Awal mula Great suka Lalis.

"Kent kau tidak buta. Lihat dengan siapa kau berbicara." Nada dingin ini tidak lagi membuat Kent takut. Meski semarah apapun ayahnya, Kent tidak lagi merasa gentar pada ayahnya.

"Ya. Aku selalu tahu dengan siapa dan situasi macam apa sekarang," tegasnya.

Tubuh Kent terus memberontak meskipun tidak akan bisa lepas. Tangan dan kakinya diborgol. Ayah Kent membiarkan Kent duduk diikat di kursi serta pengamanan ketat agar Kent tidak kabur.

"Jika kamu tahu kenapa kau terus menerus menginginkan hal seperti ini?" bentak Jey.

"Karena ayah sudah terlalu mengatur hidupku. Dari kecil sampai sekarang kenapa ayah membuatku tidak bisa mati."

"Ini untuk hidupmu. Kau tidak akan bisa maju jika hidup tanpa aturan. Mau jadi seeprti apa jika kau kubiarkan bebas."

Kent menatap kejam ayahnya. Ini bukan hidup yang Kent inginkan.

"Semuanya sudah ku penuhi kemauan ayah."

"Belum."

Kent paham. "Sampai mati pun aku tidak akan menikah dengan wanita lain kecuali Lalis. Hanya dia satu-satunya yang akan kunikahi."

Jey muak. Ia menendang dada Kent sampai tersungkur keras ke bawah. Tatapannya sudah sadis. Kemarahannya sudah meluap sampai ke ubun-ubun.

"Uhuk, uhuk,"

Tidak ada yang melindungi Kent.

"Karena wanita itu kau jadi seperti ini. Sepertinya harus ada yang wafat hari ini."

Kent membelalak. Ia menatap tajam ayahnya.

"Jika Lalis mati aku juga tidak akan hidup," tegasnya.

Kent tidak boleh mati. Ia adalah hsrta satu-satunya Jey yang paling mahal. Jika Kent tidak ada bagaimana dengan perjodohan yang menguntungkan baginya.

"Gggraaaahh," teriak frustasj Jey karena tidak bisa melakukan apa-apa.

Jey berjalan keluar dari ruang itu, membanting keras pintu lalu terhenti di sana untuk bicara dengan anak buahnya.

"Rawat dia, jangan sampai dia terluka sedikitpun. Selama aku tidak ada di rumah ini, jangan sampai dia kabur. Pastikan tubuhnya tetap fit dan berat badan tidak kurang. Suruh kepala pelayan untuk beli makanan dan vitamin untuk Kent. Jika terjadi apa-apa, langsung telpon aku. Aku akan membereskan hal ini dan mengulur waktu agar Kent bersedia," ujarnya.

"Baik, Bos."

***

Sentuhan tangan hangat ini milik siapa sampai membuat Lalis perlahan terbangun dari mimpinya. Belaian tangannya sangat lembut seperti tangan Kent.

"Pak Great," batin Lalis saat sepenuhnya sadar.

"Kau sudah sadar rupanya," ujar Great sambil berdiri lalu mengambil segelas ari di nakas. Tidak, bukan untuk Lalis tapi untuk dirinya.

Sementara Lalis melihat sekeliling menebak dimana ia berada sekarang. Kamar ini sangat rapi dan mewah, ini bukan apartemennya. Ia terduduk walaupun kesulitan.

"Tulang punggungmu sedikit mengalami luka karena pukulan. Maka dari itu jangan banyak bergerak dulu."

"Kenapa saya ada di sini? ini kamar Bapak?"

"Ya. Lebih tepatnya ini rumahku," jawab Great.

Lalis kaget. Lalis dengan cepat membuka selimut dari tubuhnya lalu turun dari tempat tidur itu.

"Akh," ringisnya. Lalis terjongkok di lantai sambil berusaha memegangi punggungnya.

"Sudah kubilang jangan banyak bergerak," ujar Great sambil membantu Lalis duduk di tempat tidur.

Tiba-tiba ingatan Lalis muncul. Di malam itu bukannya Lalis di culik anak buah ayahnya Kent. Tapi kenapa bisa sampai di rumah Great. Lalis menatap Great penuh pertanyaan di wajahnya.

"Tinggallah dulu di sini. Di rumahmu tidak ada yang merawat lukamu nanti," ujar Great.

Lalis melepas rangkulan Great. "Pak, bagaimana saya ada di rumah anda?"

"Wajah macam apa ini? kenapa dia begitu serius?" batin Great.

"Skertaris Joy sedang melakukan survei tanah, dia melihatmu dibawa pria kekar bertato. Lalu dia menghampiri dan menyelamatkanmu dari penculikan itu," jawab Great.

Lalis lebih heran lagi kenapa Great tahu itu penculikan. "Kenapa anda tahu bahwa saya dalam bahaya?"

Skakmat. Great keceplosan. Seharusnya dia tidak bilang begitu agar Lalis tidak curiga bahwa sebelumnya ia memerintahkan Joy untuk mengikuti kemana perginya Lalis karena tidsk bisa hadir di acara minum-minum kantor.

"Joy berkata begitu."

Lalis terdiam. Ia kepikiran Kent. Ayahnya membawa Kent kemana malam itu.

"Tidak mungkin Kent dalam bahaya. Dia dibawa ayahnya, bukan penjahat." Lalis bergulutu dalam hatinya. Sejenak ia ingat perkataan Kent dulu.

*Seberapa marahnya ayah denganku, dia tidak akan membunuh atau membuatku terluka.*

"Kau memikirkan apa?"

"Saya ingin pulang."

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Karena kau sudah terlanjur menempati kamarku."

Alih-alih memikirkan Kent di sini, mending Lalis mencairkan susasana agar Great tidak mencampuri urusannya.

"Pak, kenapa tidak masuk kerja?"

"Direktur bebas mau kerja dari rumah atau ke kantor, kan?"

Lalis sampai lupa bahwa jabatan Great di kantor sebagai direktur.

"Nanti ada bibi pelayan membawakan makan siang. Kau berbaring dan istirahatlah, aku akan ke ruang kerja untuk bekerja."

Lalis harus heran karena perhatian yang diberikan Great padanya. Apanya yang istimewa dari Lalis sehingga ia mendapatkan perhatiannya. Bagaimana dengan kerjaannya, kenapa Great tidak membahas kerjaan yang harus Lalis kerjakan.

Great beranjak namun harus terhenti di depan pintu karena Lalis memanggil namanya.

"Pak," ujar Lalis. "Terimakasih," lanjutnya.

Lalu senyuman tulus Lalis. Tanpa sada Great mebalas senyuman Lalis lalu keluar dari kamarnya.

Ah tidak. Senyuman Lalis sangat membuatnya terkesan hingga Great terus memikirkannya.

"Tuan," panggil seorang kepala pelayan saat Great terhenti sejenak sambil senyum-senyum sendiri.

"Apa? Tuan barusan tersenyum, ya?" batin bibi pelayan itu.

Great menormalkan wajah denagn biasanya. "Makan siangnya mana?" tanya Great karena di tangan bibi pelayan tidak ada nampan atau apapun untuk Lalis.

"Untuk makan siang sebentar lagi akan diantar, Tuan. Ada telpon dari satpam di luar bahwa ada yang ingin bertemu anda," ucapnya.

"Sudah kubilang hari ini aku tidak menerima orang lain."

"Tapi orang ini berkata bahwa jika saya mengatakan namanya maka anda mau menerimanya masuk."

"Siapa dia?"

"Pak Gwart, Tuan."

Great membelalak.

Singkat cerita. Great menemui Gwart di luar tanpa mempersilahkannya masuk. Gwart baru melangkahkan satu kakinya memasuki kawasan kediaman Great, tapi Great menolaknya.

"Kita bicara di luar saja. Kediamanku sedang kedatangan tamu, jadi aku harus memastikan kawasanku tenang."

Lantas Gwart tidak lagi berani menginjakkan kakinya meskipun hanya satu langkah.

"Pak satpam. Tutup pagarnya perlahan, jangan membuat suara," titah Great yang diangguki langsung oleh satpam penjaga kediamannya.

Gwart terlihat enggan dan canggung berhadapan dengan Great meskipun Great lebih muda darinya. Alasan Gwart bersikap begitu karena Great anaknya Tuan Joul, pria paruh baya yang waktu itu datang ke kediamannya untuk meminta dipercepat soal perjodohan dengan cucunya yang tak lain keponakan Great.

"Maaf tidak langsung datang mengklarifikasi soal kejadian malam itu, Tuan."

Malam penculikan Lalis serta juga anaknya Kent. Great mengetahui itu karena Joy, skertarisnya melakukan tugas dengan baik. Great dengan mudah bisa menyelamatkan Lalis karena ia ditangan Gwart. Jika ditangan orang lain, mungkin Great akan menumpahkan darah orang yang menculik Lalis.

"Tidak masalah. Aku sedikit mendapat keuntungan karena kejadian malam itu."

"Soal permintaan tuan malam itu, sulit untuk membuat mereka berpisah, tapi saya akan memastikan bahwa mereka tidak bisa bertemu."

"Aku tetap menginginkan mereka berpisah, putus tanpa hubungan apapun," ucap Great.

Gwart sudah kewalahan mengurus Kent kalau soal Lalis. Cintanya Kent bukan main-main, ia sungguh benar-benar yakin terhadap Lalis.

Sejak kapan Great seobsesi ini sama Lalis. Sejak ia mengenal Lalis, Great sudah terhipnotis oleh Lalis. Banyak wanita yang mengantri ingin dekat dengan Great, tapi Great sudah suka sekali bahkan sangat sangat suka terhadap Lalis.

"Saya akan berusaha. Saya akan pamit, tolong sampaikan salam saya untuk ayah anda."

"Ya."

Great masuk kembali ke rumahnya. Kembali ke kamar dimana Lalis beristirahat memastikan Lalis tidak melihat siapa yang datang barusan meskipun hanya di luar tapi dari atas bisa kelihatan.

Ia kembali menutup pintu itu, tapi kembali membukanya. Tanpa berpikir lagi ia masuk sampai duduk di tempat tidur.

"Terimakasih karena bisa menyemangatiku, Lalis. Mungkin karena itu aku suka denganmu," gumamnya.

Beberapa bulan lalu.

21 Mei hari selasa.

Kacau sekali Great malam ini. Haruskah ia mengakhiri hidupnya karena terlalu lelah. Beban yang ia pikul sendiri membuatnya merasa tertekan setiap hari meskipun tubuhnya sudah istirahat.

Keluargannya mengandalkan dirinya, memberikan beban yang begitu berat sehingga Great kewalahan dan lelah dengan semua ini. Tidak ada yang tahu Great sedang frustasi malam ini. Sebotol minuman tidak akan membuatnya lupa tentang penderitaan yang ia alami beberapa tahun ini.

Jalanan di jembatan ini kenapa tidak begitu banyak orang. Seseorang harus menyelamatkan Great dari beban pikirannya. Jangan biarkan dia sendirian disaat butuh pelukan dan teman.

Great menyandar di jembatan, di bawah terdapat sungai yang deras dan arus yang tajam. Ia terus memandangi arus itu, terus dan tanpa sadar kakinya mulai naik. Tapi seseorang menepuk pundaknya. Great menoleh. Dengan cepat ia memakai masker hitam di wajahnya. Ternyata seorang wanita membawa papan di tangannya dengan tulisan, 'jika kau mengalami kesulitan, bagaimana dengan satu kali pelukan?'.

Great menutup wajahnya dengan topi agar semakin tertutupi, mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tangannya ia masukan ke saku di jaket hitam yang ia kenakannya.

"Pria ini kenapa? tubuhnya kelihatan sehat tapi aku yakin pikirannya tidak sesehat itu sehingga bisa melakukan hal aneh seperti barusan," batin wanita itu.

"Ada yang ingin saya berikan."

Ia memberikan satu tangkai buket bunga. "Ambil dan simpan bunga itu. Semoga menjadi keberuntungan untukmu. Pulanglah, karena ini sudah mau larut malam," ucapnya.

Great menerimanya meskipun tidak perlu. Di buket itu ada sedikit pesan, tertulis beberapa kata di sana.

'Jangan terlalu memaksakan diri karena keinginan orang lain. Kamu sudah hebat untuk jadi diri sendiri. Semangat ya' by Lalis.

Kira-kira begitu isi tulisan itu. Great merasa tersentuh. Bagaimana bisa orang lain mengerti perasaannya sedangkan orang yang membesarkannya tidak sekasih ini.

Lalis tersenyum begitu tulus meskipun tidak bisa melihat siapa pria di hadapannya ini. Tapi ia yakin bahwa pria ini benar-benar kesulitan.

"Tunggu apalagi, pulanglah. Kau harus melanjutkan apa yang ingin kamu lakukan besok. Lakukan hal yang kamu suka tapi jangan lupa kewajibanmu," ucap Lalis.

Lalis khawatir karena pria di hadapannya terus diam. Apa dia harus mengantarnya pulang, memastikan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Tanpa disadari, pria itu memeluknya dengan erat. Lalis tentu saja kaget bahkan sampai papannya terjatuh dari tangannya.

"Kau tidak boleh menulis tulisan seperti itu di papan," ucapnya. Lalis kaget karena ia kira pria di hadapannya tidak akan bicara.

"Ke-kenapa?"

Lalis jadi merinding. "Dia orang jahat, bukan, ya?" batinnya.

"Mungkin aku akan terus memelukmu sepanjang waktu."

Pelukannya terus erat hingga Lalis terpaksa melepaskan pelukan pria di hadapannya ini. Ia menatapnya heran. Padahal Great benar.

"Aku akan melakukan aktifitas yang aku suka mulai besok, Lalis."

Lalu Great pergi meninggalkan Lalis yang tertegun.

Great melepas masker dan membuangnya setelah pergi dari hadapan Lalis. Buket bunga yang diberikan Lalis ia pegang dengan erat dan surat itu ia simpan baik-baik di saku jaketnya.

"Maaf aku haris mencari tahu informasi pribadimu, Lalis," gumamnya.

Lalu menelpon seseorang. "Aku ada tugas untukmu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!