Bab 4. 13 tahun kemudian.

Sebuah mobil mewah berwarna merah menyala dengan kap terbuka tampak melaju kencang, membelah jalanan ibu kota yang sudah tampak ramai. Dengan setelan kemeja abu-abu dan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, Ryan terus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi tanpa memerdulikan beberapa pengendara yang terganggu.

Di tangan kanan Ryan terdapat sepotong sandwich tuna yang baru saja dibeli olehnya dalam perjalanan tadi.

Sebentar lagi meeting di kantornya akan segera dimulai, dan Nathan, sang sekretaris sekaligus sahabat baiknya, terus saja mengirim pesan singkat agar Ryan bisa segera sampai.

Lima menit kau belum sampai juga, tv aku akan membatalkan meeting ini!

Sepenggal pesan singkat bernada ancaman kembali dikirimkan Nathan.

"Cih, menyebalkan!" sungut Ryan kesal. Pria itu kembali mengalihkan pandangannya ke depan, sebelum kemudian membelalakkan matanya saat mendapati seseorang tiba-tiba saja menyeberang jalan tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri.

Kejadian berlangsung sangat cepat. Ryan hampir saja menabrak orang tersebut, jika saja kakinya tidak dengan sigap menginjak pedal rem.

Suara decitan ban pun terdengar memekakan telinga.

Sementara itu, si penyebrang jalan yang ternyata merupakan seorang pria muda, tampak ketakutan sembari menutupi kedua matanya. Plastik belanjaan yang dia bawa bahkan sudah berhamburan ke jalan.

"Hei, kalau jalan lihat-lihat!" seru Ryan jengkel.

Pria yang terlihat lebih muda darinya itu segera membuka mata. Dia meraba-raba seluruh bagian tubuhnya yang masih utuh terlebih dahulu, sebelum kemudian mengalihkan pandangannya kepada Ryan.

"Kau tidak lihat lampu merah itu? Turun kau!" titah si pria muda sambil mengacung-acungkan jari telunjuknya marah.

Ryan mengangkat alisnya lalu menatap lampu lalu lintas yang berada di sana.

Benar saja, lampu memang sedang berada di posisi merah,

Sadar akan kesalahannya, Ryan menuruti pria asing tersebut untuk turun dari mobil dan menghampirinya.

Si pria mengerutkan keningnya, saat Ryan menatap sekujur tubuhnya dari atas ke bawah.

Dirasa korbannya dalam keadaan yang baik-baik saja, Ryan pun kembali melangkahkan kakinya menuju mobil.

"Hei, mau ke mana kau?" teriak pria muda itu.

Ryan berhenti melangkah. "Kenapa? Kau, kan, baik-baik saja," katanya enteng.

Si pria tampak marah. "Aku memang baik-baik saja, tetapi semua belanjaan adikku jatuh dan rusak! Kau harus ganti rugi!" serunya sembari menggerak-gerakkan tangan, pertanda meminta uang ganti rugi

Ryan berusaha untuk tidak memutar bola matanya jengah. Ryan yang tidak memiliki waktu banyak memilih membuka dompetnya dan mengambil semua uang yang ada di sana.

"Ini, gunakan untuk ganti rugi!" ujar Ryan cepat seraya meletakkan tumpukan uang seratus ribu rupiah ke dalam tangan si pria muda.

Mata pria itu membola. Tubuhnya mematung sesaat.

"Hei, ini kebanya-" Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Ryan ternyata sudah pergi meninggalkan pria itu seorang diri.

Tangan si pria bergetar hebat. Entah hari ini merupakan hari kesialan atau keberuntungannya, yang jelas dia berharap kelak uang ini tidak ada akan membawa masalah apa pun dalam hidupnya.

...**********...

Meeting sukses dilakukan. Ryan datang persis dua menit sebelum kedatangan meeting dimulai. Hal tersebut tentu mmbuat saja hampir membuat Nathan mengumpati Ryan kasar.

"Dasar ceroboh!" Nathan menatap Ryan jengkel ketika mendengar insiden yang baru saja dia alami tadi pagi.

"Ini semua karena kau, Bodoh!" sungut Ryan tak terima. Mereka tengah berjalan bersama di lobi kantor.

"Seharusnya kau tidak perlu sampai membuat masalah seperti itu," cibir Nathan pada majikan sekaligus sahabat baiknya tersebut.

"Masalah yang kau maksud itu sudah selesai!" sahut Ryan malas sembari mempercepat langkahnya mendahului si Nathan.

Keduanya bergegas menuju mobil Ryan untuk pergi ke suatu tempat.

...**********...

Nathan memarkirkan mobil Ryan pada sebuah pemakaman elit yang berada di sudut ibu kota. Keduanya keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat yang sudah mereka hafal di luar kepala.

Terdapat dua nama di satu makam yang sekarang mereka datangi.

Martin Abraham Cetta dan Belinda Aurellia Cetta.

Ya, tepat tujuh tahun lalu Belinda memilih menyerah untuk tetap hidup. Depresi yang dialami wanita itu sejak kehilangan Anna membuat berbagai penyakit datang menghinggapi tubuhnya yang semakin kurus tak berisi.

Tak hanya kesehatan Belinda saja yang memburuk, perusahaan milik sang suami juga hampir saja bangkrut karena Belinda tidak mampu lagi bekerja.

Oleh sebab itu, mau tidak mau Ryan harus menggantikan posisi ibunya dan melepaskan cita-cita menjadi seorang pengacara saat itu juga.

Beruntung, meski terbilang masih muda, Ryan mampu memegang tanggung jawab besar tersebut. Dia juga dibantu oleh beberapa pegawai sang ayah, termasuk Tyo yang akhirnya diangkat menjadi pegawai kantor di sana. Kendati demikian, beliau masih suka mengantar sang ibu untuk melakukan medical check up ke rumah sakit.

Sampai pada akhirnya dia bertemu dengan Nathan, karyawan magang di kantornya.

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk saling mengakrabkan diri. Ryan bahkan langsung mengangkat Nathan menjadi sekretaris pribadinya ketika masa magang telah usai.

Lalu, bagaimana dengan Anna?

Selama ini Ryan terus berusaha mencari keberadaan Anna. Namun, fokus mereka mulai terbagi ketika Belinda sakit keras.

Ryan bahkan sempat kehilangan arah saat dipenghujung kematian ibunya, sebuah fakta menyakitkan terkuak.

Ryan yang selama ini menganggap dirinya adalah bagian dari keluarga ini, ternyata hanya seorang anak angkat yang diambil dari panti asuhan puluhan tahun silam.

Mengetahui hal tersebut, rasa marah dan kecewa tentu saja menghampiri benak Ryan. Ingin rasanya dia memaki semua orang yang telah menyembunyikan kenyataan itu.

"Maafkan Ibu karena sudah mengatakan ini. Ibu hanya tak ingin membawa rahasia ini ke dalam kubur. Ibu harap, kamu tidak merasa kecewa, sebab dari mana pun kamu lahir, kamu tetap anak Ibu dan ayah."

"Jangan pula salahkan dirimu soal kehilangan Anna. Maafkan Ibu karena sempat marah padamu ya?"

Ryan sontak mencengkeram erat dadanya yang kembali terasa sakit. Perkataan terakhir sang ibu selalu terngiang-ngiang di kepalanya.

Butuh waktu bagi Ryan untuk menerima kenyataan tersebut. Hampir dua tahun pasca kematian Belinda, pria itu memilih bangkit dan menebus kesalahannya dengan mencari Anna.

Dia juga berusaha sekuat tenaga menjaga perusahaan mereka, agar kelak bisa diberikan pada Anna. Namun, hingga saat ini Ryan masih juga belum menemukan adiknya tersebut.

"Jangan khawatir apa pun, Bu, Yah, aku pasti akan menemukan putri kecil kalian," gumam Ryan lirih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!