Aku dan Ujang benar-benar pergi ke sawah tengah malam. Misi kami cuma satu, mencari belut sebanyak-banyaknya. Lumayan teman makan nasi, biasanya kami makan hanya Nasi featuring garam doang. pengen juga dong makan sama daging, yaaa walaupun cuma daging belut.
Dengan senter yang kami bawa, kami berjalan perlahan melintasi sawah yang dikelilingi oleh kegelapan malam. Bunyi jangkrik dan desiran angin menjadi latar belakang perburuan kami. Aku dan Ujang saling berbalas pandangan penuh semangat.
"Ayo, Ujang! Kita akan menjadi pemburu belut yang hebat!" seruku dengan antusias.
Ujang mengangkat jari telunjuknya ke atas dengan penuh semangat. "So pasti, Imas! Tidak ada belut yang bisa menghindar dari kami!"
Kami berjalan di antara aliran air sawah, mencari tanda-tanda keberadaan belut. Saat kami mendengar suara gemericik air yang terdengar lebih kuat, kami mengetahui bahwa kami semakin dekat.
"Hei, lihat! Itu dia, belut!" seruku sambil menunjuk ke arah cahaya senter yang memantulkan bayangan hewan kecil bergerak di air.
Ujang mengepalkan tinjunya dengan semangat. "Mari kita kejar mereka! Jangan sampai satu pun belut bisa lolos dari tangan kita!"
Kami berlarian dengan penuh semangat, mengikuti belut yang bergerak cepat di air. Kadang-kadang kami terpeleset dan terjatuh, membuat kami berdua tergelak dalam kegembiraan.
"Awas, belut! Kami akan menangkapmu!" teriakku sambil berusaha mengejar belut yang meluncur dengan lincah.
Ujang mengeluarkan suara tertawa yang lantang. "Kamu tidak bisa kabur, belut-belut nakal!"
Kami saling berlomba menangkap belut satu sama lain, kadang berhasil dan kadang gagal. Kami menghadapi kejadian kocak saat belut berhasil melompat dan menimpa wajah kami.
"Wahahaha... Imas, wajahmu dipeluk belut!" Ujang tertawa dengan keras, memperlihatkan keceriaan yang sulit ditandingi.
Aku menyeka air lumpur dari wajahku sambil tergelak. "Hahaha... ya sudahlah, setidaknya kami bisa tertawa bersama dan mendapatkan pengalaman seru."
Setelah berjam-jam mencari belut, kami akhirnya berhasil mengumpulkan sejumlah besar belut dalam ember kami. Senang dan kotor, kami berjalan pulang dengan langkah penuh kegembiraan.
"Ibuuuu... kami berhasil mendapatkan belut!" seru kami dengan riang saat memasuki rumah.
Ibu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat kami yang kotor dan bahagia. "Anaku yang aneh, feminim sedikit coba."
wait! kalian belum tau yah nama ibuku? ok, aku perkenalkan, nama Ibuku adalah Ibu Euis. catat ya!
ok lanjut, Ibuku mengambil ember yang berisi belut dan segera memasaknya. Aku sendiri pergi ke kamar mandi karena badanku penuh lumpur, gak jauh sama Terminator saat berkamuflase menghindari predator, yang terlihat cuma mata doang.
Saat aku mandi, kudengar seseorang mengetuk pintu rumah kami. "Assalamualaikum."
Ibuku menjawab "wa'alaikumussalam." Lalu ibu membuka pintu. Ternyata Ayahku baru pulang nguli. Ayahku bernama Bapak Odo. Dulu waktu aku kecil Ayah selalu ngajak aku nguli (maksudnya cuma dibawa aja, gak ikut nguli).
Selesai mandi aku lalu ganti baju dan segera duduk di meja makan. uppss.. maaf guys, dirumah gada meja makan, kita kalo makan biasa diruang tengah, itupun lesehan karena kita gak punya kursi tamu.
Kami duduk lesehan di ruang tengah dengan nasi dan belut yang telah dimasak oleh ibu. Aromanya menggugah selera, dan kami segera menikmati hidangan malam kami.
"Ayah, tadi aku dan Ujang pergi mencari belut di sawah," ceritaku sambil melahap sepotong belut. "Kami berhasil mendapatkan banyak belut, Ayah. Ayah harus mencobanya!"
Ayah mengangguk dengan senyum bangga. "Bagus, Nak. Kamu sudah pandai mencari makanan sendiri. Tapi jangan lupa, belut juga harus dihargai. Mereka memberikan kita makanan, jadi kita harus menjaga keseimbangan alam."
"Ayah gaje, makan jangan bersuara, Ayah!" Sahutku.
Ayah tertawa mendengar aku protes. Setelah makan malam, kami membersihkan meja dan menghabiskan waktu bersama di ruang tengah. Aku merasa beruntung memiliki keluarga yang saling mendukung dan menciptakan momen-momen berharga seperti ini.
Tak lama kemudian, terdengar suara Ibu dari dapur. "Ayaaaahh... Setoran!"
Ayah geleng-geleng kepala, "Baru juga beres makan, udah main todong aja." Ayah cemberut.
"Jangan coba-coba berpura-pura lupa ya, Ayah!" Ibu mengancam dari dalam dapur. Lalu Ibu muncul dari balik tirai sambil mengacungkan Spatulanya, "Ayah tau kan ini apa?" mata Ibu melotot kearah Ayah.
Aku dan Ayah saling pandang, kemudian tertawa bersama. Ibu sering kali membuat lelucon seperti itu yang membuat suasana di rumah selalu ceria. Meskipun hidup sederhana dan tanpa meja makan yang formal, kebahagiaan dan kehangatan keluarga kami terasa sangat nyata.
Kami melanjutkan kegiatan malam kami dengan bermain kartu di ruang tengah. Ayah terkenal dengan keahliannya dalam permainan kartu, sedangkan aku dan ibu lebih sering menjadi lawan tangguh yang sulit dikalahkan. Gelak tawa dan seruan kegembiraan mengisi ruangan, menciptakan kenangan yang tak terlupakan.
Saat hari mulai larut, kami bersama-sama merapikan rumah dan bersiap untuk tidur. Ayah mematikan lampu dan dengan penuh canda mengucapkan, "Waktunya istirahat, besok pagi ada banyak pekerjaan yang menunggu kita!"
Kami pun berjalan ke kamar masing-masing, dengan senyum di wajah dan hati yang penuh dengan rasa syukur atas keluarga yang saling menyayangi.
"Kukkuruyuuuukkk." Suara ayam jago terdengar nyaring sekali ditelinga. Maklum, disamping kamarku memang kandang Ayam punya Ayah. Kulihat jam beker, oalah.. waktunya Sholat Subuh. Aku bergegas ambil air wudhu dan bersiap-siap Sholat.
Adzan Subuh pun berkumandang. Sambil menunggu Iqamah aku mengulang hafalan Al-Qur'anku yang kemarin, sudah menjadi rutinitas harianku seperti itu.
Saat Iqamah berkumandang, aku melangkahkan kaki menuju mukena dan sajadah yang sudah tersedia di sudut kamar. Dalam ketenangan dan khusyuk, aku memulai Sholat Subuh, mengikuti gerakan-gerakan yang telah ku hafal dengan baik.
Dalam keheningan dan ketenangan pagi, suara ayam jago dari luar tetap terdengar, seperti memberikan semangat dan pengingat akan kewajiban untuk melaksanakan ibadah. Aku merasa diberkahi dengan kehadiran ayam jago itu, sebagai pengingat setia akan waktu-waktu sholat.
Setelah selesai melaksanakan sholat, aku merasa hati dan pikiranku menjadi lebih tenang dan penuh dengan keberkahan. Dalam ketenangan pagi yang masih terasa segar, aku melanjutkan mengulang hafalan Al-Qur'an, menjaga koneksi spiritualku dengan Allah.
Saat matahari mulai muncul di ufuk timur, aku merasa terisi dengan energi positif dan semangat untuk menjalani hari yang baru. Aku berterima kasih kepada Allah atas nikmat yang diberikan, termasuk kesempatan untuk melaksanakan ibadah dengan khusyuk dan mendalami ayat-ayat-Nya.
Setelah selesai mengulang hafalan Al-Qur'an, aku menyimpan Al-Qur'an dengan penuh penghormatan dan rasa cinta. Kemudian, aku beranjak dari tempat sholat dengan rasa damai di hati dan kembali memasuki ritme harianku dengan semangat yang baru.
Setelah mandi dan bersiap untuk memulai aktivitas, aku keluar dari kamar dengan senyuman di wajah. Aku siap menghadapi apa pun yang akan datang, dengan keyakinan bahwa Allah akan selalu mengiringi langkah-langkahku dan memberikan petunjuk-Nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments