Malam hari di rumah Emira
- - -
Kedatangan Bu Daniah dan Pak Barra di sambut hangat oleh Nenek Emira dan pak RT beserta istrinya, Nenek sedikit terkejut saat melihat banyaknya barang yang dibawa oleh bu Daniah,
"Saya kira hanya pembahasan terkait persetujuan Emira saja, tapi kenapa harus membawa banyak sekalia barang seperti ini ?" nenek memulai percakapan saat sudah mempersilahkan tamunya untuk duduk.
Di sekeliling ruang ramu sudah di penuhi berbagai parsel seserahan seperti seperangkat alat sholat, baju, kosmetik, sepatu, tas, perhiasan, dan perlengkapan rumah, dan sudah pasti memiliki nilai yang tinggi.
"Maafkan saya nek, karena saking senangnya atas kabar gembira itu, istri saya ngotot untuk sekalian lamaran saja". Dengan senyum yang merekah pak Barra menjelaskan maksud dan tujuannya.
"Baik lah, tunggu sebentar, nenek panggilkan Emira dulu ya." Nenek berlalu menuju kamar Emira.
"Sayang apakah kamu sudah siap ?" tanya nenek saat sudah memasukin kamar Emira.
"iya sudah nek, tapi kenapa sepertinya ramai sekali nek ?" tanya Emira kembali
"Iya tidak apa apa, kamu cantik sekali sayang, persis seperti ibumu." Nenek membelai hijab yang dikenakan oleh Emira dengan sayang.
"Ayo kita keluar sekarang tamunya sudah datang". Ajak nenek kemudian.
Nenek menggandeng tangan Emira menuju ruang tamu, bersamaan mbok Jumi di bantu tetangga rumahnya menghidangkan jamuan, Emira tercengang saat melihat ruang tamunya sudah di penuhi berbagai seserahan yang super mewah, dia terus perpikir apakah ini sebuah lamaran, tapi kenapa nenek tidak mengatakan sebelumnya.
Emira duduk di sebelah nenek bersebrangan dengan Bu Daniah dan Pak Barra, mereka tersenyum hangat pada Emira, namun gadis itu seperti tengah mencari keberadaan seseorang.
"Anak tante sebentar lagi sampai sayang." Bu Daniah seolah tau apa yang Emira cari.
Emira hanya menganggukan kepalanya, dia terus menundukan pandangannya karena malu kepergok sedang mencari seseorang, "Apakah Arkana tidak menyetujui perjodohan ini? apakah dia tidak akan datang karena tau aku yang akan menjadi pendampingnya, Awas aja lo kalo sampe bikin gue malu." batin Emira terus berdialog seorang diri. Sampai saat ini Emira masih belum mengetahui yang akan di jodohkan dengannya bukanlah Arkana melainkan kakak nya Arkana..
"Maaf saya telat." Seorang pria datang dengan sedikit terburu - buru, pasalnya dia baru saja menyelesaikan operasi Angioplasti koroner (PCI) pada salah satu pasien nya. Pria itu datang mengenakan kemeja berwarna sage yang lengannya di lipat sampai siku dan masih ada beberapa bulpoin serta senter medis yang bertengger di sakunya, kedatangannya menyita semua orang yang ada di ruang tamu tersebut, terkecuali Emira. Emira meremas tangan nya merasakan gugup luar biasa. Dia tetap tidak mau memandang orang tersebut.
(Angioplasti koroner adalah salah satu jenis operasi jantung yang dilakukan untuk membuka penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah jantung. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan dan menggembungkan balon khusus di bagian pembuluh darah yang tersumbat untuk melebarkannya. )
"Sayang sini." Daniah berdiri menyambut kedatangan anaknya dan menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya.
"Ekheemm..pak Barra berdehem untuk memecah keheningan sesaat. "Jadi seperti yang sudah di rencanakan sebelumnya kedatangan kami ingin melamar Emira untuk putra pertama saya Emir, dan untuk memenuhi janji kami pada kedua orang tua Emira untuk menjaga dan merawat Emira seperti anak kami sendiri." Pak Barra menjeda ucapannya.
Emir terus memperhatikan seorang gadis di sebrang meja sana, meski dia belum bisa sepenuhnya melihat wajah gadis itu karena terus menunduk, namun dia meyakini gadis itu masih sangat muda, bahkan mungkin seumuran dengan adiknya Arkana.
Sedangkan Gadis itu masih menunduk dalam, dia mencoba mencerna kata-kata om Barra bahwa yang melamarnya bukanlah Arkana melainkan Emir, apakah itu artinya benar benar bukan Arkana yang menjadi calon suaminya. apakah dia akan menjadi kakak ipar Arkana, astaga, sungguh takdir seperti sedang bercanda padanya.
"Emira bagaimana? apakah kamu menerima lamaran om Barra ?", Tanya nenek sambil menyentuh tangan Emira, ternyata dia melamun cukup lama sampai om Barra sudah selesai menyampaikan maksud dan tujuannya dia masih belum tersadar.
"Sayang lihatlah kedepan." Nenek mencoba meyakinkan Emira. perlahan Emira memandang sang nenek, dan nenek menganggukan kepalanya meminta Emira untuk segera menjawab lamaran om Barra.
Emira menarik nafasnya dalam dalam, sungguh dia tidak pernah berfikir masa mudanya akan berarkhir secepat ini. entahlah saat ini dia benar benar tidak bisa melihat akan di bawa kemana alur cerita hidupnya.
"Bissmillahirohmanirrahim," Emira memberanikan diri untuk melihat calon suaminya. Pandangan matanya beradu dengan mata hazel milik Emir yang sedari tadi menatap intens Emira. Sungguh dia tidak berani netapan wajah calon suaminya di sana, karena detik itu juga Emira kembali menjatuhkan pendangannya. Dia meremas gamis yang di kenakan nya itu, tangannya sudah basah karena keringat dingin keluar dari sela sela jemarinya, dan jantungnya memompa dengan tidak beres, ada rasa yang entahlah, benar benar tidak bisa di ungkapkan saat ini.
"Emira..." lagi lagi nenek menyadarkan Emira agar lekas menjawab lamaran pak Barra.
"Bissmillahirohmanirrahim, semoga ini yang terbaik untuk hidup Emira kedepannya, Emira menerima lamaran ini." balas Emira dengan gugup, suaranya terdengar lirih namun masih cukup jelas.
"Alhamdulillah, makasih sayang." Bu Daniah sudah menghambur ke pelukan Emira, dia yang terlihat sangat-sangat bahagia disini.
"Jadi kapan nek untuk acara pernikahannya, apakah mau di tentukan sekarang juga?" tanya pak Rt.
"Kalo soal itu saya serahkan pada bu Daniah dan pak Barra saja baiknya bagaimana, tapi tolong perhatikan juga kenyamanan cucu saya, karena Emira yang akan menjalankannya." mohon nenek.
"Tentu saja nek, kalo menurut kamu bagaimana Emir?" tanya sang papa pada Emir.
"Aku terserah bunda dan Ayah saja." balas Emir singkat.
"Kalo begitu 1 minggu dari sekarang saja, tepatnya hari sabtu depan. setelah Emira ujian Akhir semester 2 , bagaimana?" tanya bu Daniah mengintrupsi dengan semangat. Emira tercengang mendengarnya.
"Bun, yang benar saja masa 1 minggu lagi. itu terlalu cepat." Emir tidak habis pikir akan jalan pikiran bundanya.
"Tidak sayang, bunda bisa mempersiapkan semuanya dalam 1 minggu." Tegas bu Daniah tidak ingin di bantah.
"Tante.." Emira memandang bu Daniah dengan wajah memohon.
"Kamu tidak perlu banyak pikiran sayang, menikah dengan anak bunda tidak akan merubah apapun, hanya status kamu yang berubah, kamu tetep bisa sekolah seperti biasa, kuliah, dan bertemu teman temanmu, dan karena kamu juga masih sekolah maka pernikahan ini hanya akan di hadiri oleh keluarga serta orang kepercayaan kita saja." Bu Daniah mencoba menjelaskan.
"Tapi Emira belum genap 18 tahun tante, apakah tidak apa apa?" tanya Emira
"Tidak masalah sayang, tepat di hari pernikahan mu bukankah kamu sudah berumur 18 tahun, nanti bunda dan ayah yang akan mengurus surat dokumen dengan segalanya." jawab bu Daniah dengan yakin.
**
Minggu pagi 09.00 wib
"Iya, ini gue udah mau jalan, lo udah disana ?" tanya Emira pada sahabatnya di sebrang telpon.
"Anak anak udah pada dateng, tinggal tunggu lo sama Anggasta doang." jawab Kiran.
"oke oke gue jalan." sambungan telepon pun terputus,
"Nek Emira pamit ke kafe depan sekolah ya, mau kumpul osis, ngga lama paling sebelum sore sudah pulang." pamit Emira pada sang nenek.
"Iya, Hati hati di luar, sebentar lagi kamu akan menikah, harus mulai pandai menjaga sikap dan batasan, nenek yakin kamu sudah tau apa yang baik dan tidak baik untuk dilakukan." Nenek memberikan izin sekaligus menasehati cucunya.
"Iya nek paham, sudah ya, Emira barangkat dulu, assalamualaikum nek." Emira menyalamin punggung tangan nenek dan bergegas ke kafe.
Saat lampu rambu rambu berubah merah, motor Emira berhenti tepat di samping mobil yang ternyata adalah milik calon suaminya, dia tidak menyadari orang yang ada di belakang setir itu tengah menatap nya intens di balik kaca hitam mobilnya.
"Mau kemana dia? apakah dia sering keluyuran di luar seperti ini?" batin Emir. dia hendak menurunkan kaca mobilnya namun urung karena melihat lampu sudah berubah menjadi hijau, dia pun menunggu sesaat setelah motor Emira melaju, perlahan dia mengikutinya karena penasaran akan kemana calon istri kecilnya.
Mobil Emir berhenti tepat di sebrang kafe, di depan sana ada Emira dan seorang lelaki yang mungkin seumuran dengan gadis itu. mereka memasuki kafe tersebut sambil bergurau.
Dengan wajah dinginnya dia terus memperhatikan kafe yang cukup tertutup itu, dia merasa calon istri kecilnya sedang bermain main dengan takdir hidupnya. Emir kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit.
**Bersambung**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
bunda Akram/Aqilah
critanya bagus dan menarik,tpi ko sepi komentar yeah pada jdi pembaca goib.....🤭🤣🙏
2023-07-21
2
💗vanilla💗🎶
ini mah lsg lamaran 🤭
2023-07-06
1