"Pak Arga, bisa sedikit minggir enggak? gerah saya." Ujar Vanessa, merasa tidak nyaman sama sekali.
"Enggak bisa, saya nyaman kaya begini." Balas Pria itu malah makin mendekap erat tubuh Vanessa.
"Tapi saya enggak nyaman." keluh Vanessa.
"Tapi saya nyaman." Jawabnya tak peduli dengan keluh kesah Vanessa.
"Pak Arga maunya apa sih?" tanya Vanessa galak sembari berbalik posisi menghadap pada pria yang selama ini berdebat sengit kepada dirinya jika bertemu.
"Enggak ada, emang enggak boleh peluk istri sendiri?" tanya Balik Pria itu malah tersenyum membuat Vanessa salah tingkah sendiri.
"Enggak salah kalau kita nikahnya karena saling cinta. Lah kita nikah karena di grebek." balas Vanessa penuh penekanan.
"Banyak alasan kamu ya, kenapa sih kamu galak banget sama saya?" tanya Pak Arga pada Vanessa yang masih memasang Wajah juteknya.
"Bapak sih ngeselin banget jadi orang." Balas Vanessa.
"Ngeselin? darimananya?" tanya Pak Arga heran. Tapi kalau soal galak memang ia mengakui.
"Bapak emang enggak sadar kalau tiap di kelas bapak itu suka marah - marah sudah kaya orang hipertensi. Belum lagi kalau ketemu sama mahasiswa sudah kaya kulkas 12 pintu." Jawab Vanessa sesuai penilaiannya saat ini.
"Kamu kan enggak tahu saya aslinya seperti apa." Sanggah Pria itu.
"Paling juga sama kaya yang terlihat." Balas Vanessa.
"Sok tahu kamu. Saya aslinya itu baik hati, dan bertanggung jawab." kata Pria itu menyanggah lagi ucapan istrinya.
"Baik hati kok ngerjain saya, sampai kita kena gergek." Cibir Vanessa.
"Tapi saya kan bertanggung jawab, nikahin kamu." Balas Pria itu, masih tak mau kalah dengan Vanessa.
"Terserah, saya capek." Ujar Vanessa lalu memunggungi suaminya kembali.
Pak Arga tampak membiarkan saja istrinya bersikap demikian. Menurut dirinya sangat wajar karena mereka nikah paksa, dan perasaan mereka mungkin juga belum ada. Walaupun jujur saja kini ada yang lain di hati Pak Arga setelah ijab qobul itu terucap.
"Selamat tidur Van, maaf jika saya punya banyak salah sama kamu." Ujar Pak Arga lalu mengelus lembut rambut Vanessa.
Setelah mendengar ucapan itu, bukannya Vanessa bisa tidur nyenyak, tapi malah kepikiran, dan matanya enggan terpejam.
Begitu pula dengan Pak Arga, Ia juga tak bisa memejamkan matanya sedikitpun.
Keduanya bahkan sampai bolak balik posisi, hingga pada akhirnya mereka berhadapan kembali. Keduanya menjadi salah tingkah sendiri, saat menyadari netra keduanya bertemu. Tatapan mereka sama - sama dalam, dengan perasaan yang masih gamang, dan tak bisa di jelaskan. Susah memang bagi Vanessa menikah dengan musuh bebuyutan, dan orang yang paling ia hindari selama ini.
"Kamu kenapa tidak tidur?" tanya Pria itu pada istrinya.
"Enggak bisa merem." balas Vanessa memberi alasan.
"Sama, kita jalan aja gimana? Sekalian kita mengakrabkan diri." tawar pria itu mencoba meruntuhkan segala segala ego yang berkecamuk di dadanya.
"Lain kali saja sudah malam, kaki saya juga masih tak bisa jalan." Tolak Vanessa.
"Ya sudah lain kali saja." Jawab Pria itu seraya membuang nafasnya kasar.
Sedangkan Vanessa kini lebih memilih bangkit dari posisinya, dan ia kini sedang menyandarkan tubuhnya pada tepi ranjang empuk miliknya.
Sama - sama tak bisa tidur, tapi sama - sama tetap dalam diam membisu. Sungguh bukan malam pertama yang di idamkan oleh siapapun.
Seiring berpindah jarum jam mata Vanessa mulai berat. Gadis itu akhirnya bisa tidur dalam posisi duduk. Pak Arga yang masih belum bisa menjemput mimpinya, langsung mengubah posisi tidur gadis cantik yang kini menjadi istrinya itu.
"Selamat tidur, Van. Saya akan belajar mencintai kamu." Ujar Pria itu sungguh - sungguh. Tak lupa ia mulai membiasakan diri, mencium kening Vanessa sebelum menjemput mimpi.
Entah mengapa rasanya pria itu mendapatkan ketenangan saat mendekap erat tubuh mungil gadis cantik itu.
Keesokan harinya tentu saja Vanessa yang bangun lebih cepat. Ia mengerjap - erat saat cahaya kamarnya perlahan mulai masuk ke netra beningnya. ia juga merasa sedikit sesak nafas akibat pelukan Pak Arga yang begitu erat.
"Astaga, ini orang pengen banget gua cincang rasanya. Masa peluk sampai gua sesak nafas." Gumam Vanessa sembari mencoba memindahkan tangan Pria itu menjauh dari tubuhnya. Walaupun ya, usahanya sama sekali tak membuahkan hasil juga.
Merasa terusik dengan pergerakan Vanessa, Pak Arga lantas bangun, dan menatap wajah menggemaskan istrinya yang terlihat begitu cantik tanpa polesan makeup sedikitpun.
"Lepas, sesak nafas nih saya!" ujar Vanessa nampak terbawa emosi karena pria itu benar - benar memanfaatkan kesempatan. Jika di nalar secara logika, mana ada orang yang masih punya tambatan hati atau wanita lain, tapi bisa memeluk wanita lain dan tidur seranjang tanpa beban?
"Iya, galak banget sih." Jawab Pria dua puluh enam tahun itu seraya melepaskan pelukannya.
"Kenapa bapak meluk - meluk mulu sih?" tanya Vanessa kesal sendiri.
"Ya suka - suka saya dong, kamu kan istri saya. Seharusnya kamu tuh sadar diri, kamu sekarang posisinya apa? saya punya hak langsung loh atas apapun yang ada dalam tubuh kamu." Jawab Arga tegas. Ia memang terlihat sedikit marah, apalagi Vanessa benar tak mau memulai semua dari awal.
Mendengar pernyataan dosen killernya itu, tentu saja tubuh Vanessa seketika merinding disko. Ia jadi berpikir apakah pria itu akan meminta haknya sekarang?
"Hak apa? hak menghukum memarahi, dan membuat hidup saya tidak tenang gitu maksudnya?" tanya Vanessa masih memperlihatkan aura galaknya.
Pria itu tak menjawab, hanya tersenyum smrik lantas turun dari ranjang.
"Van, Van, saya sudah berbaik hati loh, mau bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Padahal bisa saja saya membiarkan kamu tetap dalam kondisi itu dengan cap buruk sebagai wanita yang tak baik karena tidur dengan dosennya sendiri." Jawab Pak Arga mulai memperlihatkan wajah galaknya.
"Oh? Anda sengaja ya ingin menghancurkan saya? jahat sekali ya anda." balas Vanessa benar - benar bertambah murka dengan lelaki dingin yang kini ada di hadapannya itu.
Pria itu tak menyahut, lalu lebih memilih pergi meninggalkan Vanessa sendiri. Sementara gadis sembilan belas tahun itu hanya bisa menangis dan tak bisa berbuat apapun.
Pagi itu ternyata Pak Arga tengah mengakrabkan diri dengan mertuanya. Ia bahkan bisa langsung klop apalagi saat membahas tentang bisnis.
"Sarapan dulu Pa, Arga." Intrupsi Mama Ani yang sudah selesai menyiapkan sarapan bersama art rumah.
"Iya, Ma." Jawab kedua pria beda generasi itu kompak.
"Ayo Ga, masakan mama enak loh. Vanessa juga pintar masak sebenarnya tapi ya kalau lagi ingin aja dia masaknya." Ajak Papa Haris seraya bercerita.
"Oh begitu Pah." Jawab Pria itu manggut - manggut saja.
"Iya, minta aja kamu buat dimasakin setiap hari." Saran papa Haris memunculkan ide cemerlang di benak Pak Arga.
Sesaat setelah itu keduanya sudah sampai di meja makan, tapi belum ada tanda - tanda Vanessa akan bergabung dengan mereka.
"Vanessa belum bangun Ga?" tanya Papa Haris pada Pak Arga yang kini statusnya adalah suaminya.
"Tadi sudah bangun kok Pa. Coba Arga panggilkan." Jawab Pria itu seraya berinisiatif memanggilkan istrinya.
Kedua orang tua Vanessa nampak membiarkan pria itu masuk ke kamar anaknya untuk memanggil putri mereka.
"Van, ayo sarapan!" ujar pria itu seraya membuka pintu.
Tapi sama sekali tak ada jawaban, malah pria itu terkejut dengan apa yang ia lihat dimana Vanessa tergeletak di lantai dengan darah bercucuran dari tangannya.
"Apakah Vanessa berniat bunuh diri?" tanya pria itu khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments