"Imaaasss... buruan ai kamu ih!" Ujang pagi-pagi sudah ada didepan rumah, dia bermaksud untuk mengajak berangkat sekolah bareng.
"Ngoheh, Jang. Bentar yaa." Jawabku. "Kenapa kamu begitu tergesa-gesa?" tanyaku lagi dengan santai.
Ujang melirikku dengan ekspresi kesal. "Apa-apaan sih, kamu? Kenapa jawabannya jadi aneh gitu?"
Aku tersenyum dan menjawab, "Maaf, Jang. Aku masih mengantuk nih. Tapi tenang, aku akan segera siap."
Ujang menggelengkan kepala. "Terserah deh, pokoknya buruan siap. Kita mau berangkat sekolah."
Aku melangkah ke arah pintu dan mengambil tas sekolahku. "Baiklah, Jang. Ayo kita berangkat."
Dalam perjalanan kami menuju sekolah, imajinasi kami melesat jauh. Seperti biasa, kami berdua menjadi Ninja Hatori yang berani dan tangguh. Kami membayangkan diri kami melintasi medan yang sulit, mendaki gunung yang curam, dan melintasi lembah yang dalam. Dalam khayalan kami, kami menghadapi musuh-musuh yang kuat dan menguasai teknik ninja yang hebat.
"Ssst, Ujang! Aku mendeteksi ada gerombolan musuh di depan kita," bisikku sambil menunjuk ke arah semak-semak.
Ujang mengangguk serius. "Siap-siap, Mas! Kita harus menggunakan semua keahlian ninja kita untuk melawan mereka."
Kami berlari dengan lincah dan menggunakan gerakan-gerakan khas ninja untuk menghindari serangan musuh. Kami melompat, berputar, dan melempar shuriken dengan presisi tinggi. Setiap langkah kami penuh perjuangan dan keringat, tetapi kami tidak menyerah.
Setelah melewati medan yang sulit, kami mencapai sungai yang mengalir indah di tengah-tengah hutan. Kami menghentikan permainan Ninja Hatori sejenak dan menikmati keindahan alam di sekitar kami. Air yang mengalir dengan lembut, dedaunan hijau yang berayun dengan angin, dan burung-burung yang berkicau di langit.
"Imas, kita harus berhenti bermimpi sejenak. Sekolah sudah dekat," kata Ujang dengan nada sedikit menyesal.
Aku mengangguk sambil tersenyum. "Ya, Jang. Mari kita kembali ke dunia nyata dan menghadapi dunia sekolah dengan semangat yang sama seperti petualangan kita tadi."
Kami melanjutkan perjalanan kami ke sekolah dengan semangat yang menggebu-gebu. Meskipun hanya khayalan belaka, petualangan kami sebagai Ninja Hatori telah memberikan kami semangat dan keceriaan untuk menghadapi hari di sekolah.
Kami pun tiba dipintu gerbang sekolah, seperti biasa Mang Asep sang security sekolah bertanya dengan sopan. "wuihh... Ninja udah datang." Sahut Mang Jajang.
Aku tertawa sambil nyubit perutnya Mang Asep. "Aku masuk kelas dulu ya, Mang!" Sahutku.
Mang Asep yang kesakitan karena cubitan aku, menjawab "Iya!" sambil meringis kesakitan.
Aku pun berlari menuju kelas sambil melompat-lompat dengan semangat seperti seorang ninja yang siap bertarung. Teman-teman sekelas yang melihatku datang dengan semangat tinggi ikut bergabung dalam suasana riuh dan penuh tawa.
Kami masuk ke dalam kelas dengan riang gembira. Guru kami, Ibu Wulan, tersenyum melihat semangat kami. "Selamat pagi, anak-anak. Senang melihat semangat kalian hari ini," ucapnya dengan hangat.
"Selamat pagi, Bu Wulan!" serentak kami menjawab.
Kami pun duduk di tempat masing-masing, siap untuk memulai pelajaran hari ini. Ibu Wulan duduk dikursinya dan mengeluarkan pertanyaan horor.
"Tolong kumpulkan PR yang kemarin Ibu kasih ya anak-anak." Ibu Wulan berkata dengan semangat.
"Mampuusss... Aku lupa dengan PR kemarin." Pikirku dalam hati.
Ibu Wulan melihat dan menatap tajam kearahku. Dengan munundukan kepalanya sedikit, kacamatanya melorot sedikit sampai nyangkut ujung hidung.
"Imas, kamu kenapa, Kok kelihatan panik?" Bu Wulan bertanya dengan mimik muka tersenyum sinis.
Aku tersentak oleh tatapan tajam Ibu Wulan dan tergagap dalam menjawab pertanyaannya. "Eh, Bu Wulan, maaf... Saya... saya lupa mengerjakan PR kemarin," ucapku dengan gugup.
Wajah Ibu Wulan semakin serius dan senyum sinisnya semakin terlihat jelas. "Oh, jadi Imas lupa, ya? Bagaimana dengan yang lain? Sudah siapkan PR-nya?" tanyanya sambil melirik ke siswa-siswa yang lain.
Siswa-siswa yang lain terlihat saling pandang dan beberapa dari mereka juga terlihat cemas. Ternyata, aku tidak sendirian dalam kelalaian ini.
Beberapa teman sekelasku mulai berkomentar, "Aku juga lupa, Bu," kata Rudi dengan nada gugup.
"Sama, Bu. Maaf, saya belum selesai," ujar Yanti dengan wajah cemas.
Ibu Wulan mengangguk pelan. "Baiklah, sepertinya banyak dari kalian yang belum menyelesaikan PR kemarin. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kalian semua harus bertanggung jawab atas pekerjaan kalian," katanya dengan suara tegas.
Seketika, suasana di kelas menjadi tegang dan cemas. Kami merasa bersalah karena tidak menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Ibu Wulan. Kami tahu bahwa Ibu Wulan adalah guru yang tegas dan serius dalam hal kedisiplinan.
Ibu Wulan lalu berteriak, "Kage Bunshin no Jutsu! Dziiinnngg!" Ibu Wulan menghilang dan menjadi banyak. Tiba-tiba dia menjewer kami satu-persatu.
"Lari 10 putaran di lapangan! Kalian harus mengeluarkan tenaga yang kalian gunakan untuk menghindari tugas dan fokus pada belajar. Ingat, jangan lupa mengerjakan PR kalian setelah itu!" Ucap Ibu Wulan.
Setelah selesai melaksanakan hukuman, kami kembali ke kelas dengan napas terengah-engah. Ibu Wulan menyambut kami dengan senyuman hangat.
"Dapatkah kalian belajar dari pengalaman ini, anak-anak? Tanggung jawab dan disiplin itu penting dalam kehidupan. Mari kita mulai mengerjakan PR kita dengan sungguh-sungguh," ujar Ibu Wulan dengan lembut.
"Luar biasa, Bu! Ibu ternyata Saudaraan sama Naruto? Ibu dari Clan Uzumaki? Rumah Ibu di Konohagakure?" Aku berkata dan berdecak kagum. Tiba-tiba "Pletaaakk," suara buku LKS menimpa kepalaku.
"Bangun kamu, Imas. kebanyakan nonton Anime kamu ini. Tapi, iya juga sih, Ibu suka nonton Naruto." Jawab Bu Wulan tersipu malu. "Sudah, sudah.. sekarang kerjakan PR nya disini dan kumpulkan. Ibu kasih waktu 15 menit." Bu Wulan berkata dengan tegas.
Aku tersadar dari khayalan dan mengusap kepalaku yang terkena pukulan buku LKS. "Maaf, Bu Wulan," ucapku sambil menggosok-gosok kepalaku yang sedikit sakit itu.
Aku mengangguk, menyadari kesalahanku. Aku mengambil buku PR-ku dan mulai mengerjakannya dengan serius. Selama 15 menit yang diberikan oleh Bu Wulan, aku berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Sementara aku sibuk mengerjakan PR, suasana di kelas terasa tenang. Teman-teman sekelasku juga fokus pada tugas mereka masing-masing. Bu Wulan duduk di kursinya, memberikan pengawasan yang tegas, tetapi juga memberikan dukungan kepada kami.
Setelah 15 menit berlalu, Bu Wulan memberi isyarat untuk mengumpulkan PR. Aku menyerahkan PR-ku dengan sedikit kelegaan, karena aku berhasil menyelesaikannya tepat waktu.
Bu Wulan memberikan senyuman kecil. "Bagus, Imas. Kali ini kamu bertanggung jawab dengan baik. Ingat, kedisiplinan dan ketekunan dalam belajar sangat penting," katanya dengan penuh semangat.
Aku merasa bangga dengan diriku sendiri dan bersyukur atas bimbingan dan dorongan dari Bu Wulan. Meskipun terkadang aku tergoda oleh imajinasi fiksi, aku belajar untuk tetap fokus dan bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibanku sebagai siswa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments