"Saya terima nikah dan kawinnya Salwa Hanifa binti Abdul Somad dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang seratus ribu rupiah di bayar tunai. "
"Sah? "
"Sah!! " Sahut para saksi.
"Mana pengantin wanitanya? "
Salwa pun keluar dari kamar dibimbing ibunya dan budenya, dengan pelan ia berjalan dan duduk di samping pria yang bernama Imran Maulana.
Baarakallahu likulii wahidimmingkumaa fii shaahibihi wa jama'a bainakumma fii khayrin.
Artinya: " Mudah-mudahan Allah memberkahimu, baik dalam suka maupun duka dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan."
"Sekarang letakkan tangan mu di ubun ubun dan cium kening istri mu Imran! "
Imran pun menghadap Salwa dan meletakkan tangannya ke atas kepala Salwa.
Allahumma inni as 'aluka khairahâ wa khairamâ jabaltahâ alaih. Wa a 'ûdzubika min syarrihâ wa syarrimâ jabaltahâ alaih.
Artinya, “Ya Allah, kepadamu aku memohon kebaikan istriku dan kebaikan sifat yang Kau ciptakan untuknya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan istriku dan keburukan sifat yang Engkau ciptakan padanya.”
Semua mata pun memandang haru. Dengan tangan gemetar Salwa mengambil tangan Imran lalu mencium punggung tangannya. Malu-malu Salwa duduk di samping Imran. Dan sesekali Imran melirik wajah istrinya. Ia benar terpesona dengan kecantikan Istrinya.
"Cantik."
Satu kata direlung hati Imran saat menatap wajah Salwa. Imran sangat bersyukur mendapatkan istri yang cantik lagi sholehah, apalagi anak pondok. Ia tidak lepas memandang Salwa. Pancaran aura nya membuat Imran ter kagum kagum.
"Terimakasih Ya Allah, kau berikan istri bak bidadari ini. Sungguh cantik ciptaan mu Ya Allah. " Syukur Imran di dalam hati.
■□■□■□■□■
Malam Pertama.
Salwa duduk di pinggir bibir ranjang, dia tampak kaku dan sedikit gelisah. Antara takut dan bingung menunggu Imran yang belum lagi masuk ke dalam kamar.
"Assalamualaikum."
Imran masuk dan melepas kopiah nya. Dia masuk ke kamar mandi. Saat keluar Ia sudah mengenakan sarung dan baju dalaman saja. Lalu mengganti pakaiannya untuk sholat.
"Kenapa tidak wudhu? Ayo sholat sunah dulu. "
"Baik, " jawab Salwa sedikit linglung dan kaku. Ia berharap ada keajaiban atau apalah agar bisa mencairkan suasana yang begitu mencekam ini. Salwa belum siap di unboxing! Hehe.
"Aduh, aku mau di apain ini setelah sholat, aku belum siap. " Fikiran Salwa melanglang buana membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Saking otaknya berhayal yang tidak tidak memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, ia lupa akan pijakan kakinya pada saat mau masuk kamar mandi.
BRAAAKKK.
"Astaghfirullah Salwa, kau kenapa? " Teriak Imran berlari ke kamar mandi. Salwa sudah tersungkur di lantai kamar mandi.
Dengan segera Imran membantu bangkit dan menggendong Salwa lalu mendudukkannya ke ranjang. "Kamu kenapa? Pusing? Ada yang sakit?"
"Tidak apa-apa! " Hanya itu yang terucap dari mulut Salwa, padahal sakit yang ia rasakan seakan menusuk tubuhnya akibat bekas benturan.
"Ya sudah, aku saja yang sholat sunnah nya ya. "
Salwa mengangguk pelan, "Aduuhh... Malunya aku! Kenapa pakai jatuh segala. Kan jadi rusak image aku. Aduuhhh malunya. " Salwa menengok lututnya. Sudah membiru saja kulitnya.
"Apa keras sekali ya benturannya? "
Imran yang penjual roti keliling itu sudah sah menjadi Suami nya Salwa. Hanya dengan perkenalan singkat seperti layaknya penjual dan pembeli tahu nya sekarang malah jadi suami istri, mereka langsung menikah tanpa mengenal satu sama lain.
Imran melepas baju putih dan kopiahnya, dia duduk di kasur samping Salwa. Ia sadar, bahwa Salwa tidak bergerak bak patung. Ia pandang punggung istrinya dan tersenyum.
"Kau sudah bisa melepas kerudung mu, aku ini suami mu sekarang. "
" Hm. "
Salwa tidak bergerak, dia tertunduk dan memilin ujung kerudung putih bersihnya. Kakinya ia ayun ayunkan, seakan mencari kesibukan sendiri. Mulutnya tidak berkata apapun seperti ada yang menggemboknya.
"Tenang saja, aku tidak akan menyentuh mu sampai kau mengizinkan. "
"Benarkah? " Salwa repleks berbalik saat mendengar pernyataan itu dan ia langsung memandang pria yang dihadapannya tanpa sengaja menyisakan jarak yang sangat dekat.
Kaget karena bertatapan, ia langsung mengalihkan pandangannya kembali.
"Salwa Hanifa, Apa warna kesukaan mu? "
"Hijau. Mas Imran? "
"Biru. "
Imran merasakan lelah dipinggangnya karena seharianan duduk dan berdiri. Ia yakin, Salwa pun merasakan yang sama. Salwa masih saja pada posisi pertama yang ia lihat. Duduk menjuntaikan kakinya di ujung bibir kasur.
"Berbaring lah. Kau pasti capek. Guling ini menjadi pembatas kita. Atau aku tidur di bawah saja? " Pancing Imran agar Salwa bisa sedikit mengurangi ketegangannya.
"Jangan. Pakai pembatas guling saja. " perlahan Salwa mengangkat kakinya ke atas ranjang. Dan mendekatkan kepala nya ke bantal yang sudah menunggu. Salwa merebahkan kepala yang masih berbalut kerudung.
Imran ingin menegur namun tidak terucap. Namun ia biarkan saja, Biarlah nanti pasti jenuh juga seperti itu. Fikir Imran dalam pejamnya. Dia berpura-pura sudah terlelap. Lalu ia intio dari celak kelopak matanya.
Salwa sedang melepaskan kerudung putihnya, dan menggeraikan rambut panjangnya yang sudah lelah terjebak dalam ikatan rambutnya.
"Masyaallah, cantiknya. "
Deg.
Jantung Imran terasa disengat kilatan listrik saat melihat paras Salwa.
■□■□■□■□■
"Ustadz Hilman. Tunggu... Ada yang mau aku bicarakan. " Zahrana berlari kecil menghampiri Hilman yang sedang pulang dari mengajar anak madrasah stanawiyah (Mts).
"Ada apa Za? "
"Aku ingin mengusulkan tentang pelatihan komputer bagi santriwati. Apakah bisa Ustadz Hilman sampaikan kepada Kiayi. Karena itu sangatlah berguna bagi santriwati pondok kita. "
"Baik lah. Nanti aku sampaikan. " Wajah Hilman masih murung, ia tidak bisa membohongi kesedihan hatinya.
"Apa Ustadz Hilman masih memikirkan Salwa? "
"Emm kenapa Zahrana? "
"Ya gitu. Aku juga sedih saat mengetahui itu. Apa Ustadz Hilman tidak mencari penggantinya. "
"Maksudmu? " Hilman bingung dengan arah pembicaraan Zahrana.
"Nanti beri kabar ya jikai Kiayi setuju atau tidaknya. Terimakasih Tadz. "
"Iya Sama-sama. "
Setelah Zahrana menjauh dari Hilman, guru disebelah Hilman langsung menceletuk.
"Kamu kok ya ga faham Man, dia itu suka sama kamu. "
"Maksud Ustadz Yahya suka bagaimana, jangan menyimpulkan yang tidak tidak. "
"Yee, dibilangin tidak percaya. Kamu itu perlu berguru dulu kalo masalah asmara sama aku Man. Eh tahu tidak. Ada pepatah, mati satu tumbuh seribu. Jadi jangan khawatir dan bersedih. "
"Ustadz Yahya ini bisa saja. "
Hilman hanya senyum hambar. Hatinya masih terasa sakit dan tidak terima ketika orang yang ia cintai ternyata pencuri.
"Kenapa kamu Man, masih sedih karena Abi memutuskan perjodohan mu dengan Salwa. "
"Hilman rasa Abi terlalu berlebihan memberikan hukuman itu kepadanya. "
"Begini Hilman, aku jelas tidak ingin punya mantu pencuri. Apalagi semua santriwati mengetahui itu. Mau di taruh kemana wajah Abi mu ini. "
"Abi... "
"Aku akan mencari pengganti Salwa untuk mu. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments