Pagi ini Dimitri mengantarkan sang Ibunda ke Bandara untuk keberangkatan ke Jerman. Rosaline tidak pergi sendiri, dua orang kepercayaan Dimitri menyertai sang Ibunda tercinta.
Pagi ini Dimitri akan mengosongkan mansion pinggir Kota tersebut. Ya Dimitri memang membeli secara bulat Osborn Corp akan tetapi dengan identitas yang tersembunyi. Dimitri tidak ingin Papanya tahu, bukan apa-apa Dovid tetap menyembunyikannya agar Dovid tidak melakukan hal-hal yang tidak dinginkan. Jadi biarlah Dovid tahu jika dia hanyalah pemuda pekerja tanpa harta dan terpaksa mengungsikan sang Ibunda karena rumah telah disita.
Untuk sisa hutang Dimitri membayarkan semuanya menggunakan hasil penjualan aset yang tersisa untuk menutupi hutang yang telah dibuat oleh Dovid. Bahkan tidak sedikutpun yang tersisa, sehingga Dovid akan kehilangan alasannya untuk menemui dirinya dan sang Ibunda.
Saat Dimitri keluar dari mansion megah milik Ibundanya, Dovid menghampiri anak semata wayangnya. Wajah pria paruh baya itu sangat kacau dan dia terlihat seperti orang yang baru terbangun dari mabuk berat. Nafas pria tua itu sangat kuat akan bau alkohol.
"Kenapa kau menjual Mansion satu-satunya lagi yang kita miliki? Kenapa semua kartuku tidak bisa digunakan!" teriak Dovid pada Dimitri.
"Kau tahu gara-gara kau, aku malu pada semua teman-temanku karena tidak bisa membayar biaya taruhanku!" teriak Dovid lantang pada Dimitri.
Jika biasanya Dimitri akan bersikap lembut dan penuh tipu daya dengan sang Ayah sebelum mengungkapkan semua kelicikan Dovid maka tidak kali ini.
"Congratulation, Papa tahu bukan kenapa kita bangkrut dan tidak punya apa-apa sekarang?" tanya Dimitri dengan tatapan serius pada Dovid.
"Itu semua gara-gara Kau tidak becus menangani hutang perusahaan sehingga semuanya harus dijual! Dasar anak tidak berguna! Kau tahu, semua kesialan ini terjadi gara-gara kau dan Ibumu yang tidak tahu diuntung itu! Sudah syukur-syukur aku nikahi tapi malah..."
"Cukup Pa! Cukup!" teriak Dimitri lantang, matanya memerah penuh kabut amarah.
"Semua ini terjadi karena sedari awal Papa ngak pernah sadar akan tanggung jawab Papa dan sibuk bermain perempuan! Mama mungkin bukan berasal dari keluarga kaya, tapi jika Papa lupa akan aku ingatkan kalau semenjak Kakek meninggal Dunia...semua aset dan perusahaan Mama yang mengelola. Sedangkan Papa sebagai suami ada peran apa?" tanya Dimitri dengan penuh penekanan.
"Omong kosong! Mamamu merebut semuanya dariku, Tua bangka itu mempercayai Ibumu lebih dari aku yang merupakan anak kandungnya sendiri!" teriak Dovid dan semakin tidak bisa mengendalikan emosinya.
"Kenapa sampai Kakek lebih mempercayakan perusahaan pada Mama ketimbang Papa? Itu karena Papa tidak pernah merasa bertanggung jawab untuk semua yang Papa ambil!" kata Dimitri dengan santai.
Dimitri sadar betul jika sang Papa hanyalah Anak Mami yang menggantungkan semua hal pada kedua orang tuanya. Hingga diusia se tua ini bahkan Dovid masih terjebak dalam pikiran anak-anak yang membuatnya tidak bisa berdiri di kaki sendiri.
"Sudahlah, bukankah kekasih-kekasih Papa masih menunggu kedatangan Papa. Aku rasa aku dan Mama sudah tidak ada artinya lagi untuk Papa, jadi aku pamit. Orang bawah sepertiku harus bekerja keras agar Mama dan Istriku tidak terlantar," kata Dimitri berlalu meninggalkan Dovid yang menggerutu kesal lengkap dengan caci maki yang tidak dihiraukan sama sekali oleh Dimitri.
Setiba didalam mobilnya Dimitri mengepalkan tangannya untuk mengatur emosinya. Bagaimanapun dia harus bisa tenang, ada Mamanya yang sangat membutuhkan dirinya.
Setelah tenang Dimitri mengemudikan mobilnya ke arah apartement yang beberapa bupan lalu dibelinya.
Suasana apartement elit itu sangat sunyi dan sepi. Dimitri berjalan dengan wajah yang tampak sangat dingin, tapi pikirannya sangat ribut memikirkan banyak hal.
Setibanya dipintu apartrment miliknya Dimitri langsung memasukkan sandi dan langsung masuk ke dalam kediaman barunya bersama sang istri.
"Mas, kamu sudah pulang?" tanya Ayu menyalimi sang Suami.
"Kamu belum tidur?" tanya Dimitri begitu matanya melihat ke jam yang melingkar dipergelangan tangannya.
"Aku merasa gelisah, jadi belum bisa tidur." kata Ayu mengikuti sang suami yang langsung berjalan kearah hkamar mereka.
Ayu menggunakan mukenah saat Dimitri kembali ke apartement mereka. Setibanya dikamar mereka sejadah dan al-qur'an masih terbentang rapi pertanda baru saja ditinggalkan. Meski Ayu bukan penganut agama yang taat, tapi Ayu berusaha untuk taat walau belum sepenuhnya.
Atu sadar betul kegelisahan yang meliputi dirinya tidak hadir begitu saja tanpa diundang, pasti karena Allah izinkan sehingga dia merasa gelisah... Dan Allah adalah sebaik-baiknya tempat meminta pertolongan.
"Mas mau mandi atau makan dulu?" tanya Ayu begitu selesai merapikan mukenah dan al-qur'an kesayangannya.
"Mas minta teh hangat boleh?" tanya Dimitri yang ternyata berbeda dari kedua pertanyaan Ayu pada dirinya.
"Sebentar Ayu buatkan," kata Ayu dan berlalu dari sana.
Setelah Ayu keluar dari kamarnya Dimitri memejamkan matanya erat. Dalam hatinya bertanya-tanya apakah perbuatannya sudah benar. Sungguh dia tidak ingin semuanya berjalan semakin jauh dari kendalinya, sebenci apapun dia pada Dovid tidak menuntut kebenaran jika Dovid adalah Ayah kandungnya.
Tidak ingin terlarut dalam kesunyian tidak berujung Dimitri berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah Dimitri keluar dari kamar mandi, Dimitri segera menunaikan sholat isya yang belum dia tunaikan sebagai seorang Muslim.
Selesai sholat, ternyat Ayu telah kembali ke kamar dan meletakkan segelas teh hangat disamping ranjang yang ada lemari kecil tempat meletakkan barang-barang kecil.
"Mas kemana selama dua bulan ini?" tanya Ayu memberanikan dirinya untuk bertanya mengenai suaminya yang menghilang selama dua bulan tidak ada kabar.
"Mas hutang penjelasan dulu boleh, besok Mas cicil jika belum bisa dibayar lunas. Boleh?" tanya Dimitri menggenggam tangan sang istri dan menatap wajah sang istri dalam.
Ayu menganggukkan kepalanya tanpa bisa membantah. Bagaimanapun dia juga tidak tega memaksa Dimitri terlebih wajah sang suami terlihat sangat letih.
"Maaf..." cicit Ayu yang langsung terhenti saat jemari telunjuk Dimitri melekat dibibirnya.
"Mas yang salah, mengapa harus minta maaf. Ayo tidur, ini sudah larut." kata Dimitri yang membawa tubuh ramping sang Istri kepelukannya.
Ayu merasa tegang dan panik awalnya, selain ini yang pertama baginya berinteraksi sedekat ini dengan lawan jenis, ini juga hal yang sangat dadakan bagi dirinya.
Pagi datang lebih awal dari perkiraan, Ayu tengah menyiramkan tanaman-tanaman yang ada didalam apartementnya yang memang nuansa taman. Bukan, bukan Dimitri penyuka tanaman tapi Dimitri memberikan 100% akses untuk merancang kediaman mereka. Sehingga Ayu benar-benar memanfaatkan sebaik-baiknya.
"Mas, sudah rapi? Apakah akan pergi lagi?" tanya Ayu pada sang Suami saat melihat Dimitri telah lengkap dengan pakaian kerjanya dan tas kerja ditangannya.
"Mas cicil dulu penjelasannya ya... Ada beberapa hal yang harus Mas urus terkait perusahaan dan juga Mama harus berobat. Jadi selama dua bulan ini Mas sangat banyak pekerjaan," kata Dimitri mengatakan apa adanya.
"Mas sarapan dulu? Kata Bibi Hanum Mas ngak suka makan berat jadi aku hanya memanggang roti selai cokelat dan kopi hitam," kata Ayu hati-hati.
"Terima kasih Istriku," kata Dimutri mengecup kening sang Istri lalu berlalu ke meja makan dengan Ayu berjalan berdampingan dengan sang suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments