Hari berganti, hari ini adalah pesta pernikahan Dodi dan Clara, semua tamu undangan yang hadir tidak terlalu banyak hanya rekan kerja Dodi dan keluarga terdekat saja.
Di dalam kamar Jingga ada Al dan juga Nila ketiga anak Amelia itu sedang berkumpul di sana, mereka enggan turun ke bawah menghadiri pesta sang ayah alasnya ya karena tak ingin punya mama baru.
tok tok ...
mereka bertiga menengok ke arah pintu ketika melihat siapa yang datang, ternyata itu ibu mereka, Amelia begitu cantik dengan dandanan yang sederhana dia berniat memanggil anak-anaknya untuk bergabung dengan yang lain.
"Loh kok kalian nggak turun kebawah? malah ngumpul di sini, ada apa?"
"Ibu, kenapa sich ayah mesti nikah sama tuh cewe gatel? emang ayah yakin kalau anak yang di kandung tuh cewek beneran anak ayah?" tanya Nila.
"Hus kalau ngomong jangan gitu, biar bagaimana pun dia mama kalian sekarang, hati-hati kalau berbicara nggak baik kalau di dengar orang nanti timbul fitnah, sekarang kalian turun yeah gabung dengan yang lain ucapkan selamat untuk ayah dan mama Clara." Amelia memang selalu rendah hati entah terbuat dari apa hatinya dia bisa setenang itu melihat suaminya menikah lagi dengan perempuan lain.
Akhirnya setelah sedikit berdebat dengan ke tiga anaknya mereka turun bersama, pandangan mata Jingga begitu dingin melihat pasangan yang sedang duduk di pelaminan tersebut, ayah ya cinta pertamanya, panutannya kini menghancurkan segalanya.
"Nah gitu dong cucu-cucu oma dari tadi kalian pada kemana? ayo kalian ucapakan selamat untuk mama Clara." kelihatan sekali sang Oma sangat bahagia padahal Dodi bukan baru pertama menikah.
Dodi melihat ketiga anaknya baru bergabung di pesta, pandangan matanya jatuh kepada Jingga anak bungsunya, aura mata Jingga terlihat mencekam, sepertinya dia yang paling tidak suka dengan pernikahan dirinya dan Clara.
Lalu beralih melihat Amelia yang terlihat biasa saja dengan keadaan sekitarnya sepertinya dia sangat ikhlas dengan keadaanya atau mungkin sebaliknya.
-
Pagi hari semua orang sedang sarapan bersama, kecuali pasangan pengantin baru mereka baru terlihat menuruni anak tangga.
Al dan Nila yang melihat ayahnya segera menyelesaikan sarapan mereka.
"Kita pamit ya Bun." mereka berdiri lalu menyalami bundanya, Dodi yang melihat kedua anaknya ingin pergi lalu berkata
"Selesaikan sarapan kalian!" tanpa mendengar ucapan ayahnya mereka berdua berlalu pergi.
"Apa kamu yang mengajari mereka berprilaku seperti itu Lia, sebagai seorang ibu harusnya kamu lebih bisa mendidik anak-anak!" Dodi berkata tepat di depan meja makan mereka.
"Nanti aku nasehati mereka mas." bahkan Amelia masih bisa berbicara halus ketika Dodi membentaknya barusan.
brag...
Jingga menggebrak meja makan, dari tadi dia sudah mencoba untuk tidak bicara tapi setelah mendengar ayahnya yang sama sekali tidak menghargai ibunya yang teramat sabar itu akhirnya dia muak.
"Ayah bisa pagi-pagi tidak merusak mood kami, dengan menghadirkan Tante ini saja hari-hari kami sudah tidak baik, jadi jangan selalu membentak ibu."
plak
Dodi menampar anak bungsunya itu, jingga memegang pipinya tanpa mengeluh sakit sedikit pun.
"Mas." suara Amelia dan Clara
Amelia berjalan menuju anaknya yang hanya menatap datar sang ayah,
"Kamu nggak papa sayang." Amelia begitu khawatir melihat sudut bibir sang anak yang robek, dia ingin membawa putrinya ke ruang keluarga untuk di obati lukanya, tapi Jingga menolak karena sudah terlambat untuk pergi ke sekolah.
Setelah Jingga pergi Dodi memilih pergi ke ruang kerjanya, dia duduk termenung di kursi kerjanya entah dia menyesal atau marah yang pasti dia hanya duduk diam, Clara menyusul suaminya di ruang kerjanya.
"Mas, udah jangan terlalu di pikirkan mereka kan hanya anak-anak, nanti lambat laun mereka juga pasti akan mengerti." ujar Clara berbicara sambil mengusap bahu sang suami, Dodi menyuruh Clara duduk di pangkuannya dia memeluk istrinya itu.
"Maaf yeah sayang atas sikap dan ucapan anak-anak." Dodi berbicara sambil memandang istrinya, keduanya saling pandang kemudian Clara mencium mesra suaminya cukup lama.
-
Sementara di meja makan tinggal Amelia, dia duduk termenung sambil memikirkan suatu tindakan yang sudah di rencanakan sebelumnya, mungkin dia hanya diam tapi tidak ada yang tahu bahwa Amelia punya rencana sendiri untuk semua masalah ini.
Di sekolah Bangsa Al dan Nila sedang istirahat bersama mereka terlihat serius membicarakan sesuatu.
"Kamu yakin dek kalau yang kamu lihat itu dia? mungkin aja kan orang lain?" ujar Al bersuara.
"Aku yakin si soal itu kak, sayang waktu itu aku nggak video in jadi nggak bisa buktiin ke kakak."
"Kalau bener itu tante Clara kita harus cari banyak bukti, kasian bunda harus jadi korban di sini." sambung Al
Nila hanya mengangguk, mereka menyelesaikan makan siang mereka karena sebentar lagi jam kelas di mulai.
Sedangkan Jingga, dia bolos hari ini karena moodnya benar-benar berantakan, dia pergi ke danau dekat sekolahnya, saat sedang duduk ada pria paruh baya menghampirinya.
"Assalamualaikum ...." ucap pria tersebut, "apa paman boleh duduk di sini nak?" tanyanya pada Jingga.
Jingga, mengangguk dan membalas salamnya dengan nada sangat pelan nyaris tidak terdengar.
"Kalau ada orang mengucap salam tuh di jawab neng" ucap pria bersorban lengkap itu.
"Wa'alaikum salam."
"padahal kan gue udah ngucapin tadi dasar pamannya aja yang budek ya kan" ujarnya di dalam hati.
"Jangan suka menggerutu dalam hati tidak baik itu." sambungnya lagi sambil tersenyum.
Jingga mengerutkan dahinya tanda bingung dengan orang di sebelahnya ini kenapa dia tahu isi hatinya pikir Jingga.
Jingga lantas bangun dari duduknya ingin pergi tapi di urungkan mendengar suara paman tadi berbicara,
"Nama saya Sulaiman, saya punya pondok pesantren di daerah Jawa Tengah tepatnya di Brebes, tempatnya tidak terlalu besar tapi lumayan bersih dan rapi kalau neng jingga berkenan boleh berkunjung atau menimba ilmu di sana." ujar Sulaiman menawarkan.
Jingga semakin aneh dengan pertanyaan dari orang di depannya ini aneh menurut Jingga.
"Dari mana paman tahu nama saya? lalu kenapa tiba-tiba menawarkan saya mondok apa saya terlihat urakan atau seperti anak tidak punya orang tua dan rumah untuk tinggal?" ujar Jingga sedikit mengeraskan suaranya.
ekhm
"begini menurut saya neng jingga itu seperti sedang banyak masalah dan butuh tempat untuk curhat siapa tahu, suasana di pondok itu kan ramai damai penuh dengan hal-hal positif jadi bisa menjadi solusi, dari pada di sini sekolah bolos duduk di danau sendiri, kalau menurut saya sendiri itu merugikan, dan untuk nama neng Jingga bukan kah tertera di tame tag seragam sekolah!" jelas Sulaiman.
Setelah mendengar penjelasan panjang lebar orang di depannya Jingga lalu pergi dia bahkan lupa mengucapkan salam, lalu balik lagi berapa langkah "Assalamualaikum." ucapnya kemudian berlari menjauh.
Ustad Sulaiman yang melihat kelakuan Jingga hanya tersenyum kemudian menjawab salam dari Jingga "Wa'alaikum salam."
Sulaiman memilih duduk di sana sambil menunggu temanya.
bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Arta Nabil Abrisam
semngat bun
2023-06-06
0