Rs. Al Ghazi
Emir melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya melewati meja resepsionis dan ruang tunggu pasien umum biasa mengantri, semua orang memandang Dr. Emir dengan kagum, melihat ketampanan yang paripurna, idaman para kaum hawa, wajah dingin dan rahang tegas yang di tumbuhi jenggot teratur menambah kesan maskulin, sungguh pemandangan yang sayang untuk dilewatkan.
"Selamat pagi dok."
"Pagi dok."
"Selamat pagi Doker Emir."
Sapa para perawat yang perpapasan dengan Dr. Emir.
"Sepertinya Dr. Emir sedang tidak bagus mood nya." Tanya salah satu perawat yang tadi di abaikan.
"Bukanya selalu seperti itu ?" jawab yang lainnya
"Tetap saja kharisma Dr. Emir seperti tingkat Dewa." mereka terus membicarakan Dr. Emir sepanjang koridor Rumah sakit.
Emir melewatinya tanpa membalas sapaan mereka. Mood nya benar benar sedang tidak baik pagi ini.
Tap tap tap seseorang berlari mendekat ke Emir,
"Doker Emir. Pagi dok" Dr. Fera menyapa saat sudah di depan Emir dengan wajah cerianya.
Dia adalah salah satu dokter umum di Rs. Al Ghazi, umurnya baru menginjak 28 Tahun, namun karirnya sudah sangat melejit, kakeknya merupakan sahabat kakek Emir. Kakek Dr. Fera terus berusaha mendekatkan cucunya untuk menikah dengan Dr. Emir. Sudah berbagai cara di lakukan, namun ayah dan bunda Dr. Emir tetap menginginkan Emir untuk menikah dengan Emira.
Kakek Dr. Fera juga merupakan salah satu pemegang saham di Rs. Al Ghazi, meskipun hanya memiliki 5% dari total saham Al Ghazi namun karena embel embel sahabat dari kakek Emir, dia terus menjodohkan Emir dan cucunya.
"Bukannya kamu ada seminar pagi ini ?"
Tanya Dr. Fera. Karena tidak ada jawaban, Dr. Fera mencoba meraih tangan Emir, namun dengan cepat Emir menepisnya pelan. Lagi lagi Dr. Fera merasakan kecewa.
"Ada apa ?"
Tanya Emir dengan dingin.
"Emm satu minggu lagi akan ada seminar Advanced Cardiac Life Support (ACLS) di kota Surabaya selama 3 hari, apakah dokter akan datang?"
Kursus ACLS ini memberikan pelatihan mengenai pertolongan pada pasien henti jantung dan menggunakan alat defibrillator, itu adalah kompetensi dokter umum. Bukan hanya dokter spesialis yang bisa melakukan itu. Namun, ternyata justru dokter umumlah yang menjadi lini terdepan untuk melakukan pertolongan ini.
"Tidak."
Emir menjawab dengan singkat, dan hendak membuka pintu kerjanya namun lagi lagi Dr. Fera mencegahnya.
"Emir tunggu, mengenai makan malam yang kakek minta apakah kamu..."
"Saya tidak ada waktu Dr. Fera, tolong katakan permintaan maaf saya pada kakek anda, Saya permisi."
Emir memotong ucapan Dr. Fera dan berlalu masuk.
"Kenapa kamu begitu sulit untuk aku sentuh Emir, jangankan untuk menyentuhmu, mendekatimu saja aku tidak bisa." Dr. Fera masih mematung di depan ruangan Emir, dia terus menatap pintu yang tertutup itu. Sungguh dia sangat frustasi, perasaan nya selama ini tidak pernah terbalaskan.
Emir meletakan tas dan jas nya pada gantungan besi yang berdiri tegak yang terdiri dari 3 pengait, di sambarnya Jubah putih dan stetoskop yang selalu melekat pada tubuhnya menambah ketampanan seorang Emir Farabi Gazhi berkali kali lipat.
Dia duduk di meja kerjanya mengecek beberapa dokumen yang sudah ada di depannya, karena selain dokter dia juga seorang Direktur Utama Rs. Al Ghazi, tugas yang di bebankan sang ayah untuknya di jalankan dengan penuh tanggung jawab.
dret.. dret.. dret..
Handphone yang ada di saku celananya bergetar, dia menekan tombol hijau saat tertulis nama bunda di layarnya.
"Ada apa bun ?" sapa Emir langsung.
"Jam 3 sore datang ke Butik tante Mala, kita fitting baju pengantin kamu dan Emira, nanti bunda yang akan jemput Emira, jadi kamu langsung kesana saja, bunda tunggu di butik, ingat! tidak boleh telat!!." tut tut tut
"Hallo bun." Panggilan sudah di tutup tanpa menunggu jawaban sama sekali.
"Ya ampun bunda."
Emir menghela nafasnya dalam dan membuangnya dengan kasar, dia kembali menyibukan diri dengan berkas berkas sebelum memantau perkembangan pasien nya.
**
14.30 Wib
Sementara itu Di kafe tengah ada perdebatan sengit antara Della dan Anggasta, Anggasta kurang setuju bila dana yang sudah di rencanakan untuk acara pensi harus di kurangi dan di alihkan untuk baksos, kerena menurutnya dana tersebut sudah pas seperti yang sudah di paparkan dalam rapat osis sebelumnya.
Emira mengambil handphone saat dia merasakan bunyi dering yang tidak kunjung berhenti,
"Tante Daniah." batin Emira dia berpamitan ke toilet sejenak dan menggeser tombol hijau saat sudah ada di depan toilet.
"Assalamualaikum tante.."
Sapa Emira
"Waalaikumsalam sayang, kamu ada dimana ? bunda sedang menuju kerumah kamu."
"Emm... ada apa ya tante? maaf Emira sedang tidak ada di rumah, Emira sedang di kafe depan sekolah karena sedang ada rapat Osis inti tante." Jelas Emira
"Baiklah kalo begitu bunda jemput kamu di depan kafe sekarang ya sayang, tunggu bunda ya."
"Maaf tante, tapi ada apa ?" Tanya Emira lagi
"Kita mau fitting baju pengantin kamu sayang, sudah ya bunda sebentar lagi sampai."
"Tante tidak perlu jemput, karena Emira bawa motor, tante."
"Tidak papa, nanti kamu bisa mengikuti mobil bunda dari belakang."
"Baik lah." akhirnya Emira mengalah.
"Bunda tutup ya sayang, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam tante." Jawab Emira
"Siapa mir?" tanya Karin tiba tiba.
"Astaghfirullah... ngagetin ih! untung gue ngga punya riwayat jantung."
Emira mengelus dada nya karena kaget.
"Abis lo angkat telpon aja harus ke toilet segala."
Kiran mendekat ke wajah Emira, mengamati lekat lekat wajah sahabat nya ini.
"MENCURIGAKAN!". ucap Kiran dengan menekankan kata demi kata.
"Apaan sih ngga jelas deh, udah yu balik."
Emira mencoba bersikap biasa saja, sungguh dia masih belum bisa mengatakan hal ini pada ke dua sahabatnya, mungkin nanti, tapi yang pasti bukan sekarang karena dia juga butuh waktu.
"Bener bener ada yang ngga beres nih anak." jawab Kiran sambil berlalu mengekori Emira.
Emira menengok ke belakang karena mendengar Karin masih terus mengomel. batinnya sungguh was was takut sahabatnya itu mendengar obrolannya dengan tante Daniah di telpon tadi, meskipun itu sebenarnya tidak mungkin.
Saat sudah duduk di meja, Emira seperti tidak tenang, di lihatnya jam sudah menunjukan pukul 14.45 sebentar lagi pasti tante Daniah akan datang.
TING... bunyi notifikasi dari hp Emira, buru buru dia membuka room chatnya, benar saja tante Daniah sudah ada di depan kafe, karena merasa tidak enak jika tante Daniah menunggu lama, akhirnya Emira pamit pada teman teman nya, dengan alasan ada urusan mendesak.
Hal itu tidak luput dari pantauan mata elang Kiran, dia sudah menaruh curiga pada sahabat satunya ini. Dia berniat untuk mengikuti Emira, perasaannya pasti benar, ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Emira.
"Udah beres semua kan ngga ?" tanya kiran pada Anggasta.
"Udah. Tinggal di jalankan aja. Kenapa ?" tanya balik Anggasta
"Gue cabut dulu ya, Lo mau ikut ngga ?" tanya Kiran pada Della, buru - buru menyambar tasnya kemudian berdiri dan berlalu dari teman - temannya.
"Eh.. mau kemana ?" Della juga ikut buru buru menyambar tas nya dan mengikuti Kiran, karena dia tidak membawa mobil otomatis dia juga ikut masuk ke dalam mobil Kiran.
"Sebenernya mau kemana sih Ran?" Tanya Della penasaran.
"Gue juga ngga tau. Kita ikuti motor Emira di depan. Eh mana sih dia, kok cepet banget ilangnya."
Karin menengok kanan kiri mencari keberadaan Emira, beruntung jalanan tidak terlalu ramai saat ini.
"Itu... itu dia Belok ke kiri." Della menunjukan sebelah kirinya, karena penasaran juga apa yang terjadi sebenarnya, bertanya pada Kiran pasti akan sia sia.
Mobil Kiran terus mengikuti kemana motor Emira melajut, hingga akhirnya berhenti di sebuah butik mewah.
"Mau ngapain dia ke butik, bukanya ini butik tante Mala yang terkenal itu ya ?" tanya Della
"Kalo tau, gue ngga akan ngikuti Emira sampe kek gini! gue mencium bau bau mencurigakan dari tu bocah, turun buru! kita liat apa yang mau dia lakuin." Kiran langsung turun saat Emira sudah memasukin butik tersebut.
*Bersambung**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
🌈Pelangi
isshhh Karin kepo banget
2023-06-18
1