"Jadi seperti itulah yang terjadi," ucap Sofie, mengakhiri pembicaraan. Dia menghela napas dan sekali lagi memegang baju Sebastian.
"Apa kamu sudah paham sekarang? Aku bukan diam karena suka, itu karena sifat malu serta takutku yang suka mengganggu." Sofie masih menarik-narik baju Sebastian, seolah sedang mencari perhatian darinya.
Setelah mendengar cerita yang cukup tragis Sebastian sedikit menjadi tak enak dan iba.
'Jadi begitu, gadis ini melewati banyak kesusahan karena parasnya yang lucu dan kepopulerannya, tapi aku justru berpikir bahwa dia hidup enak. Sial! Betapa bodohnya aku.'
Sebastian sedikit merasa bersalah, dia tak mengira bahwa seorang yang terkenal, populer, tenang, dan dingin itu memiliki masa lalu yang cukup tak mengenakkan.
Dia mengutuk dirinya sendiri karena berpikir bahwa Sofie hidup enak, tapi setelah ini dia sadar. Hidup dibuntuti orang, hidup dipandang dengan tatapan genit, dikucilkan karena sedikit istimewa itu merupakan kehidupan yang cukup menyedihkan apalagi Sofie hanyalah gadis kecil.
Dia bukan pria yang bisa menahan segala rasa sakit. Tidak, tak peduli pria atau perempuan, semua orang memiliki batas masing-masing. Sebastian sadar tentang semua setelah mendengar Sofie bercerita.
Pemuda itu menatap Sofie yang menunduk dan terlihat sedih, dia tak tahu harus melakukan apa agar Sofie bisa tenang.
Namun, ada satu hal yang ada dibenakanya. Ya, Sebastian membelai kepala Sofie sekali lagi. Memberikan kehangatan dari jari-jari besar miliknya.
Sofie bisa merasakan rasa kenyamanan dan kehangatan dari elusan pemuda ini, dia sangat berbeda dengan pria yang hanya melihat parasnya.
Tangan itu terus bergerak ke segala arah kepala Sofie, dari segala ujung rambut Sebastian melakukan itu semua dengan senyuman. Menginsyaraktan agar dia bisa tenang untuk sekarang.
Sebastian pada dasarnya cukup peka terhadap perasaan seseorang, walaupun dia tak terlalu peka tentang kehidupan percintaan.
Air mata menetes melalui pipi Sofie, namun ini bukan tangisan kesedihan justru sebaliknya. Belaian Sebastian terlalu hangat hingga membuat dia terharu. Dia merasa untuk pertama kalinya memiliki seorang yang berharga.
Mata tenang dan senyuman Sebastian menjadi pudar ketika melihat tetesan air yang merambat lewat pipi Sofie.
Sebastian menurunkan tangan dan mengangkat dagu milik Sofie, seolah mau melakukan ciuman. Namun itu bukan yang ingin Sebastian, dia ingin melihat ekspresi dari Sofie dan dia dibuat terkejut karena dia tiba-tiba menangis.
Ibu jari Sebastian menyeka air mata dengan senyuman hangat yang membuat tenang, Sebastian bertanya,
"Kenapa kamu menangis?"
"....."
Masih belum ada jawaban dari Sofie dia masih menangis. Karena air tak mau berhenti keluar, Sebastian sekali lagi menyeka dengan jari-jarinya, dia tak memaksa untuk menjawab. Pemuda ini hanya menunggu hingga Sofie tenang.
"Ini bukan tangisan kesedihan oke, tak usah khawatir. Aku hanya senang kamu ternyata se perhatian itu, sesuai dugaanku kamu sangat berbeda dengan banyak orang yang kutemui. Kamu terlalu hangat."
Wajah yang sebelumnya penuh kesedihan kini tersenyum sangat murni dari lubuk dalam hati, memberikan wajah sempurna yang sangat menggemaskan.
"Hanya kamu yang spesial untukku."
Merasakan kepanasan di sekujur wajah Sebastian memutuskan untuk melepaskan tangan dari dagu Sofie, dia juga merasakan perasaan tenang dari senyuman itu bahkan jantungnya tak mau berhenti berdebar seperti ingin copot rasanya.
Dengan pipi yang telah merah padam Sebastian memalingkan wajah dan memegang erat dadanya.
'Sial, terlalu imut!'
Benar hanya itu yang ada dipikiran Sebastian saat ini, tak salah jika menganggap Sofie imut atau cantik, justru tak wajar jika tak tertarik dengan paras Sofie, namun Sebastian tak bodoh seperti pria lain, dia tak terlalu memikirkan wajah, mungkin karena itu Sofie tertarik dengan Sebastian. Sosok pria yang tak pernah berusaha mendekatinya dan menyatakan perasaan.
Sore hari waktu telah menjadi sedikit gelap menandakan bahwa hari telah menjadi malam, ditengah situasi malam ini hanya ada Sebastian dan Sofie, benar hanya dua orang. Mata Sofie terlihat masih basah, namun sudah sedikit tenang. Sedangkan Sebastian tak mau menatap gadis itu lagi, berhati-hati jika menerima serangan ber damage.
Dan tak ada satu pun percakapan diantara mereka berdua. Situasi dengan cepat menjadi canggung.
'Sial, apa yang harus kulakukan? Situasi ini benar-benar menyebalkan.'
Sebastian mencoba kembali menatp Sofie dan sekali lagi menerima damage, Sofie memberikan tatapanmata penuh air tapi dengan sedikit senyuman, sayangnya itu hanya berlaku beberapa detik. Setelah itu kedua mata mereka saling tak bertemu.
Di kedua hati timbul rasa aneh yang hangat walaupun hanya saling berada di jarak yang tak terlalu dekat. Baik Sofie maupun Sebastian, dua jantung mereka berdebar sangat besar.
Ditengah kecanggungan Sebastian membalikan badan kemudian berkata,
"A-ayo segera pulang, kamu takut dengan pria dan tatapan orang kan. Aku akan menemanimu oke,"
Hanya satu kalimat yang berhasil membalikan senyuman di wajah Sofie.
"T-tentu, aku mengandalkanmu Sebastian."
"T- t- tapi sebelum itu ada yang mau kukatakan. BIsa tunggu sebentar?" Mata sofie sedikit berbinar, bibirnya yang merah dan bergetar membuat Sebastian tak bisa berpaling.
"Ya, tentu."
'Apa yang mau dia katakan? tunggu kalau aku yang menulis cerita ini pasti akan kubuat adegan menembak, jangan bilang si Author-san akan melakukan plot itu?' pikir Sebastian.
"Sebastian maukah kamu membantuku?"
'huh, apa. Ternyata hal normal' Sebastian menghela napas, cukup lega, namun di sisi lain sedikit kecewa.
Sebastian menatap sofie sekali lagi. "Membantu apa?"
"Kamu sudah dengar ceritaku panjang lebar, jadi i- i- itu maukah kamu membantuku dalam menyembuhkan sifat pemalu dan pendiam ini." tanya Sofie dengan wajah yang merah padam.
"Aku sangat merasa bisa melakukan apapun di depan Sebastian rasanya kalau kamu mau menerimaku apa adanya. Maka dari itu aku mau meminta tolong."
"Jadi apakah kamu mau membantuku." Sofie memejamkan mata, menatap ke bawah. Mungkin dia takut bila Sebastian tak membantunya.
"Tentu saja, meskipun akan sedikit rugi jika sisimu yang lucu diketahui oleh orang lain."
"Jujur saja aku lebih suka sisimu yang ceria. Dan jujur aku ingin kamu menunjukan sisi itu hanya untukku."
Sebastian mengucapkan dua kalimat yang berasal murni dari hatinya, namun dia terlalu jujur, Seolah sadar apa yang dikatakan barusan muka Sebastian merona, Sofie juga sama persis, gadis ini gemetaran tak bisa menahan rasa malu yang tak tertolong.
"Ma-maff, bukan bermaksud seperti itu, ya aku.' Berusaha mengelak sebastian menggelengkan kepala dengan sangat cepat.
"Tidak, gak perlu minta maaf, kalau kamu suka sisiku yang ceria maka aku dengan senang hati menunjukan untukmu bahkan setiap hari." ucap Sofie dengan wajah yang merah padam, bagaikan tomat.
"A-apa? Terus bagaimana dengan menghilangkan sifat malumu?"
"Aku masih akan melakukan itu, Sebastian pasti membantu.."
"M- m- maksudku, P... p.. Pria yang akan kuberikan senyuman dan sisi ceria hanya kamu seorang."
"Berterimakasih lah!"
Setelah itu Sofie berusaha menyembunyikan pipi yang memanas dengan berjalan menunduk dan melewati Sebastian yang terdiam.
"A-Apa yang kamu tunggu? Ayo pulang!" ajak Sofie yang dibalas dengan anggukan gugup.
------------
Ditengah malam hari dua pemuda dan pemudi itu tersenyum dan berjalan bersama, serasa bahwa dunia milik mereka. Dua orang ini terus berjalan dan bercanda.
"Oh, ya Sebastian, ini tentang pertanyaanku yang tadi."
"Pertanyaan tentang apa?"
"Tentang aku membaca novelmu. Apakah boleh?" Sofie mendekatkan wajahnya dengan wajah Sebastian. Sangat dekat bahkan Sebastian dapat merasakah endusan dari hidung Sofie, dia melihat wajah putih, rambut panjang yang terurai dan mata yang bersinar-sinar. Dia benar-banar seperti anak yang kegirangan.
Tapi, mental Sebastian terlalu tempe, dia dengan cepat memalingkan wajah.
"Tentu saja boleh, tapi besok, ingat? B-e-s-o-k, besok. Jangan sekarang!"
Sofie terlihat making ceria, dia tertawa sangat senang.
"Hore! Hore! Terima kasih, aku menantikan ceritamu,"
Melihat gadis yang disampingnya kegirangan membuat sebastian memiliki perasaan yang susah dikatakan, dia bisa dibilang penuh kebahagian sekarang.
Waktu telah berlalu, setelah lima menit akhirnya mereka sampai di rumah sofie. Rumah Sofie terlihat sedikit megah, dengan atap yang kokoh, cat abu-abu dan lampu-lampu yang mengitari rumah itu.
"Bye, bye, Sebastian,"
Seolah tak kenal lelah Sofie masih sangat ceria, dia melambaikan tanganya ke arah Sebasitan dan masuk ke rumah tersebut.
Sebastian menatap Sofie yang telah masuk dirumah dengan tatapan yang entah apa maksudnya. Di hatinya diliputi perasaan senang, bahagia, dan akwakwarad yang aneh. Dia sangat senang Sofie mau menunjukan sifat tersembunyinya kepada Sebastian seorang,
Tapi rasa bahagia itu hilang dengan cepat, Sebastian berpikir. Mungkin dia bisa memberikan kenyaman, tapi bagaiman jika setelah Sofie bisa menghilangkan sifat malu dan terbuka terhadap seseorang, Sofie tak mau lagi bersamanya? Bagaimana jika Setelah Sofie tak menjadi malu lagi, dia menemukan sosok yang lebih cocok dan asik dari pada Sebastian?
Pada akhirnya Sofie adalah orang yang populer, dia dapat dengan mudah membuat orang menyukainya, orang seperti sebastian yang normal saja tak mungkin bisa sepadan dengan gadis populer. Jika seseorang tahu akan hubungan mereka maka reputasi Sofie dengan cepat lenyap.
Hal itu sangat ingin dihindari oleh Sebastian dan juga dia pernah mengalami hal yang sama, seseorang yang paling dia percayai dengan mudah menghianatinya. Apakah percaya dengan Sofie adalah pikiran baik? Sebastian sangat mudah percaya dengan orang lain dan mudah sekali di manipulasi.
Meskipun dia benci pikiran ini, tapi di dalam lubuk hati paling dalam, sebastian berpikir bahwa Sofie hanya memanfaatkanya untuk menghilangkan rasa pemalu, jika Sofie bisa menghilangkan sifat itu. sebastian yakin bahwa dia akan dibuang layaknya sampah.
"Sial!"
Sebastian lantas pergi dengan pikiran yang penuh akan hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Young Nappi
mampir liat novel ku kaa
2023-10-10
0
Emii Emly
lucu
2023-05-30
1
Tanata✨
"sebastia" kurang "n" 😅
2023-05-29
0