"Salwa, ayo nak keluar kamar. 2 hari kau sudah mengurung dalam kamar. Sudahlah nak, jangan kau sesali apa yang terjadi. Kau masih ada ibu dan bapak mu ini. Meski dunia ini mencaci mu, ibu ada untuk mu nak. "
Kedipan mata Ayah Salwa kepada ibunya pun berakhir gelengan lesu. Tak ada sahutan dari anak kesayangan mereka.
"Salma, ayo bujuk adik mu ya. Ibu sama Bapak belum bisa. Dia sudah 2 hari mengurung diri. "
"Baik bu, tolong jaga kan Hana ya bu. " Salma memberikan gendongan Hana, cucu pertama keluarga Bapak Somad dan Ibu Halimah.
Bapak Somad termasuk tokoh yang dihormati oleh para warga, karena Bapak Somad adalah mantan Kepala Desa sebelum pemekaran Desa. Desa semakin jaya berkat Ayah Salwa ini. Sehingga reputasi Ayah Salwa ini sangat di jaga oleh keluarga.
"Salwa, sudah jangan menangis. Kamu ini adalah orang yang terzholimi. Dari pada menangis lebih baik kamu berdoa. "
Waspadailah doa orang yang terzalimi, karena tidak ada hijab (penghalang) antara ia dan Allah." (HR Bukhari).
"Ingatkan hadistnya. "
Salwa mengangguk pelan. Dia mengusap air matanya, dia duduk dan langsung memeluk kakaknya.
"Sudah ya mengurung dirinya, kasian ibu sama bapak khawatir dengan mu. "
■□■□■□■□■
"Salwa, Ibu dan Bapak ingin bicara. " Mereka sudah duduk menunggu Salwa di ruang keluarga.
"Iya Bu, Pak. Ada apa? "
"Mari duduk dulu di sini. " Ajak Ibu duduk di samping nya.
Salwa duduk dengan sedikit berdebar, ia mencoba menerka -nerka. Apakah mungkin Hilman akan kembali lagi memintanya menjadi istrinya.
"Begini, Undangan kemaren kan sudah tersebar luas. Ibu Bapak tidak bisa menghentikan itu. Jadi Bapak, mencarikan calon suami untuk mu. "
"Tapi Pak. " Terlontar rasa tidak terima dari lubuh hati paling dalam Salwa. Bagaimana tidak, baru saja hatinya hancur. Mengapa dipaksa kembali menerima kenyataan pahit kembali.
"Dengar dulu Salwa. " Ibu Rosmiati menggenggam tangan anak nya.
"Jadi, bapak menjodohkan mu dengan anak teman bapak. Besok dia datang, tapi dia berjualan Roti keliling. Namanya Imran. Kamu bertemu dia dahulu, jika kau suka lanjutkan. Jika tidak, tidak apa - apa."
Syukurlah ada pilihan di akhir kalimat Ayahnya. Tidak ada pemaksaan. Pilihan akhir tetap berada di tangannya.
"Ibu harap kau bisa menjaga nama baik Ayahmu. Berfikirlah, meski kamu menolak. Undangan dan acara itu tetap akan dilaksanakan. Karena kami tidak bisa lagi menarik undangan yang sudah tersebar. "
Salwa hanya diam, tidak ada sahutan dari mulutnya. Karena ia tengah dilanda kebimbangan, seperti lagu Rama Aiphama bagai makan buah simalakama.
Di lihatnya ponselnya, tidak ada pesan dari Ustadz Hilman. Sunyi. Sebegitu mudahnya kah mereka memutuskan perjodohan itu, Hilman pun tidak berkata apa-apa lagi. Bahkan Salwa ingat bagaimana wajah Hilman terakhir kalinya bertemu.
■□■□■□■□■
Salwa gelisah menunggu di depan rumah, namun tidak ada tanda tanda Imran datang.
Sempat kesal, Salwa sedikit kerepotan saat harus menunggu Imran. Apalagi harus menunggu orang yang wajahnya tidak di spill orang tuanya. Bagaimana kalau salah orang, di zaman secanggih ini. Orang tuanya masih saja melakukan hal yang sedikit kolot ini.
"Apa-apa an sih Ibu Bapak itu, kaya zaman tahun 80 aja kaya gini. Ketemuan dengan ala-ala lihat baju. Padahal ada ponsel. "
Salwa bolak balik teras, kadang duduk kadang berdiri. Sikap Salwa itu diperhatikan oleh Salma Kakak Kandung Salwa.
"Ciee yang lagi menunggu. "
"Husss. Kakak! "
Roti... Roti.. Enak... Enakk...
Suara rekaman mengalun pelan, perlahan demi perlahan semakin mendekat.
"Mas, Mas. Beli Rotinya. "
"Iya Neng, beli roti rasa apa atuh? "
"Coklat, aku beli 5 roti coklat. "
Salwa memperhatikan tukang roti itu. Dari atas sampai bawah. "Apa iya sih Bapak menjodohkan dengan orang ini. Umurnya sangat tua, tapi bisa juga sih wajah tua tapi umur muda."
Salwa menunjuk nunjuk sambil memainkan matanya kepada Salma. Salma hanya mengangkat bahu tanda bahwa tidak tahu.
"Mas nya ini berapa umurnya? "
"Owalah, tua sudah Neng, mau mendekati 50. 2 angka lagi 50. Kenapa atuh? "
"Apa Mas nya masih bujang? "
"Owalah, ya engga to Neng. Bini sudah ada 2. Tapi kalo Neng mau jadi ke tiga boleh atuh. Hayuu kepelaminan."
"Ogah ah. " Salwa bergidik langsung mengambil rotinya dan membayar dengan cepat.
Tukang roti pun tertawa terbahak bahak saat melihat Salwa langsung berlari.
"Ibu, Bapak jahat. Masa Salwa dijodohin sama orang yang udah beristri, jadi bini ke 3 lagi, " Adu Salwa ke dalam rumah. Dia manyun dan sedih. Mana mungkin dia mau, apalagi dia masih perawan.
Salma hanya tertawa mendengar rajukan adiknya.
"Waah aneh deh.. Kayanya kamu salah orang kali. Dia muda kok. Di tanya ga namanya siapa? "
"Engga bu. "
"Yee salah sendiri. Apa dia ga jadi lewat sini ya. Nanti lah ibu telpon Bapak mu."
Roti. Roti... Roti Bu.
Suara Pria dari jauh berteriak teriak, semakin di dengarkan. Suara itu semakin mendekat.
"Sal, Salwa ayo sini. " Salma memberi kode.
Dengan segera Salwa berlari ke depan teras. Dia memintal ujung kerudungnya. Ia melihat seorang laki-laki sedang menuntun sepedanya yang di belakang ada kotak roti.
"Rotinya Mas. "
"Alhamdulillah, Beli roti apa Mba? "
"Ada rasa apa aja? "
"Banyak Mba, ada rasa kacang ijo, coklat, stroberry, blue berry, nanas, dan srikaya. "
Salwa memperhatikan pria dihadapannya, dari ujung kaki sampai ke atas kepala. Di balik baju sederhananya, dia terlihat bersih. Lalu ia tengok lagi ke sepedanya. Dikeranjang ada sajadah, kopiah dan Al Qur'an. Ya jika di bandingkan dengan Ustadz Hilman, ya jauhlah. Tapi dari segi ketampanan. Ya sebanding saja, relatif lah.
"Borong Mas, tak borong semuanya. "
"Masyallah, benar ini. "
"Iya benar. Kebetulan mau di kasih sama anak panti asuhan. "
"Alhamdulillah, terimakasih Mba sudah mau borong jualan saya. Semoga berkah ya. "
"Sama-Sama."
Setelah semua roti di borong, pria penjual itu pun bersiap mau berangkat lagi. Salwa meletakkan 2 kantong besar berisikan roti semua rasa di kursi teras. Ia teringat, bahwa ia lupa menanyakan namanya. Takut salah orang lagi.
Pria itu sudah berlalu pergi dan mau menaiki sepedanya.
"Mas, Nama Masnya Siapa? " teriak Salwa memecah keheningan di pagi hari.
Kaget dengan teriakan dari si pemborong rotinya. Pria itu berteriak dari kejauhan.
"Imran Mba. Mari, Assalamualaikum. " Ia pun langsung mengayuh sepedanya dan semakin jauh.
"Waalaikum salam warahmatullahi wa barakatuh. "
Salwa terduduk di kursi teras sambil tersenyum melihat 2 kantong besar roti di sampingnya.
"Bagaimana? " Salwa dan Ibunya langsung keluar saat melihat anaknya terduduk begitu saja tanpa ada reaksi di teras.
Salwa hanya senyum dan berdiri.
"Kak, temani aku mengantar roti ini kepanti asuhan. "
"Hah! "
Salma dan Ibunya hanya terheran heran saat melihat 2 kantong besar roti dengan segala rasa.
"Apa kau kalap? " Salma menanyai Salwa yang hanya diam saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Mommy QieS
dua kuntum gift 🌹🌹 dan vote mingguan untuk mu, Kak.
2023-07-31
0
Mommy QieS
Maa syaa Allah, aku yang deg2an
2023-07-31
0
Mommy QieS
hahaha 😅😅
2023-07-31
0