Sepuluh juta rupiah sudah masuk ke dalam rekening ku hari ini. Aku tahu siapa yang mengirim, karena itu sebelum mengawali semua kegiatan, aku berdiri di hadapan Nicholas sibuk menerka kira-kira apa alasan Nicholas mengirim uang sebanyak itu.
Nicholas meraih gagang telepon, dia menghubungi seseorang, sementara tangannya masih mengelus bulu halus Fio di pangkuannya.
Tak perlu menunggu lama, seorang laki-laki paruh baya masuk ke dalam ruangan ini dengan sigap berdiri di sebelah ku. Kami berdua, sudah dipastikan 'karyawan' bos tampan yang bucin dengan kucing ini.
"Dia Ardi Mahendra. Satu-satunya orang kepercayaan saya, dan orang yang bisa saya andalkan di segala situasi," jelas Nicholas membuatku menoleh pada laki-laki berusia sekitar 50 tahunan yang memiliki tubuh besar atletis ini. Dia tersenyum ramah padaku, kesannya sangat berbeda dari apa yang aku bayangkan - ketus dan garang. Lantas aku pun membalas senyum ramahnya.
"Jadi?" tanya ku sedikit mendesak karena pertanyaanku belum juga terjawab soal uang itu.
"Uang tambahan. Saya sudah cari tahu soal laki-laki yang ada di tempat tinggal kamu semalam. Namanya Joshua Martin. Dia seorang petugas kehutanan di Kalimantan. Ibu kamu menjodohkan kamu dengan dia, padahal dua tahu Joshua sudah memiliki istri sah di Kalimantan. Saya gak tahu kenapa ibu kamu melakukan itu, tapi..." Nicholas menghentikan ocehannya.
Ia melirik ke arah Pak Ardi, kemudian Pak Ardi memberikan selembar amplop dari balik jas nya kepada Nicholas.
Nicholas segera membuka amplop itu dan membacanya dengan hati-hati. Sementara aku hanya diam terpaku di tempat ku.
"Saya rasa alasannya karena uang. Ibu kamu memiliki tunggakan hutang pinjaman online yang jatuh tempo akhir bulan ini."
Aku menahan napas sambil menundukkan kepalaku. Rasanya sangat sakit dan memalukan. Padahal semua ini benar adanya. Tapi, begitu orang asing seperti Nicholas mengetahui hal ini, dan mengatakannya tepat di hadapanku, rasanya seperti sedang dipermalukan.
"Jadi, uang sepuluh juta itu, kamu pakai untuk mengembalikan semua bantuan laki-laki itu. Kalau kamu melakukan tugas kamu dengan baik, saya akan bayar kamu sebelum akhir bulan ini."
Aku masih belum menjawab. Sulit rasanya bicara ketika sedang menahan diri untuk tidak menangis, dan menahan rasa kesal.
"Oh ya, satu lagi," ucap Nicholas mengambil sesuatu dari laci mejanya dan mendorong sebuah ponsel baru di atas mejanya, ke arah ku berdiri hingga ponsel itu ada di hadapanku saat ini.
"Itu ponsel khusus untuk kamu. Pakai untuk menjalankan misi kita. Mulai hari ini, Ardi juga akan mengantarkan kamu ke apartmen, password-nya ada di notes ponsel itu," jelas Nicholas.
Aku langsung melirik ke arah Ardi yang juga menganggukkan kepalanya seolah mengerti kalau aku sedang bertanya padanya.
"Hari ini gak ada jadwal saya di kantor," ucap Nicholas seketika membuatku menoleh padanya kaget.
"Terus ngapain kamu minta saya datang ke sini?" tanya ku sedikit menahan kesal.
Nicholas terlihat malah menahan senyumnya. Aku bingung, apa lagi yang ada di pikiran orang ini?
"Kamu?" tanya Nicholas yang baru saja aku sadari. Tadi aku langsung memakai kata 'kamu' kepada bos ku sendiri.
"Maaf, Pak, maksud saya kenapa Pak Nicholas meminta saya ke sini?" tanya ku mengulang.
"Untuk jalan-jalan dengan wanita simpanan saya," jawab Nicholas bahkan tanpa terlihat berpikir dulu untuk menjawabnya. Ia menarik sebuah kantong belanja bertuliskan Prada dari bawah meja dan menyodorkannya ke hadapan ku.
"Pakai ini, kita akan pergi," perintah Nicholas beranjak dari kursinya sambil menggendong Fio.
"Pergi? Ke mana?" tanya ku.
"Bali."
Orang ini benar-benar sudah gila. Mana ada orang yang bisa bilang kita ke Bali sekarang, dengan santai begitu? Seolah-olah dia punya pesawat pribadi? Oh, dia memang punya. Tapi... Jangan-jangan...
***
Dress! Aku tak percaya aku bisa pakai dress terbuka seperti ini keluar. Memang tidak terlalu terbuka, tapi tetap saja. Bayangkan floral dress selutut yang bahannya sangat tidak ramah untuk kondisi berangin, dan sekarang melekat di tubuhku. Semoga tidak ada kejadian memalukan.
Pikiranku mengenai pesawat pribadi ternyata tidak terjadi. Nicholas memilih untuk naik pesawat biasa, tentu saja. Jika ini adalah perselingkuhan yang nyata, dia pasti akan sembunyi-sembunyi membawa ku menggunakan pesawat pribadi. Tapi, saat ini Nicholas berencana untuk menunjukkan eksistensi ku sebagai wanita simpanannya, jadi akan lebih efektif memakai penerbangan umum.
Sambil menunggu keberangkatan pesawat, aku berusaha menenangkan diri sambil menggenggam tangan ku sendiri. Rasanya sangat gugup, ini adalah penerbangan pertama ku.
"Ambilin saya air mineral," bisik Nicholas yang masih menaruh fokus di tablet miliknya.
"Pak Nicholas kan bisa minta tolong pramugari," balas ku dengan suara tertahan karena gugup.
Hanya dengan satu lirikan mata Nicholas, aku bisa berubah pikiran. Orang ini benar-benar tak bisa ku tolak. Akhirnya sambil menahan kesal, aku berdiri untuk meminta air mineral sesuai keinginan tuan muda Nicholas.
Untunglah karena senyum ramah dari pramugari kelas executive ini, suasana hati ku sedikit berubah lebih baik.
Ketika berbalik, aku tak sengaja melihat Mia. Dia terlihat memakai topi baseball polos warna putih dan jaket yang menutupi sampai ke bagian leher. Dan di sebelahnya, artis muda yang waktu itu aku lihat berciuman dengan Mia. Mereka serius berpacaran? Jangan-jangan Nicholas sudah tahu soal ini?
Astaga, Fiona. Tentu saja Nicholas tahu, makanya dia mengajak ku ke Bali menggunakan pesawat ini.
Aku berjalan pelan-pelan kembali ke kursi, dan aku yakin Mia sempat melihat ku. Namun sikapnya berbeda dari sebelumnya. Dia bahkan tidak menyapa ku sama sekali.
Saat sampai di kursi penumpang, aku melihat Nicholas sedang sibuk dengan ponselnya. Wajahnya terlihat datar seperti biasanya. Namun, aku sadar kalau Nicholas sedang melirik ke kursi depan, tempat Mia duduk tadi.
"Ini, Pak," ucapku memberikan air mineral yang dimintanya tadi.
"Itu buat kamu," jawab Nicholas menaruh ponselnya lagi ke saku. Lalu menyenderkan punggungnya di kursi dengan tenang.
"Buat saya? Tapi saya gak..."
"Orang yang ketakutan, perlu air mineral supaya lebih tenang," sergah Nicholas yang ternyata menyadari sejak tadi aku sedang panik menghadapi penerbangan pertama ku ini.
Astaga, bagaimana bisa laki-laki seperti dia masih diselingkuhi? Apa ada sesuatu yang tersembunyi tentang Nicholas?
***
Pesawat akhirnya sampai di Denpasar pukul 10:53 WIB. Astaga, lagi panas-panasnya. Dan aku baru sadar sejak tadi, tanganku mencengkeram lengan Nicholas yang hanya diam terlihat menahan kesalnya padaku.
Astaga, Fiona.
"Lepaslah, cepat!" ucap Nicholas sontak membuatku melepaskan cengkeraman tanganku di lengannya. Oh My God, merah, lengan Nicholas benar-benar merah. Bagaimana bisa aku mencengkeram lengan bos ku sendiri sampai merah seperti itu?
"Ma... Maaf, Pak. Saya tadi bener-bener..."
Nicholas tak perduli dengan penjelasanku. Dia beranjak dari duduknya dan memilih turun duluan. Sementara aku mengikutinya dari belakang. Namun tanpa disangka, ternyata Nicholas menunggu ku di tangga lalu mengulurkan tangannya.
Karena banyak penumpang yang ingin keluar juga, aku buru-buru menerima uluran tangan Nicholas dan membiarkan laki-laki ini menuntun ku untuk turun lalu tiba-tiba merangkul pinggang ku ketika sampai di bawah.
"Pak..."
"Kita mulai sekarang," bisik Nicholas yang anehnya langsung ku mengerti ketika melihat si topi baseball putih berdiri tak jauh di depan kita dan melirik ke arah kami berdua.
Aku tak bisa protes. Sebatas hanya merangkul pinggang, ku rasa tak apa-apa. Meskipun aku merasa sangat aneh dengan tangan laki-laki yang melingkar di pinggang ku.
Sumpah, sampai kami benar-benar berada di luar bandara menuju mobil pribadi pesanan Nicholas, dia benar-benar tak membiarkan aku jauh dari sisinya.
Merangkul, menggandeng tangan, membawakan koper, semuanya di lakukan Nicholas untuk melancarkan rencananya.
Nicholas tak berniat membuat Mia cemburu, lalu kenapa ia melakukan semua ini? Hanya balas dendam? Apakah artinya Nicholas begitu membenci Mia? Tentu saja Fiona. Siapa yang tak akan membenci pasangannya yang telah berselingkuh?
Sampai kami masuk mobil, aku terus mendengar suara ponsel Nicholas. Entah hanya notifikasi singkat atau telepon masuk. Tapi Nicholas tak meresponnya sama sekali. Malah aku yang penasaran.
Lima belas menit kemudian, mobil ini akhirnya sampai di hotel yang dituju. Dan Nicholas menahan ku untuk keluar dulu. Kami berdua melihat Mia dan Hero yang juga baru sampai di hotel ini.
"Maaf, Pak. Apa gak kelihatan terlalu jelas ya, kalau kita nginep di hotel yang sama dengan mereka?" tanya ku penasaran.
"Mia bilang, dia lagi ada di Surabaya. Dan saya bilang ke dia, kalau saya lagi di Bandung," jawab Nicholas lalu mengisyaratkan aku untuk keluar dari mobil.
"Bu Mia percaya setelah dia lihat kita berdua tadi?" tanya ku masih penasaran.
Nicholas kembali merangkul pinggangku begitu memasuki lobby hotel. Astaga, aku bisa panas dingin jika terus berdekatan begini dengan Nicholas.
"Tentu nggak. Kamu pikir siapa yang dari tadi bikin handphone saya berisik?"
Astaga, jadi dari tadi yang membuat ponsel Nicholas dipenuhi suara notifikasi dan panggilan tak terjawab itu Mia? Tapi kenapa tadi Mia terlihat biasa saja bersama Hero? Kalau dia cemburu, bukannya wajahnya akan terlihat murung? Atau kesal?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments