan medis di rumah sakit besar. Belum lagi ketakutannya pada pihak kepolisian.
"Begini saja, dok ...," ucap Dirno.
...**********...
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Sebuah mobil mewah berwarna hitam tampak melesat membelah jalanan yang sudah tidak terlalu ramai.
Setelah puas memaki-maki Ryan di sepanjang perjalanan, Belinda kembali menangis keras. Hatinya benar-benar diliputi kekhawatiran akan keadaan sang putri bungsu yang masih sangat kecil.
"Demi Tuhan, dia baru 11 tahun Ryan!"
teriaknya pada sang anak sulung beberapa saat lalu.
Pikiran buruk semakin membuat Belinda merasakan ketakutan berlebih.
Bagaimana jika Anna diculik, atau, bagaimana jika dia sampai di per .....
Wanita itu segera menggeleng-gelengkan kepalanya keras, untuk menghalau pikiran-pikiran buruk tersebut.
Ryan sendiri hanya tertunduk tidak berani menatap ibunya. Remaja itu baru menyadari, bahwa selama ini ibunya tidak pernah semarah dan sekalut sekarang. Sekelumit perasaan bersalah pun mulai mengikis ego pria muda berusia dua puluh satu tahun itu.
Tak berapa lama, akhirnya mereka tiba di kedai makanan tadi. Tyo segera memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana.
Tanpa berlama-lama Belinda langsung keluar dan membanting pintu mobil dengan keras. Mereka bertiga berpencar mencari Anna di sekitar sana.
Belinda tahu, Anna adalah anak yang pintar. Gadis kecilnya itu pasti masih mengingat nasihat yang berkali-kali dia sematkan padanya, untuk selalu tetap berdiam diri di tempat tersebut jika tersesat. Maklum saja, dulu Anna juga pernah nyaris hilang saat mereka pergi berlibur di luar negeri.
"Anna, di mana kamu, Nak?" ujar Belinda lirih, sembari memandang putus asa sekeliling tempat itu.
Ryan sendiri memilih kembali ke jalan tempat di mana Anna terakhir kali terlihat.
Matanya sontak menyipit, tatkala mendapati ada banyak serpihan kaca dengan bercak darah di jalanan tersebut.
Jantungnya seketika berdebar keras. Mata elangnya menatap tajam pada deretan kedai-kedai makanan dan toko-toko yang kebanyakan sudah tutup, dan mendapati salah seorang satpam yang sedang berkeliling.
Melihat Ryan berlari menuju menuju satpam dengan wajah gelisah, Tyo dan Belinda refleks berlari mengikutinya.
"Pak, apa benar jalanan di dekat pintu masuk itu baru saka terjadi kecelakaan? Saya melihat ada banyak serpihan kaca dan ceceran daarrah." Ryan memasang wajah cemas, berharap tidak mendengar jawaban yang buruk dari satpam berusia tua tersebut.
"Ya, itu benar! Tadi ada seorang gadis kecil yang tertabrak mobil box pengantar makanan." Satpam tersebut tampak diam sejenak, seolah-olah sedang mengingat sesuatu.
"Sebelumnya gadis itu terlihat sedang mengejar sebuah mobil. Sepertinya dia ditinggalkan seseorang di sana. Mungkin gadis itu diculik, karena tidak mungkin keluarganya yang berbuat demikian."
Mata Ryan membola, jantungnya semakin berdegup kencang.
"Lalu, ke mana gadis itu sekarang, Pak?" tanya Tyo yang ikut membuka suaranya.
"Saya kurang tahu, tapi sepertinya ada seseorang yang membawanya pergi ke rumah sakit."
Sedetik kemudian, suara hantaman terdengar.
"Bu!" Tyo berteriak keras, tatkala mendapati Belinda tak sadarkan diri di atas aspal. Ryan segera membopong ibunya untuk kembali ke mobil dengan perasaan kacau.
"Maafkan aku, Bu," ucap Ryan lirih.
...**********...
Denis tampak gusar dan marah. Pasalnya, sang ayah dengan tega membawa Anna pulang ke rumah kecil mereka dari pada ke rumah sakit.
Dia tahu, mereka memang tidak memiliki banyak uang. Oleh sebab itu, Denis mengusulkan pada Dirno untuk melaporkan hal ini ke rumah sakit. Namun, Dirno dengan tegas menolak.
Dia tidak ingin nantinya disalahkan atas tragedi kecelakaan yang menimpa Anna. Maka dari itu, Dirno memilih untuk merawat Anna seadanya hingga pulih, lalu mengembalikannya langsung ke rumah gadis itu tanpa campur tangan pihak kepolisian.
Toh, Anna bisa melakukan pemeriksaan nanti saat di rumah, pikirnya.
Maklum saja, sebagai seorang mantan napi yang gemar keluar masuk penjara, dia tidak akan begitu saja mendapatkan kepercayaan dari orang lain, terlebih pihak kepolisian. Walau kini dia telah bertobat dan memilih menjalani hidupnya dengan normal dan halal, tetap saja Dirno memiliki ketakutan tersendiri..
Denis menghela napas pasrah. Matanya menatap Anna yang belum juga tersadar. Gadis itu sekarang terbaring di kamarnya yang sempit.
"Cepatlah bangun, lalu aku akan mengantarmu pulang," ucap Denis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments