Sejak kecil, setelah melihat mama begitu bergantung pada ayah meskipun sudah diselingkuhi, aku mulai bertekad tak akan mau bergantung atau berhutang budi pada siapapun.
Tapi sekarang, semuanya hancur. Dan lebih menyakitkan lagi, ini semua bukan salah ku atau mama! Ini ulah selingkuhan ayah entah yang mana. Kenapa bayang-bayang ayah masih terus mengikuti kami? Kenapa dia selalu hadir membawa masalah terus?
Akhirnya menandatangani kontrak yang sudah disiapkan Nicholas. Begitu banyak informasi yang ku terima terkait 'kerjasama' ini.
Sebenarnya, ada puluhan lembar kertas kontrak ini. Tapi intinya, aku akan berpura-pura menjadi wanita simpanan Nicholas dalam kurun waktu tiga bulan. Dan selama tiga bulan itu, aku akan diberikan bayaran serta fasilitas yang melimpah.
Hal paling penting dari perjanjian ini adalah, tidak boleh ada yang tahu tentang kami, kontrak kami dan segala informasi terkait. Nicholas juga boleh memanggilku kapanpun, kemana pun, tapi dia tidak boleh melakukan tindakan yang mengandung kekerasan dalam bentuk apapun termasuk hubungan intim yang tidak dikehendaki.
Aku agak lega dengan poin itu. Artinya hanya status ku saja yang merupakan wanita simpanan.
Aku sudah menandatangani kontrak dan Nicholas memberikan ku salinan kontrak ini.
"Besok, saya harap kamu tetap datang sebagai asisten pribadi saya. Kita bisa bicarakan rencana selanjutnya, besok," ucap Nicholas setelah merapikan semua kertas tersebut.
"Baik, Pak."
Nicholas menatapku, ia mengerutkan keningnya seolah sedang bingung akan sesuatu.
"Ada yang ingin kamu tanyakan?"
Oh, ya. Dia pasti menangkap gelagat aneh dari diriku. Aku belum beranjak dari sofa, dan mungkin raut wajah penasaran ku begitu ketara.
"Pak Nicholas bilang ini rahasia kita berdua saja. Tapi, gimana sama si pembuat kontrak ini? Itu artinya kan ada salah satu staf Pak Nicholas yang tahu soal kontrak ini."
"Saya gak mungkin mengelola perusahaan sampai sebesar ini selama bertahun-tahun, kalau cuma buat kontrak begini aja gak bisa sendiri, Fiona," jawabnya dengan lugas. Namun bagiku, itu merupakan sebuah ejekan bagi pertanyaan bodohku mungkin. Memang benar, harusnya aku tahu Nicholas sendiri yang menulis dan mencetak surat-surat kontrak ini.
"Ada lagi?"
"Ada. Kalau rencana Pak Nicholas untuk membalas sikap Bu Mia, kenapa malah memilih asisten pribadi sebagai selingkuhan? Bukan perempuan dari kalangan penting atau artis mungkin?" tanyaku penasaran. Maksudku, aku tentu tidak sebanding jika harus menjadi saingan Bu Mia.
Nicholas beranjak duluan dari duduknya kemudian menggendong Fio yang sejak tadi duduk di atas pangkuannya dengan tenang.
"Singkatnya, harga diri Mia akan lebih terluka begitu tahu saya selingkuh hanya dengan seorang asisten pribadi," jawab Nicholas terlihat sangat apa adanya.
Oh, harga diri. Tentu saja, pasti Mia akan merasa sangat terluka begitu tahu dirinya dibandingkan dengan seorang asisten pribadi.
"Dan kamu manis," lanjut Nicholas lalu melangkahkan kakinya duluan meninggalkan aku yang masih terkejut dengan kalimatnya barusan.
"Fiona," panggil Nicholas menyadarkan aku dari keterpakuanku.
"Iya, Pak?"
"Ayo, saya antar kamu pulang," ucap Nicholas dengan suaranya yang sangat lembut melewati telingaku. Ini tidak benar, aku tidak boleh pulang bersamanya.
"Gak perlu, Pak. Terimakasih," jawabku dengan sopan.
"Ini sudah terlalu malam. Kamu akan kesulitan mencari bis."
Nah, satu lagi hal yang mengerikan dari laki-laki mempesona ini. Dia terasa mengetahui banyak hal. Tapi ayolah, Fiona. Anggap saja Nicholas hanya menebak, betapa tak punya uangnya aku hingga tak mau pulang menggunakan kendaraan lain selain kendaraan umum.
"Saya ingin bicara sesuatu tentang Fio," lanjut Nicholas seolah mengetahui keraguanku untuk ikut pulang dengannya.
"Oh, oke. Baik, Pak," jawab ku tersenyum. Lalu aku mengikuti langkah kakinya keluar ruangan. Kami benar-benar berjalan berdua dari masuk ke lift, melewati lobby, sampai ke arah parkiran.
Fio sudah Nicholas masukkan ke dalam kotak khusus untuk kucing yang bentuknya sangat keren. Seperti tas koper. Dan Fio terlihat sangat nyaman di dalam.
"Pak..." panggil ku sebelum masuk ke dalam mobil. Sontak Nicholas menghentikan dirinya yang hendak masuk ke mobil dan menoleh ke arahku.
"Saya, boleh duduk di belakang?" tanyaku dengan hati-hati. Aku tahu memang tempatku seharusnya di belakang tapi aku ingin memastikan agar orang ini tak tersinggung.
"Tolong jangan tersinggung, saya hanya merasa..."
"Oke. Kursi depan memang hanya untuk Fio," jawab Nicholas dengan tenang kemudian masuk ke dalam mobilnya. Sementara aku akhirnya membuka pintu belakang sambil menelan ludah pelan.
Laki-laki ini memang sudah pasti bucin kucing itu. Walaupun aku setuju Fiosky mampu membuat siapapun dengan mudah menyukainya.
Kadang, terlintas di pikiran ku mungkin istrinya sampai selingkuh karena Nicholas terlalu menomorsatukan kucingnya. Aku penasaran, Fiosky itu diberikan oleh siapa? Apa orang itu sengaja memberikan Nicholas kucing karena tahu laki-laki ini sangat menyukai kucing? Atau, karena orang yang memberikan Fiosky yang membuat Nicholas menyukai kucing? Entahlah.
"Sebenarnya saya sedikit kewalahan menangani Fio belakangan ini," ucap Nicholas memecah keheningan yang ada di dalam mobil ini.
"Dan sejauh ini, baru kamu orang asing yang bisa diterima Fio. Jadi, saya ingin minta tolong kamu untuk bantu merawat Fio lagi," ucap Nicholas yang ku rasa, terdengar semakin bersahabat dibandingkan sebelumnya terdengar kikuk.
"Dengan senang hati, Pak," jawabku sambil melirik Fiosky yang sedang tertidur nyaman di dalam kotak transparan-nya.
Dua puluh menit kemudian, akhirnya mobil Nicholas sampai di depan kos-an ku. Namun sebelum aku keluar, pandangan ku sudah tertuju pada sesuatu.
Mati aku.
Kenapa rasanya masalah terus menerus datang? Aku tak tahu kalau Joshua benar-benar menyusul ku ke kos-an.
Ya ampun, bagaimana ini? Aku harus keluar dari mobil Nicholas. Tapi bagaimana caranya agar menghindar dari Joshua? Bagaimana ini?
"Fiona?"
"Ya? Maaf, Pak. Terimakasih atas tumpangannya, Pak."
Aku segera menyandang tas kecilku bersiap keluar dari mobil meskipun dengan berat hati. Semoga saja Joshua tidak melihatku keluar.
Namun baru saja aku mengeluarkan satu kaki ku keluar, tiba-tiba Joshua melemparkan pandangannya ke arah mobil ini hingga aku refleks mengurungkan niatku keluar dan kembali menutup pintu mobil hingga Nicholas menoleh ke belakang karena kaget.
"Maaf, Pak. Maaf, saya akan keluar sebentar lagi," ucapku lirih. Aku berusaha keras menundukkan kepala ku bersembunyi agar Joshua tak menyadari aku di dalam mobil.
"Apa itu pacar kamu?"
"Bukan. Bukan, Pak."
Aku segera mengirim pesan kepada Joshua dan mengatakan kalau aku sudah di bandara untuk pulang ke Surabaya. Semoga dia percaya.
"Fiona, kamu tahu kan kalau kamu ga bisa membohongi saya?"
"Astaga, Pak. Saya tahu itu. Lagi pula Pak Nicholas kan sudah mencari tahu banyak soal saya," sahut ku berusaha menahan diri agar tidak meninggikan suara. Tapi aku benar-benar gemas pada Nicholas.
"Kalau begitu, siapa dia? Kenapa kamu menghindar -"
Nicholas berhenti bicara. Ia berbalik menoleh ke arahku sebentar kemudian tiba-tiba ia melepas sabuk pengamannya dan hendak keluar mobil.
"Pak, Pak... Mau ngapain?"
"Dia penagih hutang, kan? Biar saya yang urus-"
"Bukan, dia itu orang yang dijodohkan sama saya," jawabku dalam satu helaan napas hingga Nicholas terdiam dengan tatapan mata lurus menghadapku.
Aku menahan napasku, akhirnya, aku membiarkan informasi pribadiku diketahui lagi oleh Nicholas. Dan kali ini lebih parah karena aku sendiri yang mengatakan.
Akhirnya Joshua pergi dengan sebuah mobil yang aku tebak adalah taxi online pesanannya. Aku tak berani melihat balasan pesan darinya. Aku tak perduli, toh aku sudah benar-benar kehilangan respect kepadanya.
"Saya pamit, Pak. Sekali lagi, terimakasih atas tumpangannya," ucap ku akhirnya bergegas keluar dari dalam mobil Nicholas dan berjalan mengendap-endap ke rumah Ibu Kos untuk melunasi tunggakan ku agar listrik dan air dinyalakan lagi.
***
Sial. Sungguh, saat ini aku merasa sangat tidak berharga. Dan yang membuatku tak berharga seperti ini adalah, keluarga ku sendiri. Atau, bisa ku katakan aku sendiri pun ikut andil.
Begitu tahu Joshua sudah melunasi semua tunggakkan kos-an ku, rasanya aku ingin terjun dari atap. Harusnya aku berterimakasih dan bersyukur bukan? Tidak! Aku tahu Joshua.
Segala bentuk pemberian dari Joshua itu harus ada balasannya. Makanya sejak dulu, aku dan mama berusaha keras tak terlibat oleh mereka. Sayanganya saat ini Mama sudah goyah, dan Joshua tak berhenti memberikan sesuatu yang tak aku minta!
Aku harus mengembalikan semua ini secepatnya. Tapi dari mana? Aku belum menerima uang sepeserpun.
Bagaimana kalau Joshua kembali lagi ke sini? Aku harus kabur. Tapi setidaknya aku harus menegaskan hal ini kepada Joshua, kalau aku tidak mau menikah dengannya.
Atau aku harus meminta uang bayaran di muka dari Nicholas? Semakin tidak tahu diri saja aku. Kerja saja belum, bagaimana mungkin aku meminta gaji di awal?
Sekarang pukul 00:26 WIB dan aku belum bisa tidur. Banyak hal yang aku pikirkan. Ponsel sudah aku matikan, karena aku tahu baik Joshua atau mama pasti akan terus meneleponku.
Di sisi lain, aku cukup khawatir apa yang akan direncanakan oleh Nicholas besok? Apa aku harus berlagak jadi asisten pribadinya atau langsung berlagak seperti wanita simpanannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments