"Zo, bisa buka pintunya? Aku lagi nanggung masak takut gosong," teriak Carissa yang sibuk di dapur.
"Ehm … iya!" Menggeliat lalu menguap, menyibak selimut kemudian turun dari ranjang. Zoya dengan mata bantalnya melangkah malas meninggalkan kamar. Garuk-garuk rambut lalu membuka pintu.
"Mana Carissa?" Pria berjas biru tua menatap tajam. Reflek menutup hidung dengan tangan saat gadis di depannya menguap lebar tanpa ditutup.
"Rissa ada di dapur, masuk saja!" Zoya menjawab dengan malas.
Leo menggeleng tak habis pikir. Gadis berambut mirip singa itu benar-benar paket komplit. Sudah wajahnya pas-pasan, penampilan urakan, juga tak sopan. Satu lagi, jorok!
"Sayang, kamu sedang apa?" Bernada kesal Leo menemukan bidadarinya mematikan kompor.
Carissa menoleh sesaat kemudian mengambil wadah untuk bakwan. "Masak buat sarapan." Senyum wanita itu tidak sanggup menurunkan tingkat kekesalan Leo.
"Dia enak-enakan baru bangun tidur sementara kamu sibuk di dapur. Kamu itu bukan pembantunya Zoya!"
Carissa masih dengan senyum menanggapi suaminya. "Ini inisiatif aku sendiri, Zoya tidak pernah nyuruh-nyuruh aku." Dengan santai menata makanan ke atas meja kayu kemudian membuka celemek dan membasuh tangan di wastafel.
"Ini terakhir kalinya kamu ada di sini. Aku tidak mau --"
"Mas duduklah! Kita makan bareng," potong Carissa menepuk kursi di sebelahnya.
Zoya mengelap wajah dengan handuk kecil yang ditaruh di pundaknya. "Wahhh, ada bakwan. Enak nih!" Mencomot gorengan dan duduk dengan posisi kaki dinaikkan ke kursi sedangkan punggungnya bersandar santai.
Leo melempar tatapan runcing yang tidak dipedulikan Zoya, sudah biasa!
"Mas, mau nasi goreng?" tawar Carissa.
"Sedikit saja. Jangan tambah gorengan!"
Carissa menurut kemudian mengambil bakwan untuk dirinya sendiri.
"Sayang, jangan makan gorengan! Itu makanan yang tidak sehat."
"Tapi aku mau, Mas. Sudah lama tidak makan bakwan."
"Makan saja, Riss! Tidak ada undang-undang yang melarang kita untuk makan gorengan. Asal jangan berlebihan saja makannya," timpal Zoya yang kini menyantap nasi menggunakan tangan.
"Kami sedang bicara berdua jadi jangan ikut campur! Lagipula, urusan makanan masa diatur undang-undang. Kalau kamu tidak paham, tanya saja ke dokter atau minimal googling, sana!"
Zoya merotasikan bola mata, malas mendengar ocehan pria itu. Tiap mereka bertemu pasti ada saja debat.
"Sudah, Mas. Lebih baik makan saja. Cobain, kamu pasti suka sama nasi goreng buatanku!"
Demi menghargai istrinya, Leo pun mulai makan dalam diam meski sesekali masih menatap runcing pada gadis yang duduk di depannya.
Zoya sama sekali tidak terpengaruh. Dengan santai mengisi ulang makanan lalu dalam waktu singkat piringnya pun kosong. Masih tambah satu bakwan lagi untuk cuci mulut.
"Katanya Zoya itu sakit tapi sepertinya sehat-sehat saja, Sayang. Buktinya dia makan dengan sangat lahap, mirip orang yang puasa setahun." Tersenyum sinis pada gadis di depannya.
Carissa tersenyum kikuk. "Mas, Zoya baru sembuh jadi wajar kalau makannya banyak."
"Aku memang rakus! Sudah sering melihatku makan tapi kamu masih saja kaget." Untuk beberapa saat Leo dan Zoya lempar sorot tajam.
Leo lekas menyudahi acara sarapan yang tidak asyik itu. Buru-buru mengajak Carissa pulang.
"Aku ke toilet dulu sebentar sekalian ambil tas di kamar," pamit perempuan berambut panjang gelombang.
Ruang makan yang menyatu dengan dapur itu menyisakan kedua orang yang tidak pernah akur.
"Jangan dekat-dekat dengan istriku lagi! Kamu itu tidak pantas bersahabat dengan Carissa. Lihatlah, kalian itu sangat berbeda jauh. Aku tidak mau kamu membawa pengaruh negatif untuk Rissa."
Zoya tersenyum sinis sedangkan tangannya saling menyilang di depan dada. "Kami bersahabat sejak zaman SD, jauh sebelum Rissa ketemu kamu. Kalau dia terpengaruh olehku, harusnya itu terjadi sejak lama. Kamu lihat sendiri karakternya bagaimana. Apa kamu hanya cari-cari alasan untuk memisahkan kami? Dengar, aku tidak akan pernah melepaskan Carissa karena dia adalah separuh dari jiwaku!"
Leo makin melotot. "Kamu tidak normal? Kamu diam-diam menyukai istriku?"
"Aku menyayangi Carissa." Tapi hanya sebagai teman tentunya. Sungguh, Zoya itu masih normal. Sekarang dia hanya ingin mengerjai Leo.
Pria berjas itu bangkit menahan amarah. Jika saja Carissa belum muncul mungkin dia akan menampar Zoya.
"Zo, aku pulang sekarang."
Leo menarik tangan istrinya yang hendak melakukan ritual cipika-cipiki. Setelah tahu bahwa Zoya mengincar Rissa, tentu saja dia tidak akan tinggal diam. "Ini terakhir kalinya istriku berkunjung ke sini. Kamu jangan pernah menghubunginya lagi!"
"Mas!"
"Sayang, jangan membantah karena ini demi kebaikanmu!"
Carissa menatap Zoya sendu seolah ingin menyampaikan permintaan maaf atas kelakuan suaminya. Si gadis tomboi tersenyum tipis.
Mengunci pintu setelah pasangan suami istri itu pergi, Zoya kemudian mengambil sebatang rokok dan membakarnya. Duduk di ruang tamu dengan sebelah kaki diangkat ke kursi.
Kembali teringat akan penyakit yang menyerang Carissa. Tak bisa dipungkiri, hal inilah yang membuatnya susah tidur. Lebih dari seorang sahabat, Zoya menganggap perempuan itu seperti adiknya sendiri.
"Harusnya dia fokus dengan kesehatan, bukannya sibuk merayuku untuk jadi madunya."
Tiap Zoya menolak rencana konyol itu, Carissa makin bersikeras memohon. Bahkan, semalam nyaris berlutut jika saja Zoya membiarkan.
"Riss, sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau menuruti permintaanmu."
**
"Mas, jangan pernah melarangku untuk berhubungan dengan Zoya! Dia sudah seperti saudara bagiku. Apa kamu tidak kasihan padanya? Zoya itu yatim piatu dan dibesarkan di panti. Dia tidak punya siapa-siapa selain aku."
"Dia bukan anak kecil yang butuh perlindungan. Jadi, jangan terlalu cemas. Pokoknya aku tidak suka kalau kamu menemuinya lagi. Dia itu bukan gadis baik. Tolong, mengertilah kekhawatiranku!"
Carissa mengempaskan tangan suaminya yang berada di bahu. "Mas salah menilai Zoya. Aku tidak akan menjauhinya."
Baru sekarang Leo melihat Carissa memelototinya. Biasanya perempuan itu selalu menurut, punya tatapan lembut. Kali ini Leo menggenggam tangan Carissa. "Sayang, baiklah. Kamu boleh menemuinya asalkan jangan datang sendirian. Jangan tidur di rumah Zoya. Bisa, kan?"
Perempuan itu diam sejenak sebelum kembali bersuara. "Oke, tapi aku maunya Mas yang antar." Siapa tahu dia bisa mendekatkan Leo dengan Zoya.
Mengembuskan napas kasar. "Oke." Yang penting Carissa berhenti marah.
Leo meraih tubuh istrinya ke dalam dekapan. Mengecup puncak kepala seraya mengelus rambut.
"Mas, kamu tidak berangkat ke kantor?"
"Nanti saja. Masih ada waktu untuk berduaan denganmu. Masih kangen." Leo mengecup kening, pipi, dan bibir istrinya.
"Memangnya kamu tidak kangen padaku, Sayang?"
"Apa perlu aku jawab, Mas? Harusnya kamu tahu perasaanku." Dua pasang mata beradu.
Leo tersenyum lebar. "Berarti kamu tidak akan menolak jika aku melakukan ini." Memangku Carissa dan membaringkannya di ranjang pelan-pelan.
"Tapi sebelum itu, ada yang ingin aku katakan," ucap Carissa memegang leher sang suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments