Rumah.

Naya dan Rian keluar dari taxi yang membawa mereka dari bandara ke depan pintu rumah mereka.

Naya membawa dua koper besar yang berisi pakaian nya, sementara Rian membawa dua koper Naya yang berisi buku buku Naya, sertifikat, dan berkas berkas yang menghasilkan uang selama ini.

“Maaf, rumah nya kecil” ucap Rian masuk membuka pintu rumah nya— rumah mereka yang akan mereka huni.

Rumah Rian berada di perumahan kalangan menengah. Dan letaknya sangat strategis, di dekat perumahan itu ada mall yang menyediakan berbagai keperluan rumah tangganya, mulai dari kebutuhan pokok hingga non pokok.

Pun dengan tempat Rian bekerja, perjalanan nya hanya memakan waktu sepuluh menit.

“Ah.. Tidak masalah, lebih baik kecil dari pada besar namun tidak nyaman” jawab Naya tersenyum, dia masuk ke dalam.

Suasana rumah itu sangat nyaman, sedikit dingin. Rumah itu sedang, tidak kecil. Dekorasi di ruang tamu itu hanya polos, tidak ada dekorasi sama sekali, baik foto, ataupun miniatur miniatur.

“Di sini sangat polos, tidak ada foto ataupun dekorasi apapun” ucap Naya melihat sekeliling nya, lalu mengomentari nya.

Rian mengangguk mengiyakan perkataan dari sang istri, “Benar, aku terlalu malas, aku hanya fokus pada pekerjaan ku, dan mungkin jika kamu mau, kamu bisa mendekor nya sesuka hati mu, pekerjaan itu biasanya di lakukan oleh seorang wanita” ucap Rian meletakkan koper itu di bawah.

“Kau mengizinkan nya?”

“Benar, kamu letakkan dulu koper mu, ayo kita melihat rumah yang akan menemani kita” ujar Rian mengulurkan satu tangannya pada Naya.

Naya mengangguk, dan dia terkejut ketika tangan suaminya itu terulur pada nya. Dengan ragu, dia menerima uluran tangan itu.

Naya tersentak kecil saat Rian menggenggam tangan nya dan tersenyum ke arah nya.

“Ayo” ajak Rian.

Naya hanya mengangguk.

Jika kita melihat rumah sederhana ini, kita dapat melihat langsung bahwa rumah ini memiliki gaya T terbalik. Dengan gaya lurus dan memiliki ruang lebar di belakangnya, persis seperti huruf T terbalik.

Lorong yang lumayan panjang itu memiliki tiga kamar. Rian membawa Naya ke kamar pertama, kamar itu memiliki cat berwarna cream dengan satu meja dan kursi saja di dalamnya. Sangat simple dan membosankan kan. Pikir Naya.

“Ini adalah ruang kerja ku” ucap Rian menjelaskan bahwa ruangan pertama di rumahnya adalah ruangan yang yang memiliki fungsi sebagai ruangan kerja.

“Sangat simpel, tapi terlihat membosankan” nilai Naya. Rian hanya tersenyum, seperti nya istri nya itu memiliki selera arsitektur yang sangat tinggi.

Tapi jika di pikir pikir, benar juga apa yang di katakan oleh sang istri, Ruang kerja nya ini sangat membosankan jika di lihat.

“Seperti nya kamu memiliki selera arsitektur yang sangat tinggi, jika berkenan dan ada waktu kamu bisa merubah nya juga” Rian melihat raut wajah bulat sang istri menampilkan kebahagiaan, mata sipit nya berbinar seperti seorang anak kecil yang baru mendapatkan mainannya.

“Kamu mengizinkan ku?” tanya Naya menoleh untuk melihat wajah Rian. Sang suami.

“Seperti nya aku memiliki syarat untuk itu” jawab Rian tersenyum miring. Senyum yang menyimpan keuntungan untuk nya.

“Apa?”

“Cium dulu bibir ku” bisik Rian membuat Naya mematung. Cium bibir? dirinya tidak pernah melakukan itu kepada siapapun, dan sekarang suaminya meminta itu? dia masih belum mengerti bagaimana cium—

Cup. .

“Aku tahu kamu belum tahu bagaimana cara berciuman, untuk sekarang kamu mendapatkan pelajaran kecupan, dan untuk ciuman, kurasa nanti malam” bisik Rian. Pipi bulat Naya memerah.

“Ayo, aku akan menunjukan ruangan lain.” ucap Rian berjalan, tangan mereka masih belum terlepas.

Rian membawa Naya ke kamar nomor dua, “Ini adalah kamar kita” ucap Rian. Naya melebarkan matanya. Kamar? apa ini yang Rian maksud dengan kamar? kenapa kosong sekali jika melihatnya. Di kamar itu hanya ada lemari dan kasur yang terbalut dengan seprei bercorak... em.. barbie?.

Naya menoleh ke arah Rian. “Kamu menyukai barbie?” tanya nya dengan tatapan penuh selidik.

Rian meringis, dia tersenyum lebar dan menggaruk kepala belakang nya yang tidak gatal.

“Jangan bilang bilang, ayo kita keluar, kita melihat kamar sebelah” ajak Rian yang langsung membawa Naya keluar. Rian sangat malu. sangat malu dia merasa harga dirinya di pertaruhkan karena Naya melihat seperti barbie nya.

“Baiklah” ucap Naya, ketika merasa bahwa suami nya itu tengah di rundung malu.

“Ini adalah ruangan terakhir, ini ruangan kosong, entahlah, aku tidak tau akan di buat apa, jika kau ingin memakai ruangan ini, maka pakailah sesuka mu” ucap Rian. Ruangan itu adalah ruangan kosong, benar benar kosong. Tidak ada satupun barang yang berada di dalam nya.

“Aku masih belum ada rencana untuk mendekorasi ruangan kosong” ucap Naya. Untuk apa dia mendekorasi ruangan kosong yang benar benar kosong?.

“Baiklah, aku juga tidak mau menuntutnya, ayo aku akan mengenalkan dapur”

Mereka keluar, di belakang sendiri ada dapur dan meja makan nya, tapi di sudut sebelah kanan ada sebuah kamar mandi.

“Ini adalah dapur, ya, seperti yang kau lihat, aku tidak pernah menyentuh dapur ini, aku tidak bisa memasak.” ucap Rian menjelaskan.

Memang benar, di dapur ini sudah banyak debu yang bertebaran. Dan peralatan makan dan memasak pun tidak ada.

Naya manggut manggut. “Jadi kamu tidak pernah menginjakkan kaki mu di sini?” tanya Naya melepaskan pegangan tangan mereka.

Naya menelusuri dapur yang lumayan luas itu. Sama sekali kosong, tidak ada satupun dirinya melihat peralatan bahkan piring. Hanya ada galon, serta alat nya, dan dua gelas di depannya.

“Benar, aku selama ini hanya memakan makanan cepat saji” jawab Rian. Sebagai

“Kalau boleh tahu kamu menempati rumah ini berapa tahun?” tanya Naya penasaran. Dia melihat di rumah ini sangat kosong, kosong dari segi dekorasi dan kosong dari peralatan, dia berpikir jika rumah ini baru saja di huni.

“Baru dia tahun” jawab Rian enteng. Dia mengambil minum dan meminumnya.

Naya duduk di kursi makan, dirinya akan berbicara dengan suaminya. Menunggu sang suami selesai minum.

“Aku ingin berbicara” ucap Naya seperti meminta izin berbicara.

Rian hanya terkekeh, istrinya itu memiliki kebiasaan meminta izin untuk berbicara dengannya.

“Bicaralah, tidak perlu meminta izin dariku” ucap Rian duduk di depan Naya.

“Jangan marah ya” Naya takut.

“Iya, aku tidak akan marah”

“Sebenarnya aku tidak bisa memasak” ucap Naya dengan kecepatan 5G nya.

Rian diam, dia masih menatap wajah Naya dengan santai. Lain hal dengan Naya, dia sudah ketar ketir sendiri melihat reaksi santai dari sang suami.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!