MASA KECIL KU
Hamparan perkebunan sawit telah menghiasi pekarangan rumahku. Di daerah sini memang jauh dari perkampungan, Ayah memilih tinggal di kaki gunung karna jauh dari hiruk pikuk warga, ayah lebih senang hidup dengan damai dan aman. Meski sejatinya manusia itu di ciptakan untuk hidup bersosial. Bukannya aku dan ayah tidak suka hidup bersosial tapi aku dan ayah lebih suka hidup damai dengan keheningan dan keheningan itu kita ukir bersama kebahagiaan yang teduh dan hakiki.
"KHADIJAH...", panggilan ayah membuyarkan lamunanku. Aku pun beranjak menemui ayah di dapur, ayah selalu memasak jika pulang berkebun. "Ada apa abah?", semburat senyum terukir di wajah tampan ayah, ayahku memang blasteran, dia berasal dari Turki, ibuku berasal dari Jawa ayah dan ibuku kenal sewaktu mereka studi di Turki, ya, ibuku dapat beasiswa luar negri dia studi di Cankaya University. Ayah memilih tinggal di Indonesia karna dia tidak punya keluarga ada satu kembaran ayah yaitu adiknya namanya Husen Ahmed. Tapi sejak SMA adik ayah meninggalkan ayah entah dia pergi kemana ayah pun tidak tahu. Sedangkan ibuku adalah seorang yatim piatu dia tinggal di panti asuhan. Ibuku berasal dari Jawa timur, tapi sekarang kita tinggal di Kalimantan ayah dan ibu ikut program pemerintah seusai menikah ayah dan ibu memili transmigrasi ke Kalimantan. Ibuku meninggal sewaktu usiaku 1 bulan.
"Cepat di makan nak, setelah ini kita ziarah ke makam umi", titah ayah. Aku mengangguk, hari ini usiaku 10 tahun. Setiap kali ulang tahun ayah selalu mengajakku ziarah ke makam ibuku. "Abah siapin motor dulu, kamu makan yang kenyang ya!".
"Iya, abah.", ayah keluar untuk memanasi motor nya, selesai makan aku menghampiri ayah. "Kamu sudah selesai makan?", aku mengangguk. Ayah merapikan hijabku dan memakaikan mantel untukku dia pun sudah siap dengan mantelnya aku dan ayah menaiki sepeda motor tak lupa helm juga kita pakai, selama 1 jam perjalanan kita sampai di makam ibu. Di lihatnya nama ibu yang terukir di nisan dan kita berdoa. "Umi, Khadijah sudah besar sekarang dia berumur 10 tahun dia sudah bisa menghafal 20 juz Al Qur'an umi, kamu disana pasti bahagia, jujur aku ingin sekali menemui mu umi, tungguh aku,aku sadar Khadijah saat ini masi membutuhkanku", guman ayah dalam hati.
***
Di tempat lain di Ankara terlihat beberapa gerombolan laki-laki memakai baju serba hitam melakukan sebuah transaksi, transaksi ilegal senjata api. "okey, kamu cek barangnya!", titah Amer pada anak buahnya. Anak buahnya berhambur mengecek barang tersebut. selesai mengecek barang anak buah Amer kembali ke posisi semula di belakang Amer. "Satu barang yang belum selesai di buat, jika sudah selesai aku akan menghubungi mu", titah Husen. Amer menatap Husen dengan sinis. "Jangan perna main-main. INGAT ITU!!", tekan Amer berlalu meninggalkan Husen sendiri.
Husen tersenyum licik, "Jika kamu tahu aku telah menjual sniper yang kau inginkan pada klan musuh mu", geram Husen.
Husen adalah adik dari Hasan Ahmed. dia memilih pergi dari Hasan dan bergabung dengan bisnis persenjataan ilegal.
Satu tahun lamanya Amer menungguh sniper yang di pesan tapi tak kunjung di kirim, dia geram karna klan nya telah di lumpuhkan oleh klan milik Brid. Sniper yang di pesan oleh Amer telah di jual ke Brid, Amer geram dengan Husen yang telah menipunya. Dia menyuruh semua anak buahnya menangkap Husen. Tapi Husen telah meninggalkan Ankara.
5 Tahun kemudian..
Hari ini usiaku sudah 15 tahun, sekarang aku sudah SMA, 2 tahun lalu aku di Lantik lulus Tahfidzul Qur'an di kota. Ingin ku melanjutkan untuk ke pondok pesantren tapi jika aku ke pondok ayah akan sendirian di rumah, ku kubur dulu keinginanku. Ku lihat ayahku sedang melamun, entah apa yang dia pikirkan aku pun tak tahu, aku mendekati ayah dan duduk di sampingnya. "Abah...", lirihku, ayah menatapku. "Ada apa nak?". "Kenapa aba sedih?", tanyaku. ayah memelukku, "Abah tidak sedih nak, aba bersyukur karna kamu sekarang sudah remaja nak, kamu harus pandai-pandai menjaga diri, jangan pernah kau lepas hijab mu, dan jika nanti kamu punya suami kamu harus berbakti padanya, dan jika suamimu salah maka kamu wajib mengingatkannya nak, dan jika dia di jalan yang tidak Allah ridhoi kamu wajib menuntunnya ke jalan lurus yang Allah ridhoi nak!", pesan ayahku, aku akan selalu mengingatnya. "Iya abah, abah kenapa abah bicara begitu? abah, aku tidak akan meninggalkan abah, walaupun sudah menikah kelak aku akan selalu bersama abah", ayahku tersenyum mengusap kepalaku yang terbalut hijab. "Kita tidak tahu nak takdir Allah kelak". aku memeluk ayah dengan erat tidak ingin ku lepas. Kenapa ayah bicara seolah kita akan berpisah.
"Ayo kita ziarah ke makam umi!", ayah mengajakku ke makam umi seperti biasa kita menaiki motor melewati jalan yang berliku akhirnya kita sampai di makam ibu aku dan ayah membacakan surat Yasin dan juga tahlil.
"umi, Khadijah sekarang sudah besar umi, umi doakan Khadijah bisa menjadi anak kebanggaan umi dan abah".
"Umi, tadi Husen datang dia bilang dia sedang di incar oleh mafia, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan umi", lirih ayah dalam hati, ku lihat ayah menangis dia menyeka air matanya dengan cepat. "Abah, jangan menangis, kalau abah menangis kasihan umi", ayahku beranjak dari makam umi, mungkin ayah takut jika dia menangis di makam maka umi akan tersiksa. Kami kembali pulang, aku ingin bertanya kenapa ayah menangis, tapi aku tidak punya keberanian.
Saat makan malam ayah bicara padaku dia ingin aku meneruskan SMA di pesantren di kota. Tapi aku tetap tidak mau biar aku melanjutkan sekolah di kampung.
Ayah sudah 3 hari badannya demam, semenjak waktu malam itu kami tidak banyak berkomunikasi. Di daerah ku tinggal tidak ada klinik, puskesmas pun berada di kecamatan dan bisa menempuh perjalanan sekitar 2/3 jam. Sedangkan aku tidak bisa bersepeda, jalan satu-satunya aku harus membuat obat herbal dari dedaunan.
"Tungguh sebentar abah, di hutan mungkin ada dedaunan yang bisa aku ambil untuk membuat obat abah, aku pergi dulu". Aku meninggalkan ayah ketika beliau istirahat.
Di kaki gunung aku menyusuri hutan mencari dedaunan herbal untuk ramuan obat untuk ayah, ketika ku rasa sudah cukup aku beranjak kembali pulang karna takut keburu sore, saat perjalanan pulang terdengar bunyi tembakan mungkin itu cuma orang yang berburu di hutan. Tapi beberapa bunyi tembakan terdengar dari arah rumahku. Ku percepat langkah kakiku agar cepat sampai di rumah dan benar saja saat sampai di depan rumah banyak orang berbaju serba hitam mengelilingi rumahku bahkan mereka semua membawa tembak. Aku berlari masuk ke dalam rumahku tapi orang-orang itu mencegahku, bahkan tanganku di cekal oleh 2 orang laki-laki tapi terus aku memberontak dan kulihat ayahku telah terkapar di lantai, ku langkahkan kakiku ingin memeluk ayah tapi sebuah hantaman dari belakang mengenai kepalaku hingga terjatuh, sayup ku melihat seorang laki-laki menghampiri ayahku, mataku terlelap aku pun tak sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Neulis Saja
yg menghampiri ayahmu adalah calon suamimu
2024-12-10
0