Makan malam yang dibayangkan indah oleh Aira ternyata bertolak belakang dengan kenyataan yang baru saja dia dengar dari suaminya, dengan jelas Erlangga mengucapkan kalimat yang tidak ingin dia dengar. Apakah dia sudah salah mengartikannya selama ini? Kepala Aira semakin sakit jika mengingat hal itu , kalimat demi kalimat terngiang jelas membuatnya susah untuk memejamkan kedua matanya.
”Ya Allah, sesakit inikah mencintai?” pekik Aira dirinya beranjak ke dapur mengambil air minum dan menelan beberapa butir obat yang dia bawa dari rumahnya, kepalanya terasa sakit dan dia tidak bisa menahannya lagi.
Gambaran pernikahan yang bahagia ternyata hanya bayangannya saja karena faktanya Erlangga sama sekali tidak mencintainya bahkan dia mungkin membencinya tapi apa alasannya, Aira ingin tahu. Aira pun akhirnya memilih untuk mengambil wudhu dan bermunajat pada-Nya mengeluarkan segala isi hatinya pada sang pemilik hati.
”Mas sarapan dulu ya,” ucap Aira memaksakan diri untuk berani dan dia pun mengganti panggilan ’Kak’ menjadi ’Mas’ mungkin itu lebih baik dan enak didengar oleh orang.
”Baik,” jawab Erlangga datar bahkan melirik ke arah Aira pun tidak hal itu membuat wanita yang ada di sampingnya merasakan sesak seketika.
”Nanti siang tolong antarkan makan siang ke kantor ya, aku kirimkan alamatnya.” Erlangga berlalu begitu saja meninggalkan Aira di rumahnya yang cukup besar.
Aira pun hanya dapat memandangi tubuh kekar yang menghilang di balik pintu hingga suara mobilnya pun tak lagi terdengar. Aira menangis sejadi-jadinya wanita mana yang tidak terluka mendengar pengakuan suaminya sendiri jika dia sama sekali tidak mencintainya, lalu untuk apa ijab qabul yang dia ucapkan di depan Pak penghulu kemarin pagi dan bahkan dia pun harus tidur terpisah dari suaminya sendiri dengan alasan yang tidak jelas.
Aira tidak dapat lagi membendung rasa kecewanya itu, apakah pilihannya salah padahal dia sangat mencintainya bahkan kakaknya Amara mendukungnya ketika dia bercerita tentang Erlangga padanya dan dia sendiri yang memberi support padanya untuk tetap mendekatinya. Sayangnya Aira tidak melakukan hal itu dan saran dari Amara dia abaikan karena Aira terlalu malu untuk mendekati Erlangga terlebih dia adalah seorang wanita tidak sepantasnya dia mengejar laki-laki.
Aira terus menitikkan air mata hingga tak sadar dia pun tertidur di sofa, kepalanya kembali pusing Aira bingung pada siapa harus membagi keluh kesahnya saat ini selain dengan Tuhannya.
Pukul sebelas ponselnya menyala dan terlihat panggilan masuk ke sana, dengan enggan Aira membukanya.
’Mas Erlangga calling ... ”
”Assalamu’alaikum, ada apa Mas?”
”Apa kau sudah menyiapkan makanan untukku?”
Aira mengerjapkan kedua matanya mendengar perkataan suaminya, dilihatnya jam dinding. Aira terkejut karena saat ini jam sebelas lebih itu berarti dia harus segera membuat makan siang untuk suaminya.
”Be-belum Mas, ini baru saja mulai.”
Aira tidak dapat menahan kegugupannya mengingat waktunya tidak banyak dan lagi kenapa dia bisa tertidur di sofa, Aira merutuki kebodohannya sendiri.
”Segera bersiap nanti akan aku pesankan taxi yang menuju ke kantor.”
Bip.
Sambungan telepon itu langsung terputus begitu saja bahkan tanpa pamit berucap salam. Aira tak ingin membuang waktunya lagi dia segera memasak apapun yang ada di lemari pendingin bahan yang tersisa dan sekiranya bisa dia masak dalam waktu singkat.
