Eps 03

Emira, Kiran, dan Della sudah memesan menu langganan nya dan duduk di bangku paling depan, di sebrangnya juga ada Anggasta, Arkana serta Andi yang memilih ikut duduk disana.

"Pindah lo sana, gue ngeri liat tatapan Nabila", seru Emira pada Andi.

"Astaga.. beneran tatapan membunuh." Andi bergidik ngeri sendiri. Lalu memboyong makananya untuk duduk di depan Nabila sang kekasih, dari pada harus mendapatkan amukan mending menghindar.

"Susah emang kalo udah Bucin." Sela Kiran sambil mengunyah basonya.

"Kalo makan jangan sambil ngomong dong Kiran kan jadi berantakan." Arkana mengusap sisa kuah yang ada di mulut Kiran dengan tisu.

Ukhuk ukhuk ukhuk...

Della tersedak kuah baso melihat aksi barani Arkana. Perlakuan Arkana sontak membuat seisi kantin melongo yang memang sedari tadi mencuri pandang ke bangku mereka. Kiran masih bengong, sedangkan Arkana tampak cuek dan meneruskan makannya sambil nyengir ke arah Kiran.

"Dimakan Kiran, apa mau gue suapin sekalian?" tanya Arkana. "Sini mangkoknya." Arka hendak mengambil mangkok Kiran namun Kiran lebih dulu mengangkatnya ke atas.

"Arka gila lo ya, sumpah ngga waras ni orang." Kiran bersuara sambil tetap mengangkat mangkoknya ke atas.

"Lah kenapa? Emang salah?" tanya Arka balik.

"Ngga bisa di biarin. Mir bantuin gue." Mohon Kiran pada Emira.

"Canda doang Kiran, Astaga." Arkana tertawa tanpa beban.

"Bikin heboh aja lo, ntar kalo sahabat gue baper mau tanggagung jawab lo?" tanya Emira pada Arka.

"Bisa di atur." jawab arka menaikan kedua alisnya sambil ternyenyum devil.

"Jadi besok sabtu kumpul?" Tanya Anggasta mengalihkan topik.

"Boleh lah. jawab Emira dianggukan yang lain juga.

Jam ketiga pelajaran bahasa Inggris telah berakhir bebera menit yang lalu, namun ketiga cewe itu masih enggan meninggalkan kelas.

Tuk.

Emira menjatuhkan kepalanya di meja. Dia menghela nafas dan membuangnya kasar. Rasanya dia begitu enggan untuk pulang. Teringat perkataan neneknya kemarin malam saat dirinya baru pulang dari Toko.

*Flashback On*

"Emira sudah pulang nak?" Tanya nenek saat melihat Emira menuju dapur melewati ruang tamu.

"Sudah nek, sudah makan dan sudah sholat Isa juga." Emira menjawab sekaligus memberi tahu nenek, jika dirinya sudah menunaikan kewajibannya. Nenek tersenyum mendengarnya.

"Duduk Emira." nenek menepuk sofa kosong di sebelahnya.

Emira duduk tepat di sebelah sang nenek dirinya mengamati wajah nenek yang sepertinya sedang banyak beban.

"Ada apa? apakah nenek sakit lagi?" Tanya Emira mulai panik, karena melihat nenek yang menatapnya lekat tanpa jeda.

Nenek menggeleng, memeluk tubuh mungil cucu satu satunya ini.

"Emira,, apakah kamu menyayangi nenek?" Tanya nenek dengan posisi masih memeluk Emira.

"Tentu saja. Kenapa bertanya seperti itu?" Emira melerai pelukannya menatap wajah nenek dan mencium keningnya.

"Sayang tolong dengarkan nenek, jangan menjeda, sebelum nenek mempersilahkan." Emira mengangguk.

"Tamu yang kemarin datang adalah sahabat bunda dan ayah mu nak, beliau adalah orang penting dalam hidup orang tuamu. Sarah dan Bani begitu menyayangi mereka bagai saudara, tidak ada batasan. Tanpa tante Daniah dan Om Barra nenek tidak tau apakah Sarah bisa melewati masa sulit dalam hidupnya sebelum bertemu ayahmu, Sarah benar benar di buat kacau karena mantan kekasihnya. Beruntung Sarah memiliki Daniah dan Barra yang melindunginya." Nenek menghela nafas dengan berat.

"Dan Sarah juga pernah mendonorkan satu ginjalnya pada Tante Daniah." Emira terkejut mendengat fakta tersebut.

"Dan sebelum orang tuamu meninggal 10 tahun lalu, Bunda dan Ayahmu menitipkan kamu pada mereka, tante Daniah dan Om Barra  beberapa kali menemui nenek bermaksud untuk menepati janjinya."

nenek menatap wajah sendu cucunya, mata indahnya sudah berembun menahan butiran kristal yang ingin menerobos ke luar.

"Apakah kamu bersedia memenuhi janji mereka? mereka sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjaga dan melindungimu."

"Kenapa?" pertanyaan itu lolos dari mulut Emira, padahal dia sudah berjanji akan berbicara setelah di persilahkan.

"Nenek sudah tua sayang, cepat atau lambat nenek pasti akan meninggalkanmu. Dan sebelum itu terjadi, izinkan nenek untuk melihat mu bersanding bersama orang yang tepat."

Emira sudah bisa menangkap maksud nenek, pikirannya merkecamuk, apakah dia akan di nikahkan dengan Arka? karena setahu Emira anak tante Daniah dan om Barra adalah Arkana,

"Aku bahkan belum genap 18 tahun nek." Emira menatap sendu sang nenek, bukan penolakan, bukan juga mengiyakan.

"Mereka ingin menemui mu sayang, mereka ingin menyampaikan maksud dan tujuan nya, bantu mereka untuk membalas budi kedua orang tuamu." mohon sang nenek.

Akhirnya Emira mengangguk. tanpa berani berkomentar apapun lagi.

**Flashback Off**

"Lo kenapa beb? tanya Della yang melihat Emira lesu.

Mereka masih berada di dalam kelas, meski sekolah sudah mulai sepi, jam sudah menunjukan pukul 13.37 pm.

"Gue pengin bolos kerja". Jawab Emira bohong, jujur dia masih belum siap untuk meceritakan pada kedua sahabatnya.

"Ya ela, gue kira lo di jodohin tiba tiba lesu." Sontak saja hal tersebut langsung membuat tubuh Emira duduk tegak, gugup dan tegang, namun sedetik kemudian bisa mengontrol perasaan nya.

"Huhhfffhh.. harus banget yang ada di pikiran lo soal itu ya?" Tanya Emira kembali lesu.

"Ya kali aja kan, tiba tiba lo nikah sama temen kelas, atau sama dosen atau sama guru, atau sa eeemmppfft."

mulut Della sudah di bekap oleh Karin yang gemas padanya karena tidak bisa melihat sikon."

"Udah ah cabut yu." Ajak Emira beranjak mengambil tas nya.

"Eh jadi kerja?" Tanya Karin menyusul Emira yang di ikuti Della tentunya.

Mereka keluar gerbang bersamaan, Karin dan Della telah di jemput oleh sopirnya sedari tadi, setelah berpamitan kedua mobil tersebut melesat meninggalkan Emira yang berada di atas motor beat nya di depan gerbang sekolah.

Emira merasa begitu beruntung, kedua sahabatnya menyayangi nya dengan sangat tulus, tanpa memandang status sosial, meski Emira bukan juga dari keluarga yang kurang mampu, namun di bandingkan dengan Karin dan Della dia seperti bukan apa apa.

Lama Emira mematung di gerbang sekolah, dia menghirup udara dalam dalam, dan kemudian menancap gasnya meninggalkan sekolah. Tanpa dia sadari, seseorang tengah mengamatinya dari balik kaca mobil. Seseorang itu pun pergi setelah Emira hilang dari pandangannya.

16.55 pm

suara nada dering membuyarkan lamunan Emira, dia segera mengangkat telpon yang ternyada dari sang nenek,

"Assalamualaikum nek," Sapa Emira menjawab telpon.

"Wa'alaikumsalam,, habis solat maghrib langsung pulang ya Mir, kamu tidak lupa kan kalo tante Daniah dan Om Barra akan ke rumah jam 8 Malam ini." Nenek mengingatkan sang cucu agar tidak pulang malam seperti hari biasanya.

"Iya nek, Mira ingat kok. nanti mau di bawakan apa saja nek? biar sekalian Mira pulang sambil belanja." Tanya Emira.

"Tidak perlu, nenek sudah menyuruh mbok Jumi untuk menyiapkan jamuan. Kamu cukup pulang tepat waktu saja ya." perintah nenek.

"Baik nek, kalo gitu Mira tutup dulu ya nek, Mira mau siap siap sekalian."

"Iya sayang, ya sudah ya nenek tutup. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam nek." jawab Emira.

Sore ini langit sungguh indah, senja di ufuk barat begitu memanjakan alam, bahkan angin yang bertiup terasa menyegarkan. Tapi hal itu tidak membuat hati seorang gadis yang belum genap 18 tahun itu bahagia. Wajahnya mendung sangat kontras dengan suasana sore ini.

**Bersambung**

_aku tau mungkin aku tidak layak\, tapi biarkan aku tetap ada sini_

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!