Erlangga terkejut karena suara benda yang jatuh di lantai bawah dengan segera dia berlari menuju ke arah suara, dirinya sempat bingung karena situasi tampak gelap. Apakah rumahnya kemasukan maling, bukankah di depan ada sekuriti yang berjaga.
Erlangga mencari saklar lampu menghidupkan kembali lampu bagian tengah netranya mencari sesuatu tapi tidak ketemu. Erlangga hampir menyerah dia pun ke dapur berniat mengambil minum menetralkan hatinya.
Krek.
Suara pecahan kaca menusuk ke telapak kakinya. Erlangga mengaduh kesakitan, ”Astaga apa ini?”
Buru-buru dia menyalakan lampunya, Erlangga tercengang melihat tubuh Aira tergelatak di lantai. ”Ya ampun Aira, bangun!” Erlangga panik menepuk pipi kiri gadis itu namun Aira diam tak bergeming.
Tanpa pikir panjang Erlangga segera membopong tubuhnya membawanya ke sofa lebih dulu, kakinya sendiri terasa nyeri dirinya tidak kuat menggendongnya hingga ke atas. ”Ish, kenapa berat sekali padahal tubuhnya kecil,” gerutu Erlangga setelah meletakkannya dia buru-buru memanggil sekuriti di depan.
”Ron, sini! Cepat siapkan mobil antarkan saya ke rumah sakit sekarang!”
”Baik.”
Erlangga membiarkan Roni menggendong tubuh Aira masuk ke mobilnya sepuluh menit mereka bertiga sampai di rumah sakit.
”Bagaimana keadaannya Dok?” tanya Erlangga dia merasa cemas namun bukan karena cinta Erlangga takut jika keluarganya tahu karena pastinya dia akan kena marah mamanya.
”Apa dia tidak makan selama beberapa hari?” tanya Dokter Mardiana. ”Tubuhnya dehidrasi, boleh tahu hubungan Anda dengan pasien?”
”Saya suaminya Dok,” ucap Erlangga ragu.
Dokter pun menggelengkan kepalanya, ”Apa bapak tahu jika istri Anda tidak makan selama ini?”
Erlangga merutuki dirinya sendiri bagaimana mungkin dia bisa tidak tahu jika Aira tidak makan selama ini. ”Saya sibuk di kantor seharian Dok, jadi tidak begitu memperhatikan istri di rumah.”
Dokter Mardiana terlihat marah dan menaruh curiga pada Erlangga suami macam apa dia sehingga sama sekali tidak memikirkan istrinya. Tunggu, atau mereka berdua sedang bertengkar sehingga tidak memperhatikan satu sama lain.
”Apa kalian pasangan pengantin baru?” selidik Dokter Mardiana.
”Benar kami baru beberapa hari menikah.”
”Ya sudah lain kali lebih diperhatikan jangan sampai terulang lagi.”
Dokter tersebut pergi meninggalkan Erlangga yang masih berdiri di depan pintu dengan tertatih dirinya masuk ke ruang rawat Aira. Dirinya sendiri harus menjahit telapak kakinya yang robek karena goresan pecahan piring. Sandal rumahan yang dipakainya ternyata tidak mampu melindungi kakinya.
Aira sendiri tergolek di brangkar rumah sakit matanya terpejam selang infus menancap di lengannya.
”Kenapa kamu melakukan hal ini, dasar gadis bodoh!” lirih Erlangga manik matanya menatap ke arah Aira yang terbaring tak berdaya ada rasa kesal menjalar di hatinya karena gadis itu dengan bodohnya mengabaikan kesehatannya sendiri.
Erlangga terlelap duduk di kursi hingga dia tidak sadar jika Aira telah membuka matanya dan terkejut melihat sosok yang ada di hatinya sedang tertidur di sampingnya.
Aira hanya menatap lesu padanya, dia masih bertanya pada diri sendiri tentang sikap suaminya yang berubah, jika memang dia tidak menyukainya seharusnya lamaran itu tidak terjadi bukan, Aira terus menatap wajah tampan yang sedang terlelap dalam tidurnya berharap dia akan tersadar dan berubah menjadi pria yang baik untuknya. Tidak! Erlangga itu pria yang baik, mungkin saat ini dia sedang khilaf. Aira terus bermonolog sendiri dalam hati hingga Erlangga terbangun.
”Sudah puas memandangiku?”
Aira tersentak mendengar suara bariton yang mengagetkannya sejak kapan pria itu membuka matanya.
”Jika sudah lebih baik, kita segera pulang aku tidak suka berada di sini.”
”Maaf.” Hanya kalimat itu yang terdengar Aira sendiri memalingkan wajahnya ke samping karena tidak tahan dengan tatapan mata Erlangga yang seakan mengintimidasinya.
”Jangan pernah kau ulangi lagi dan ingat satu hal, jangan pernah menceritakan apapun pada keluarga kita mengerti!”
Aira menoleh ke arah Erlangga, apakah dia salah mengira selama ini dan hari ini dia baru mengetahui dari sekian banyak sifatnya. Kenapa dulu di kampus dia terkenal dengan sebutan pria yang baik. Bertambah lagi pertanyaan di hati Aira saat ini.
***
”Mbak,” panggil Abimana membuat Dokter spesialis gizi bernama Mardiana pun terkejut karena adiknya sudah berada di depan meja kerjanya.
”Ada apa pagi-pagi sudah datang ke sini apa kau tidak memiliki kerjaan di luar sana?”
”Ya ampun Mbakku tercinta, Mbak gak lihat kalender di dinding itu. Sekarang tanggal merah Mbak, mana ada kantor buka!”
Mardiana menepuk keningnya saking sibuknya dia sehingga tidak tahu jika hari ini adalah tanggal merah. Tapi apapun itu baginya sama saja karena dia harus tetap berjaga di rumah sakit tugasnya sebagai pemilik rumah sakit harus selalu dia utamakan karena menyangkut nyawa orang lain.
”Lagi ngapain sih Mbak kok kelihatannya sibuk sekali?” Abimana Aryasatya meraih kertas yang ada di meja dibacanya kertas tersebut dan terkejut melihat nama Aira Salsabila tertera di sana. Nama tersebut mengingatkannya pada seseorang beberapa tahun yang lalu sebelum dia meninggalkan Indonesia demi melanjutkan studinya di luar negeri.
”Ini pasien baru? Dia kenapa?” tanya Abimana membolak-balik kertas di tangannya.
Mardiana hanya mengangkat bahunya singkat, dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya pada adiknya. Namun perlahan dia pun akhirnya mengatakan apa yang dia ketahui.
”Gila itu suaminya kenapa bisa terjadi seperti itu,” seru Abimana.
”Ya bisa jadi karena pertengkaran lalu si istri marah dan mogok makan bisa atau yang lebih kejam lagi suami gak kasih makan istrinya itu yang paling ekstrim jika tidak mencintainya kenapa dulu menikahinya.”
Abimana mengangguk faham dengan penjelasan kakaknya. ”Itu juga sebab kenapa aku belum menikah sampai saat ini.”
”Ck! Alasan Kamu!”
Tok ... tok ... tok ...
Seorang suster masuk ke ruangan Dokter Mardiana. ”Ada apa Sus, kenapa terburu-buru sekali?”
”Pagi Dok, maaf itu pasien atas nama Aira Salsabila meminta pulang hari ini, saya sudah menjelaskannya tapi dia tetap bersikeras memintanya sekarang Dok,” jelasnya.
”Sebaiknya Mbak periksa dulu, jika memang boleh pulang ya sudah asalkan kondisinya benar-benar fit kan,” sahut Abimana.
”Mana boleh, dia itu harus dirawat lebih dulu beberapa hari biar kondisinya benar-benar fit. Aku kesana dulu ya!” Mardiana meninggalkan adiknya di ruangannya sendirian.
Dia bergegas menemui pasien yang keras kepala tersebut di kamar inapnya.
”Anda tidak boleh pulang Bu, kondisi belum sepenuhnya fit lebih baik istirahat di sini saja,” saran Dokter Mardiana, dia harus bersabar pada pasiennya.
”Tapi Dok, saya rasa saya sudah sehat,” ucap Aira.
Dengan segera Mardiana memasang stetoskopnya dan memeriksa kesehatan Aira, dibantu asistennya memeriksa tekanan. darahnya.
”Anda lihat, tekanan darah Anda belum normal tolong diperhatikan jangan sampai Anda kembali jatuh sakit.”
”Tapi Dok ... ”
”Mbak ponselmu ketinggalan ada telepon dari Mas Rizal.” Abimana menyerahkan ponsel kakaknya pada Mardiana.
”Aira,” lirih Abimana terkejut melihat siapa yang ada di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Ning Mar
lanjut
2023-05-29
0
Tukang_Halu
Duh bikin penasaran aja nih othornya, lanjut Thor!
2023-05-28
1