Aira masuk ke kantor Erlangga banyak pasang mata menatapnya, tentu saja hal ini membuat Aira gugup dan jadi salah tingkah. ”Dimana ruangannya Pak Erlangga?”
Wanita cantik dan sexy di depan Aira memandanginya dengan penuh tanda tanya, ”Apa sudah buat janji sebelumnya?” Rose wanita itu bernama Rose terlihat di name tag baju bagian atas.
”Saya disuruh mengantarkan makan siangnya.”
”Tunggu sebentar!”
Rose mendial nomor kode telepon di depannya percakapan pun terdengar begitu nyaring di ujung sana bahkan ada suara tawa suaminya terdengar begitu bahagia.
”Silakan, lantai dua tiga begitu keluar ambil kiri pintu paling ujung itu ruangan Pak Erlangga,” jelas Rose.
Aira hanya mengangguk dan berucap terima kasih sebelum melangkah pergi. Aira pun berjalan cepat hingga tibalah dia di depan pintu ruang kerja Erlangga dengan ragu dia membuka pintunya.
Prang!
Box makan yang dipegang oleh Aira terjatuh di lantai dan isinya berhamburan keluar. Aira merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Aira segera keluar berlari secepatnya seraya mengusap air mata yang jatuh di pipinya, sakit! Itulah yang dirasakan oleh Aira.
***
Malam menjelang namun rumah tampak sepi bahkan tidak terlihat ada tanda-tanda kehidupan di rumah Erlangga. Aira sudah mengurung dirinya di kamar semenjak kejadian tadi siang dia berada di kamarnya bahkan tubuhnya belum kemasukan makanan meskipun hanya sebutir nasi. Dia mengabaikan panggilan-panggilan yang masuk ke ponselnya bahkan dia sengaja mengunci pintu kamarnya agar Erlangga tidak masuk ke kamarnya dengan mudah.
Kedua matanya sembab karena terus menangis tapi dia tidak peduli yang dia rasakan itu nyeri dalam hatinya kenapa suaminya dengan mudah berbagi bibir dengan wanita lain, Aira masih ingat dengan jelas bagaimana Erlangga penuh nafsu mengecup seorang wanita yang duduk di pangkuannya. Aira merasa jijik jika ingat hal itu.
Tok ... tok ... tok ...
”Aku tahu kau ada di dalam keluarlah, makanan sudah siap!” teriak Erlangga tapi Aira tidak memperdulikannya dia tetap diam tak bersuara.
”Terserah kamu mau makan atau tidak, aku tidak peduli. Ingat jika kau sakit jangan bawa-bawa namaku di depan orang tua kita!”
Beberapa menit berlalu suara Erlangga sudah tidak lagi terdengar. Aira memilih tidur dan tidak mengisi perutnya biarlah dia menahannya hingga besok pagi, Aira pikir dia masih kuat bertahan hingga esok. Namun beranjak dini hari dirinya terbangun karena lapar.
”Ish, kenapa perutku rasanya lapar sekali,” lirih Aira tubuhnya mulai demam dan lemas untuk berjalan saja dia butuh pegangan.
Aira membuka pintu perlahan sangat pelan dia tak ingin membangunkan si pemilik rumah dan bergegas melangkah ke dapur mencari makanan. Diliriknya meja makan masih ada piring-piring yang belum dibereskan, mungkin Erlangga pikir Aira akan keluar membereskannya tapi sekarang sudah jam tiga dan Aira baru bangun karena lapar menyerangnya.
Aira mengambil sebutir telur, dia ingin memasak mie instan mungkin lebih praktis daripada dia harus memotong banyak sayuran dan tak ada yang memakannya, tak lupa dia membereskan sisa makan malam suaminya yang masih berserakan di atas meja.
Aira pikir setelah beres dia bisa segera menikmati makanannya tapi ternyata dia salah karena lantai tempat dia berpijak pun masih kotor seolah ada kucing yang masuk ke dapurnya dan mengacaukan segalanya.
Aira sudah tidak dapat menahan rasa sakit di tubuhnya akhirnya dia terjatuh ke lantai diikuti suara piring yang ikut terjatuh dari tangannya.
Prang!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments