Sofie Auliana seorang gadis yang terkenal dingin, dan tenang kini telah menjadi temanku. Kejadian kemarin benar-benar sangat sulit dipercaya tak kusangka buku keramat itu membuat hubungan aku dan Sofie menjadi seperti ini.
Selain itu sifat Sofie sangat berbeda 180 derajat, kalau begini aku bisa tertawa jika seseorang berkata bahwa Sofie orang yang tenang.
Maksudku dia bahkan melompat kegirangan hanya karena aku menjadi teman pertamanya dan hanya karena membaca buku yang kutulis dia menjadi sangat bersinar. Tenang dari mananya.
Tapi sisi itu sedikit lucu.. Tidak apa yang kupikirkan, cukup dengan pikiran bodoh itu dan mari berangkat sekolah.
"Ayah, ibu. Aku akan berangkat dulu." Aku melambaikan tangan ke arah ayah dan ibu di ruang tamu.
"Ya, hati-hati." jawab mereka serontak.
Aku tersenyum sebagai jawaban dan segera keluar dari rumah. Saat aku sedang berjalan tepatnya di gang pertigaan, aku kebetulan bertemu dengan Sofie. Entah ini keberuntungan, atau takdir aku juga tidak tahu karena seharusnya rumah kita tak berada di daerah yang sama.
Sofie sekilas menatapku. Dan pada saat itu juga dia langsung tersenyum bahagia dan bersinar tanpa menunggu waktu lama dia berjalan mendekatiku.
"Sebastian, wah. Sangat kebetulan ya." ucap Sofie dengan tersenyum.
"Ya, kamu benar sangat tak terduga."
"Mumpung bertemu seperti ini, bagaimana kalau kita sekalian jalan bersama?"
Sofie menatapku penuh harapan, pipi sedikit merah dan mantannya bersinar. Kalau aku menolaknya pasti dia sangat kecewa, bahkan aku bisa membayangkan reaksi apa yang akan dia lakukan kemungkinan besar dia akan menangis.
Aku menghela napas. 'Sepertinya aku tak punya pilihan lain'
"Ya, tentu saja. Kenapa tidak?"
Sekali lagi dia kegirangan dan mendekati wajahnya dengan wajahku.
"Yosha, aku sudah lama menunggu momen seperti ini. Berangkat bersama teman, pulang juga bersama teman, itu adegan yang biasanya aku baca di komik, atau novel. Sungguh fantatis."
Dan Sofie terus mengoceh, perkataan Sofie setelah ini tak terlalu kuperhatikan, aku lebih fokus ke pikiran sendiri.
Aku hanya bisa mengeluarkan senyuman terpaksa. Perkataan Sofie barusan membuatku sedikit terasa sesak. Aku ingat cerita yang Sofie katakan kepadaku.
Sofie adalah orang yang cukup pemalu dan dia tak terlalu disukai oleh orang-orang disekitarnya, mungkin karena wajahnya yang terlalu bagus mereka jadi sedikit iri dan aku tentu saja ingat tentang Sofie yang dituduh merebut pacar temannya.
Aku yakin dia mengalami banyak kesusahan, bahkan dia sangat kegirangan hanya karena orang seperti aku menjadi temannya. Itu membuktikan bahwa Sofie sudah mengalami kesepian sejak sangat lama.
Bicara soal kesepian aku sangat paham tentang itu, jadi tanpa sadar tangaku bergerak untuk membelai kepala Sofie. Berusaha untuk memberikan ketenangan di hatinya, walaupun terlihat sangat ceria di dekatku, tapi aku sangat yakin dia pasti tak seperti yang terlihat.
Aku terus membelai rambut hitamnya tanpa sadar dan Sofie hanya terdiam menerima itu, dia menundukkan kepala serta merona.
"Maaf, aku melakukannya tanpa sadar."
Aku bergegas melepaskan tanganku karena sadar dengan yang baru saja kulakukan.
Tapi tidak ada ekspresi marah dari Sofie, dia masih menundukkan kepala dan malah menarik-narik kemeja putihku.
"Tidak apa-apa, aku justru senang."
"Lain kali.. kamu boleh lakukan lagi, tapi sebisa mungkin jangan di tempat umum." Muka Sofie penuh dengan warna merah.
Setelah berkata seperti itu aku menatap ke segala arah dan menyadari bahwa semua tatapan orang mengarah ke aku dan Sofie.
"Y.. ya, maaf."
Aku menundukkan kepala dan berusaha untuk menyembunyikan rasa malu sebisa mungkin.
Menyadari kami telah menjadi bahan tatapan para warga aku dan Sofie langsung bergegas pergi tanpa mengatakan apapun. Dan pipi kami berdua terasa sangat panas seperti terbakar.
Setelah berjalan sekitar 15 menit dan tanpa mengatakan apapun akhirnya kami sampai di sekolah.
Saat kami memasuki sekolah semua tatapan orang menuju ke Sofie, tidak mungkin mereka menatapku. Karena aku sekarang sedang berjalan tepat di samping Sofie. Rasa iri, cemburu, dan amarah bisa kurasakan dari para tatapan siswa laki-laki yang menatapku.
Aku berkeringat dan mempercepat langkahku agar tak menjadi pusat perhatian sekolah.
Kami menaiki tangga dan akhirnya sampai di kelas.
Aku duduk di sebelah kanan dekat pintu, sedangkan Sofie seperti biasanya. Di pojok kiri berdekatan dengan jendela dengan sifat anggun Sofie menatap jendela itu.
'Pfft~ Sial entah kenapa melihat sifat Sofie yang dengan cepat berubah dari ceria jadi dingin itu agak lucu.'
'Setelah mendengar cerita dari Sofie, aku yakin saat ini dia hanya malu saja.. Dia pasti hanya menunggu seseorang mendekati dan berbicara.'
'Maksudku, pfft~ Coba lihat dia. Sofie terus menatap ke segala arah seolah mencari perhatian, tapi sayangnya tak ada yang sadar dan dia dengan cepat kembali lagi menatap jendela, dia juga terus memainkan rambut hitam panjangnya.'
'Pfft~ Sofie kamu sangat lucu'
Sambil memikirkan itu tanpa sadar pandanganku telah terfokus ke Sofie dan pipiku juga dengan cepat memanas karena sadar dengan apa yang kulakukan.
Aku mengalihkan pandangan dan kembali menatap ke depan.
'Apa yang kulakukan? Kenapa aku malah terus menatap Sofie?'
'Aku tahu dia cantik, tapi aku terlalu lama memandangnya.'
Mungkin benar, aku sudah tersihir oleh Sofie. Yah, wajar saja dia sangat cantik, populer dan yang paling penting senyuman Sofie sangat manis.
Tapi jika dibandingkan denganku, dia bagaikan langit dan tanah, level kami sangat beda.
Sofie saat ini terlihat kesepian di tempat duduknya, jujur saja aku ingin mengajaknya berbicara, aku ingin melihat senyuman dia lagi. tapi jika aku mendekat bukanya aku akan memperburuk reputasi milik Sofie? Jika orang biasa saja sepertiku dekat dengan Sofie, apa yang akan orang lain pikirkan?
Aku tahu jawabannya, mereka pasti akan menganggap bahwa Sofie adalah gadis yang bodoh karena tak bisa memilih lelaki yang benar.
Itu benar Sofie adalah orang yang sangat berbeda denganku. Aku tak bisa menandinginya, baik dari fisik, kekayaan, akademis, semuanya dia lebih unggul. Aku bahkan tak layak untuk dekat dengan dia.
Maaf Sofie ini demi kebaikanmu. Sepertinya kamu lebih baik meminta seseorang yang lain untuk menyembuhkan penyakit pemalumu itu. Aku takut jika kita dekat. Maka akan memperburuk reputasimu, aku sangat ingin menghindari itu.
Dengan pikiran seperti itu aku memutuskan untuk tak berbicara dengan Sofie, baik itu saat istirahat, atau jam kosong, meskipun Sofie menatapku dengan penuh harapan aku menjauh darinya.
Hingga akhirnya jam pulang telah berbunyi. Sekali lagi aku mengangkat tasku dan langsung pergi tanpa mengatakan apapun ke Sofie, bahkan saat itu aku tak melihat sosok Sofie di kursi. Jadi mau bagaimana lagi.
Aku sebenarnya merasa sangat bersalah, tapi ini demi Sofie, dia memang lebih baik tak berdekatan denganku, masih banyak orang yang lebih baik di dunia ini. Sofie pasti akan segera menemukan salah satunya. Dengan pikiran negatif itu aku terus berjalan berencana keluar dari kelas untuk pulang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Tanata✨
"tangaku" -> "tanganku"
2023-06-17
0
Tanata✨
"fantatis" -> "Fantastis"
2023-06-17
0
Tanata✨
"mantannya" -> "matanya"
2023-06-17
0