Dua belas jam berlalu ...
Perjalanan menggunakan kereta siang sungguh melelahkan dan membuata keduanya sulit istirahat. Mereka berdua malah banyak bercerita dan saling membuka diri satu sama lain.
Sampailah Valeria dan Farel di kota kelahiran Vale. Dengan menaiki angkutan umum menuju desa Vale yang agak terpencil dan jauh dari kota besar. Angkutan umum yang disewa secara khusus oleh Farel karena ini sudah larut malam, tidak ada angkutan umum yang mengetem di dalam Stasiun.
"Masih jauh Val? Perasaan dulu gak sejauh ini?" tanya Farel pelan. Sudah lama tidak berkunjung ke rumah Vale, seperti jauh rasanya menuju rumah calon istrinya itu.
"Gak kok. Itu pertigaan belok kiri masuk gang dikit, kan udah sampe rumah ku, Rel," ucap Vale lembut.
Benar saja, tidak sampai lima belas menit angkutan itu berhenti tepat di depan rumah Valeria. Kedua orang tuanya masih menunggu kedatangan putrinya yang bilang ingin pulang. Namanya juga anak gadis, semua orang tua tentu was -was bila terjadi sesuatu, apalgi ini malam hari. Tadi Ayah Vale sempat menawarkan untuk menjemput dengan motor, tapi Vale menolak dengan alasan ia bersama teman yang ingin menginap di rumahnya.
Saat Valeria turun dari mobil angkutan itu, Ayah dan Ibu langsung menghampiri Valerian dan betapa terkejutnya mereka melihat farel ayng turun tepat setelah valeria turun.
"Kak, pulang sama cowok?" bisik Ibu Vale pada telinga Vale.
Vale hanya mengangguk kecil.
"Kakak gak apa -apa kan?" bisik Ibu kembali bertanya.
"Maksud Ibu apa?" tanya Vale bingung.
"Ekhemmm ... Takutnya begini," ucap Ibu lirih sambil memperagakan tangannya yang membuat bulatan di perutnya seperti orang sedang hamil.
"Ihhh ... Amit -amit jabang bayik. Istighfar Bu," ucap Vale sedikit terkejut dengan pemikiran Ibu yang telalu jauh dan negatif.
Farel yang selesai membayar angkutan itu pun langsung menatap Vale yang tadi berteriak agak histeris lalu menatap Ayah dan Ibu Vale.
"Ini Ayah dan Ibu aku, Rel. Dulu sudah kenal ya. Yah, Bu, Ini Farel temen SMA, Kakak. Dulu pernah kesini juga, main sama yang lain. Sekarang Farel mau ikut nginep dulu di sini," ucap Vale tergagap dan ragu.
Dengan sopan Farel langsung menyalami kedua orang tua Vale secara bergantian dan mencium punggung kedua orang tua itu dengan sikap hormat.
"Ohhh ... Ya, silahkan masuk dulu. Maaf berantakan, maklum adiknya Vale itu sedikit hiper aktif," ucap Ayah Vale dengan santai.
Farel sudah masuk ke dalam rumah sederhana Valeria. Ia juga mmebawakan tas Valeria sampai dalam. Tak lama Ibu keluar dari dalam dan meletakkan minuman dan cemilan dalam toples kaca ala kampung.
Suasana pedesaaan yang sunyi dan dingin cukup membuat Farel rindu saat berada di Pondok Pesantren yang berbeda desa dengan desa tempat tinggal Vale.
"Diminum Nak Farel. Kok sendirian, maksud Ayah, kok hanya berdua saja, bukannya kalian dulu ada ber -, berapa Bu sahabat Vale saat SMA," tanya Ayah Vale pada istrinya.
"Delapan Ayah," jawab Vale singkat sambil mengankat tas pakaiannya untukmasuk ke kamar dan menyiapkan kamar tamu untuk Farel istirahat.
"Oh iya, ada delapan, yang lain pada kemana?" tanya Ayah Vale pelan.
"Semuanya pada sibuk Ayah, ada yang gak pulang juga. Sibuk sama organisasi, dan acara lain," jelas Vale pada Ayahnya.
"Ohhh gitu. Kirain ada maksud lain," ucap Ayah santai seperti sudah tahu apa yang ingin di sampaikan Farel pada Ayahnya.
"Ekhemm ... Sebenarnya memang ada maksud lain dengan kedatangan saya kesini bersama Vale. Saya mau menikahi anak Bapak secepatnya," ucap Farel dengan lantang.
Sontak Ayah dan Ibu terkejut dan menatap Farel dengan lekat lalu beralih ke arah Vale yang masih berdiri di samping Ibunya.
"Apa? Menikah? Ayah gak salah dengar?" tanya Ayah Vale dengan suara lantang.
"Gak Pak. Saya serius, saya mau menikahi Vale, karena saya tidak mau pacaran Pak. Kiyai saya bilang, kalau sudah emenmukan jodohnya lebih baik di halalkan dibandingkan hanya di ajak berhubungan seperti pacaran yang malah membuat dosa besar," ucap Farel berusaha meyakinkan Ayah dan Ibu Vale.
Valeria pun menatap Farel sendu. Entah lamaran Farel di terima atau tidak oleh Ayah VAle, tapi setidaknya, Farel berani meminta Vale dari Ayahnya.
"Kamu masih kuliah kan? Kamu yakin dengan kuliah bisa mnegurus dan bertanggung jawab dengan anak saya. Karena dengan menikah, secara otomatis Ayah dan Ibu tidak akan lagi bertanggung jawab pada Vale, semua tanggung jawab beralih pada kamu. Padahal, Ayah dan Ibu menginginkan Vale menjadi seorang sarjana dan bekerja di sebuah Bank atau perusahaan bonafit alinnya," ucap Ayah Vale dengan suara tegas.
"Insha allah, Saya sanggup bertanggung jawab dan emnguliahkan Valeria sampai lulus Pak. Kebetulan saya punya pekerjaan sampingan setelah saya kuliah," ucap Farel dengan suara mantap dan penuh keyakinan.
Ayah Vale cukup tercengang denagn keberanian Farel yang tak gentar dan terus berusaha meyakinkan beliau untuk mempercayakan Valeria pada FArel. Ayah Vale pun mengambil cangkir kopinya dan menyeruput pelan untuk menenangkan hatinya dari rasa terkejutnya.
"Gimana Bu? Kamu gimana Vale? Kalian yang mau menjalani. Tapi benar kan? Vale tidak hamil duluan?" tanya Ayah amsih ragu.
"Benar Pak. Bisa di cek ke bidan kalau samapi itu terjadi, Bapak boelh menghukum saya," tegas Farel lebih meyakinkan lagi.
"Orang tau kamu? Apakah setuju?" tanay Ayah Vale masih mencecar beberapa pertanyaan sebelum akhirnya mereka akan di nikahkan.
"Saya tinggal dengan Ibu dan adik perempuan saya. Ayah saya sudah meninggal. Ibu saya kebetulan punya usaha kecil -kecilan di rumah, jualan sembako. Adik perempuan saya, masih SMP. Ibu membebaskan saya, asal saya mampu menafkahi anak gadis Bapak. Kalau bisa menikah dalam waktu dekat, saya akan bawa Valeria ke Surabaya ke rumah Ibu sebelum liburan semesteran ini berakhir," ucap Farel dengan lantang. Tidak ada kegugupan sama sekali, dan semuanya berjalan sesuai harapan Farel. Walaupun Ayah Vale belum memberikan jawaban apapaun.
"Oke. Besok Ayah coba telepon Ibu kamu, boleh?" tanya Ayah Vale pada Farel.
"Boleh Pak. Dengan senang hati," ucap Frael penuh semangat.
Kebetulan Farel sudah bicar pada Ibunya dan sudah emminta ijin untuk menikah. Ibunya pun setuju dan bangga dengan keberanian Farel mengambil keputusan.
"Oke. Sekarang kamu bisa istirahat dulu. Besok pagi, Ayah telepon Ibukamu, dan kalau semua sudah memebrikan restu. Sore hari kita laksanakan ijab kabulnya. Tidak perlu menunggu lama, kalau memang niat kalia baik dan sudah bulat. Ayah dan Ibu hanya sebatas memberikan restu, nasihat dan ebrbagi pengalaman. Semuanya kalian yang akan menjalani. Kalau kalian yakin, maka yakinlah dengan ketentuan Allah," ucap Ayah Vale dengan suara lantang.
Vale kembali ke kamar dengan persaan lega sekali. Ia tidak emnyangka smeuanya berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun.
Farel juga sudah berada di dalam kamar tidur tamu. Tubuhnya lelah seharian tidak tidur di dalam kereta. Tapi perjuangannya tidak sia -sia, semua berjalan sesuai harapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments