Viona dan Rayhan menoleh ke arah asal suara yang menyebut nama Viona.
Viona tak percaya saat pria kokoh yang sangat dihormatinya.
"A-ayah," lirih Viona.
Viona merasa gugup, dia takut ayahnya salah paham dengan apa yang dilihatnya saat ini.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ayah Viona.
"Mhm," gumam Viona.
Gadis itu tampak berpikir mencari jawaban dari pertanyaan ayahnya.
"Maaf, Om. Saya yang bawa Viona ke sini. Saya akan mengantarnya pulang," ujar Rayhan dengan berani.
Ayah Viona menatap tajam ke arah Rayhan, ingin rasanya pria paruh baya itu membentak dan memarahi pria yang telah berani membawa putrinya.
Namun, ada sebuah gejolak di hatinya yang membuatnya tidak bisa memarahi pria muda di hadapannya.
"Yah, nanti aku akan ceritakan apa yang telah terjadi di rumah," ujar Viona setelah mendengar Rayhan berbicara dengan ayahnya.
Apa yang baru saja dilakukan Rayhan, membuat Viona merasa pria itu sangat bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
"Baiklah," lirih Ayah Viona.
Pria yang sudah berumur itu hanya bisa membiarkan putrinya pergi dengan pria yang bersamanya saat ini.
Entah mengapa Ayah Viona merasa pria itu tidak akan melakukan hal-hal buruk terhadap putrinya.
Pria paruh baya itu pun meninggalkan putrinya dan pria yang bersama sang putri.
setelah itu Rayhan dan Viona pun langsung masuk ke dalam mobil, Rayhan melajukan mobilnya menuju rumah Viona.
Selang waktu 20 menit Mereka pun sampai di depan rumah sederhana tempat Viona dan ayahnya tinggal.
"Mampir, dulu," ajak Viona pada Rayhan.
"Tidak usah, aku harus pulang karena mamaku pasti sudah menungguku," ujar Rayhan.
Tak berapa lama mobil Rayhan berhenti kedua teman Rayhan pun datang membawakan scooter milik Viona, sepanjang perjalanan Rayhan sudah memberitahu anak buahnya posisinya, sehingga mereka dapat mengikuti mobil Rayhan.
"Itu scooterku?" tanya Viona pada Rayhan tak percaya.
Rayhan mengangguk.
"Terima kasih, aku harus bayar berapa?" tanya Viona merasa tidak enak pada Viona.
Rayhan tersenyum mendengar apa yang ditanyakan Viona pada dirinya.
Hal ini membuat Viona merasa bingung dan serba salah.
"Kamu tidak perlu membayar apa pun padaku, tapi kamu harus siap menyediakan waktumu kapan pun aku membutuhkanmu, soalnya kamu bisa menyelesaikan pekerjaanku dengan mudah," ujar Rayhan sambil tersenyum.
Bagi seorang Rayhan uang tak perlu perhitungan, karena sejak kecil dia hidup dengan mewah dan sangat berkecukupan.
"Hah?" Viona kaget mendengar ucapan Rayhan.
"Ya, aku senang bekerja sama denganmu," ujar Rayhan lagi.
"Baiklah, Kak. Aku akan selalu membantu kakak kapan pun dan di mana pun, tapi itu pun jika aku sanggup melakukannya," ujar Viona.
"Siip," sahut Rayhan.
"Sekali lagi terima kasih ya, Kak," ujar Viona.
Setelah itu Viona pun turun dari mobil, dia melambaikan tangannya ke arah Rayhan sebagai tanda perpisahan.
Rayhan membalas lambaian tangan Viona, lalu dia pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Viona.
"Terima kasih," ucap Viona pada pria yang berdiri di samping scooternya.
"Sama-sama," sahut si pria.
Setelah itu si pria pun menaiki sepeda motor temannya dan mulai melajukan kendaraannya meninggalkan Viona mengikuti laju mobil Rayhan.
Setelah itu Viona menggiring scooternya masuk ke dalam pekarangan rumah.
"Di zaman sekarang masih ada saja orang baik seperti mereka," gumam Viona di dalam hati.
Viona pun melangkah masuk ke dalam rumah, dia menghempaskan tubuhnya di atas kursi rotan yang ada di ruang mengingat kembali beberapa kilas balik yang terjadi pada dirinya dan Rayhan satu hari ini.
Viona tersenyum.
"Ada apa, Vio?" tanya ayah Viona yang baru saja masuk ke dalam rumah, dia heran melihat sikap putrinya.
Selama ini dia tidak pernah melihat putrinya seceria hari ini, pria paruh baya itu pun langsung duduk di kursi tepat di samping sang putri.
Viona menoleh ke arah ayahnya, lalu dia merebahkan kepalanya di pundak pria tua yang terlihat masih kokoh menopang segala keluh kesah sang putri.
"Yah, yang tadi bersamaku adalah kakak kelas di SMA Garuda." Viona mulai menceritakan apa yang dialaminya hari ini pada sang ayah.
Ayah Viona mendengarkan setiap cerita sang putri dengan cermat.
"Begitu, Yah. Makanya tadi Vio bareng dia di kafe saat bertemu Ayah tadi," jelas Viona.
"Baguslah kalau begitu, tapi kamu juga harus hati-hati bergaul dengan orang seperti dia. Ingat, Nak. Kita hanya butiran debu bagi mereka. Status mereka bagaikan langit bagi kita yang sulit untuk kita raih," nasehat ayah Viona pada putri satu-satunya.
Ayah Viona takut putrinya jatuh hati pada pria kaya itu, dia tidak ingin putri yang dengan usah payah dibesarkannya tersakiti karena jatuh cinta, apalagi usia sang putri saat ini tak lagi anak-anak, gadis kecilnya kini sudah tumbuh dewasa.
"Iya, Yah. Aku mengerti," lirih Viona.
Entah mengapa ada rasa sedih terbesit di hatinya saat mendengar ucapan sang ayah.
"Ya udah, sana ganti bajumu dan makan, ayah sudah siapkan makan siang untukmu," ujar sang ayah dengan penuh perhatian.
Meskipun ayah Viona bekerja, tapi dia selalu menyiapkan makanan untuk putrinya, dia tidak ingin putrinya kelaparan.
Dia selalu berusaha memberikan penghidupan yang layak pada putri satu-satunya.
Viona mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam kamar, dia mengikuti apa yang dikatakan oleh sang ayah, meskipun saat ini perutnya tidak terasa lapar, tapi gadis itu tetap memakan hidangan makan siang sederhana yang telah disiapkan oleh sang ayah, sementara itu sang ayah kembali bekerja kini tinggallah Viona seorang diri di rumah.
****
Pagi hari yang cerah menghiasi awal aktivitas Viona pagi ini. Hangatnya mentari membuat semangat Viona semakin bergelora untuk menuntut ilmu di SMA Garuda.
Hari ini merupakan hari terakhir MOS, tak banyak kegiatan yang akan mereka lewati.
Semua siswa baru berkumpul di gedung olahraga agar acara penutupan MOS berlangsung lancar tanpa gangguan panasnya mentari.
Banyak acara yang ditampilkan oleh beberapa siswa yang menampilkan bakat terpendam di dalam dirinya.
Viona hanya menyaksikan penampilan beberapa temannya termasuk Rasya yang menampilkan suara merdunya, sejak di SMP, Rasya mang hobi bernyanyi.
Dia juga memiliki suara yang indah, dari kejauhan Viona menyemangati sahabatnya.
"Kamu enggak tampil?" tanya Rayhan tiba-tiba duduk tepat di samping Viona.
Viona menoleh ke arah Rayhan.
"Aku enggak bisa apa-apa," lirih Viona.
"Mhm, bagaimana kalau kamu tampil bersamaku?" tawar Rayhan.
Viona menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Kak. Aku malu. Aku tidak punya mental buat tampil di depan banyak orang," lirih Viona lagi.
Viona sama sekali tak berminat untuk maju ke depan.
Dari kejauhan Nara menatap tajam ke arah Viona, dia merasa kesal melihat kedekatan pria yang disukainya berada di dekat wanita lain.
Amarahnya memuncak, dia tidak terima dengan sikap Viona yang tidak menghiraukan peringatannya waktu itu.
"Guys," lirih Nara pada kedua sahabatnya yang selalu setia bersamanya.
"Ada apa, Ra?" tanya Rika.
"Kalian perhatikan wanita yang kini bersama Rayhan. Kita harus habisi wanita itu!" ujar Nara memberi aba-aba pada temannya untuk berbuat sesuatu agar Viona jera dan tidak berani lagi mendekati Rayhan.
"Oh, bocah kampungan itu. Dia itu cewek miskin!" cerita Yola teman Nara yang satu lagi.
"Apa?" tanya Nara tak percaya.
"Iya, Ra. Dia itu tinggal di daerah dekat rumah gue," cerita Yola lagi.
"Bagus, kalau begitu kita bisa memasang rencana untuk memberi pelajaran padanya," ujar Nara lagi.
"Siap," sahut Yola dan Rika serentak.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments