Sang perawat tertunduk sendu. Dia lantas tidak punya pilihan lain selain memberitahu Meyra.
"Maaf, Mbak. Tapi bayi Mbak tidak selamat. Dia sekarang ada--"
"Tidak! Kau pasti bohong!" potong Meyra tak percaya. Dia buru-buru mencabut infus dari tangan. Lalu turun dari hospital bed.
Karena keadaan yang belum sepenuhnya pulih, Meyra langsung terjatuh. Fisiknya yang masih sakit tak mampu untuk menopang.
Si perawat wanita bergegas membantu. Dia juga segera memanggil bantuan teman-temannya.
Kini yang dilakukan Meyra hanya menangis. Sungguh, dia merasa perjuangannya untuk mempertahankan bayinya terasa sia-sia. Dari mulai caci maki, kehilangan keluarga, dan reputasi baik sudah dirinya terima. Meyra bahkan rela jatuh miskin hanya demi sang bayi yang sudah diberinya nama Elita.
"Katakan kepadaku kalau kalian berbohong..." isak Meyra. Bertanya pada tiga perawat yang berdiri di dekatnya. Namun ketiga perawat tersebut hanya bisa diam dan tertunduk. Pertanda bahwa bayi Meyra benar-benar sudah pergi.
"Kenapa ini terjadi kepadaku? Kenapa?!!" keluh Meyra sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Dalam sekejap wajah cantik dan lelahnya itu dibanjiri air mata.
Setelah puas menangis, Meyra meminta perawat untuk membawanya melihat bayinya. Dia ingin melihat bukti dengan mata kepalanya sendiri.
"Apa Mbak yakin ingin melakukan ini?" tanya salah satu perawat.
"Ya, aku mohon bawalah aku," ujar Meyra dengan tatapan penuh harap.
Perawat itu mengangguk. Dia dan rekannya segera membantu Meyra pindah ke kursi roda. Kemudian mereka pergi ke ruangan dimana jasad bayi Meyra berada.
Ketika melihat keadaan bayinya dengan mata kepala sendiri, Meyra semakin sedih. Terlebih keadaan sang bayi dalam keadaan tubuh yang agak membiru.
"Anakku! Kenapa kau tinggalkan Ibu?! Kenapa bukan aku saja yang pergi?!" pekik Meyra histeris. Dua perawat yang datang bersamanya sigap menenangkan.
Di lokasi tidak begitu jauh, ada Adnan yang baru saja keluar dari ruang mayat. Dia terlihat melangkah bersama Azam. Langkah mereka terhenti saat mendengar keributan yang dibuat Meyra.
Adnan tentu mengenal Meyra. Mengingat dialah yang sudah membantu perempuan itu pergi ke rumah sakit. Namun karena sedang berduka, dia tidak terlalu tertarik memikirkan masalah orang.
"Ayo kita pergi! Kita lihat keadaan Amena," ajak Adnan. Akan tetapi Azam bergeming. Perhatiannya masih tertuju pada Meyra. Terlebih perempuan itu sekarang jatuh pingsan.
"Ternyata hari ini tidak kita saja yang merasa kehilangan," gumam Azam. Tidak seperti Adnan, dia merasakan empati terhadap Meyra. Merasa memiliki nasib yang sama, Azam jadi peduli pada perempuan tersebut.
"Ya, itu pasti. Sekarang ayo kita pergi." Adnan menarik tangan Azam. Anak itu tak bisa mengelak dan menuruti saja apa kata Adnan.
Sesampainya di ruang tempat Amena, Adnan langsung mendapat keluhan dari perawat bernama Ririn. Katanya dia kesulitan mengurus Amena karena bayi itu tidak mau meminum susu instan.
"Awalnya Amena baik-baik saja. Namun lama-kelamaan dia menangis terus. Itu terjadi selama berjam-jam. Aku dan perawat lain sampai kewalahan karena bingung harus bagaimana. Jadi kami terpaksa memberi suntik tidur padanya," jelas Ririn panjang lebar.
"Lalu? Apa urusannya denganku? Kau pikir aku tahu segala hal tentang bayi?" sahut Adnan sambil mengusap kasar wajahnya. Jujur saja, kematian Ehsan sudah membuatnya frustasi. Itu menjadi bertambah tatkala Adnan juga harus dihadapkan dengan seorang bayi.
Kebetulan Adnan memang satu-satunya orang yang bertanggung jawab dengan kedua anak Ehsan. Sahabat karib Adnan itu memang memiliki hubungan renggang dengan keluarganya. Hal tersebut karena keputusan Ehsan yang memilih pindah agama mengikuti istrinya.
"Aku sarankan untuk mencari ibu susu untuk Amena. Aku rasa Amena akan mau meminum ASI," usul Ririn pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
yelmi
suka sama karyamu tor... kisah2nya bagus sangat berbeda... semoga semakin banyak pembacanya
semangat berkarya terus y👍😊
2024-08-14
0
zelindra
semangat KK ...😁😁
2023-05-20
0