Dukungan ayah Great

"Untuk sementara tinggallah di rumahku."

"Tidak, Pak. Saya benar-benar berterimakasih sudah merawat saya."

Di malam hari seperti ini Lalis ingin memaksakan untuk pulang?

Great tidak keberatan jika Lalis terus tinggal bersamanya. Justru ia akan sangat senang jika setiap hari bisa melihat wajah Lalis apalagi ketika lelah. Mungkin lelahnya akan cepat hilang.

"Pak, kita belum lama kenal dan saya juga belum lama bekerja di perusahaan anda. Selama kita bertemu saya selalu membuat masalah dan merepotkan bapak. Saya janji untuk kedepannya saya tidak akan membuat bapak mendapatkan masalah apalagi sampai merepotkan terus."

Lalis sudah lama menunggu Great keluar dari ruang kerja. Ia harus berpamitan sebelum meninggalkan rumah Great. Ia benar-benar sangat berterimakasih untuk Great karena dari menyelamatkan sampai merawat Lalis.

"Aku tidak bisa lama-lama menahan perasaan ini," batin Great.

Kamar Great sudah rapi dan bersih. Lalis yang membereskannya, mana mungkin ia tidak tahu malu meninggalkan kamar atasannya tanpa membereskannya.

"Besok tidak perlu bekerja. Aku kasih kamu cuti dua hari."

"Tapi, Pak. Saya sudah tidak masuk 2 hari."

"Aku tidak ingin dianggap tidak punya hati karena mempekerjakan karyawan yang sedang sakit."

"Baiklah. Kalau begitu saya pamit."

"Aku akan antar. Ini sudah malam dan tidak ada penolakan."

Lalis terus diperhatikan oleh Great padahal mereka hanya atasan dan bawahan. Sikap Great membuat Lalis terus bingung kenapa Great bisa se-care ini padanya.

"Saya sudah pesan taksi sejak tadi, dan-" Lalis melihat HP "satu menit lagi taksinya datang."

"Aku antar sampai depan,"

Singkat cerita. Baru sampai halaman rumah, tiba-tiba seseorang masuk dari pagar rumah Great.

Pria paruh baya dengan topi koboy di kepalanya, serta tongkat ditangan untuk menyangga jalannya, sedang menghampiri Great dan Lalis. Bukan berarti ia lumpuh dan lemah, akan tetapi usianya yang sudah lanjut membuat ia harus menahan keseimbangan tubuhnya. Dua bodyguard berada di belakang pria paruh baya itu. Pria paruh baya itu tersenyum kepada mereka berdua.

"Putra bungsuku memiliki kekasih tapi tidak bilang-bilang ya," ujarnya setelah tepat dihadapan Great dan Lalis.

Great tidak suka hal ini. Kedatangan ayahnya pasti ada yang ia inginkan. Yang harus ia jalankan tugasnya meskipun Great menolaknya. Selama ini yang membuatnya menderita siapa? tentu ayahnya. Tekanan ayahnya membuat dia ingin mengakhiri hidupnya beberapa bulan lalu.

Lalis menoleh ke Great seolah ingin menanyakan siapa pria paruh baya di hadapannya ini.

Lalis tidak peduli. Taksi yang ia pesan sudah terlihat di luar, sudah saatnya Lalis pulang meskipun sudah sangat larut.

"Pak, taksi saya sudah datang. Saya akan pulang sekarang," ujar Lalis.

"Jangan pulang. Masuklah lagi, Nak. Ada yang ingin papa tanyakan padamu," ujar ayah Great.

Apa ini? kenapa ayah ya Great menyebut dirinya papa terhadal Lalis?

"Pa, jangan membuat keributan," pungkas Great dengan raut tidak suka terhadap ayahnya yang sok akrab dengan Lalis.

Ayah Great hanya tersenyum tanpa membalas. Ia lalu memberikan isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk menemui sopir taksi yang Lalis pesan lewat online.

Lalis tahu. Tidak ada yang bisa dilakukan Lalis. Ia harus mengorbankan waktunya untuk mengobrol dengan ayah Great.

"Lalis harus pulang dan istirahat kenapa papa tidak melihat itu," tegas Great.

"Kita bicara di dalam, Great." Ayah Great berjalan masuk.

"Jika tidak nyaman aku akan mengantarmu pulang sekarang," ujar Great kepada Lalis.

"Jika sebentar ini tidak masalah, Pak. Mungkin itu penting."

Bukannya Lalis tidak ingin cepat-cepat pulang. Tapi- ya tahulah mungkin.

Dan akhirnya mereka berdua masuk diikuti bodyguard ayah Great lalu duduk di sofa, di hadapan ayah Great.

"Pertama kali ke kediamanmu ternyata sangat sejuk dan nyaman."

Lalis kaget, "Pertama kali ke rumah anaknya? mana mungkin," batinnya.

"Enam bulan terakhir ternyata membuatmu semakin sukses setelah memberontak karena tidak ingin papa atur," lanjutnya.

Great terdiam malas. Hanya sekedar menatap pun ia tidak sudi meskipun dihadapan adalah ayah kandungnya sendiri.

"Kau mengatur perusahaan dengan baik tanpa bantuan siapapun. Tidak percuma aku memberimu modal dan fasilitas sementara waktu itu."

"Pa, Lalis harus pulang. Jika ingin bicara padanya, sekarang saja. Jangan membuatnya menunggu."

"Papa suka kalau Lalis bisa menjadi menantu papa."

Lalis maupun Great membelalakkan matanya kaget.

"Apalagi yang papa inginkan?" Great marah karena menduga di balik setuju ayahnya, pasti ada memauan dan syarat untuk Lalis ataupun Great.

"Aku ke sini karena seseorang memberitahuku bahwa Great membawa wanita ke kediamannya. Perlu kau tahu Lalis, Great tidak bisa berdekatan dengan cewek manapun kecuali itu spesial untuknya."

Great memegang jidatnya. Hal yang dikatakan ayahnya seharusnya ia yang bilang. Lalis justru heran tidak percaya dengan perkataan ayah Great. Ia sadar diri dengan posisinya jika dibandingkan dengan Great.

"Apa kau punya waktu senggang akhir pekan nanti, Lalis?"

"Lalis tidak ada waktu senggang akhir pekan nanti."

"Great. Aku tidak bicara padamu. Biarkan Lalis yang menjawab."

"Eemm- saya akan melihat bagaimana nanti, p-Pak."

Terlalu canggung dan gugup untuk pertama kalinya bagi Lalis berbicara dengan ayahnya Great.

"Panggil aku papa. Aku senang jika kau bisa berbicara santai denganku."

Apa-apaan ini? kenapa secepat itu ayah Great menyukai Lalis.

"Siapkan kamar untuk, Lalis," titah ayah Great kepada bodyguard-nya.

"Pa, stop it."

Ayah Great tidak menghiraukan ucapan Great.

"Lalis menginaplah untuk malam ini."

Tentu Lalis tidak bisa menolaknya tapi ia juga tidak ingin terus berada di sini dan merepotkan Great apalagi ayahnya. Ia bingung harus menjawab apa sampaj harus meminta pendapat Great lewat bahasa wajahnya.

Great berdiri, menggenggam tangan Lalis yang masih duduk. "Aku akan mengantarnya pulang. Dia harus istirahat karena habis operasi. Ayo Lalis."

Lalis berdiri. Karena Great menyeretnya, ia tidak sempat berbicara pamit pada ayah Great. Hanya menundukkan kepala. Itu pun tidak dengan posisi benar.

Hingga akhirnya Great mengeluarkan mobil lalu pergi menuju apartemen Lalis.

"Karena papa sudah tahu, kemungkinan Lalis dalam bahaya," batin Great. Sejak keberangkatan tadi Great terus terdiam fokus menyetir.

"Disana ada apartemen kosong tidak?" tanya Great secara tiba-tiba.

"Banyak, Pak."

Great mendecak. "Jangan panggil aku 'pak' jika di luar kantor."

"Saya harus panggil apa?"

Beruntung cuaca malam ini tidak hujan.

"Panggil namaku saja," ujarnya.

Lalis terheran dengan pola pikir Great. Tidak sopan jika karyawan memanggil atasan dengan nama sendiri. Ketua tim saja harus dipanggil 'pak' atau 'bu', apalagi ini direktur.

"Itu- tidak bisa, Pak meskipun di luar kantor. Usia kita terpaut 7 tahun, jadi tidak sopan jika saya memanggul nama anda."

"Setidaknya panggil aku tuan. Aku masih muda untuk dipanggil bapak."

"Baiklah."

"Apa aprtemen di sampingmu kosong?"

"Tidak. pemiliknya seorang karyawan kantor, sama dengan saya."

"Ah sudahlah."

Hening kembali. Tidak ada pembicaraan lagi hingga akhirnya sampai di apartemen Lalis. Great mesuk sambil melihat sekeliling kamar Lalis. Sangat rapi dan bersih meskipun sederhana.

"Eee- anda tidak mau langsung pulang?" tanya Lalis yang memang mengharapkan Great langsung pulang.

"Aku nginap deh di sini,"

"Mana bisa?" segut Lalis.

Great memperlihatkan jam di tangannya. "Pukul 12 malam. Aku sepertinya tidak tahan untuk menyetir." Great banyak beralasan akhir-akhir ini. "Aku akan tidur di sofa, tenang saja," lanjutnya.

"Bikin risih saja," batin Lalis.

Tanpa berkata lagi, Lalis pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tangan dan kakinya sebelum berbaring di tempat tidur. Sementara Great sudah berbaring dari awal Lalis masuk ke kamar mandi.

Ia melihat dirinya di cermin. Seketika air matanya jatuh teringat kejadian malam itu. Lalis tidak tahu harus bagaimana. Ia saja tidak tahu bagaimana keadaan Kent sekarang. Jika bisa, ia ingin menemui Kent sekarang juga tapi dulu Kent melarang Lalis untuk datang ke kediamannya karena Kent masih tinggal dengan ayahnya.

Tangisannya semakin menjadi, semakin keras sampai terdengar oleh Great.

Panik karena tangisan itu, Great langsung membuka paksa kamar mandj tanpa persetujuan Lalis. Ia melihat Lalis sedang terpuruk di depan cermin. Ia tertunduk menatap wastafel karena tidak ingin melihat wajah yang seperti ini.

Great menghampiri Lalis lalu merangkul, tapi Lalis menolak. Ia melepaskan rangkulan tulus Great.

"Kau memikirkan pria itu?" Great saja sedih melihat wanita yang ia sukai nangis tersedu-sedu seperti ini. Great jadi ikut menangis.

"Sebenarnya seberapa besar cintamu padanya?"

Tidak ada jawaban dari Lalis. Lalis terus menutupi wajahnya karena malu. Great terdiam membiarkan Lalis menangis sampai puas. Hingga pada akhirnya tangisan Lalis mulai mereda. Lihat begitu sembabnya Lalis.

"Tuan, maafkan aku tapi aku ingin sendiri," pintanya ranpa menoleh ke arah Great sedikitpun.

.

"Tidak. Aku tidak akan pergi,"

Lalis geram dan kesal sekesalnya. Tidak bisakah Great mengerti Lalis?

"Tuan. Aku ingin sendiri, aku minta tolong," pintanya.

Baru tahu kalau cewek sudah kesal begini, ya?

Great tidak tahan melihat Lalis nangis tapi ia juga harus memberikan kesempatan pada Lalis jika ingin sendiri dulu. Tapi ia tidak akan membiarkannya sendirian terus.

Saat sudah keluar dari kamar mandi, HP Great berbunyi notif telpon dari ayahnya. Sesegera mungkin ia keluar kamar Lalis sebentar sambil mengangkat telpon dari ayahnya.

"Aku mungkin tidak akan pulang jika papa masih di rumahku," ujar Great.

"Papa akan setuju tanpa syarat."

Great kaget. Ia tahu apa yang dimaksud ayahnya. Tapi Great tidak langsung percaya jika ayahnya setuju Great dekat dengan Lalis.

"Papa sudah mencari tahu siapa Lalis. Latar belakangnya tidak menjadi masalah buat papa asalkan kau bisa lebih sukses dari sekarang jika bersama Lalis," lanjut ayah Great.

Great masih terdiam sampai ayahnya berucap lagi.

"Jika kau sulit karena pacar Lalis, papa akan membereskannya. Dan dia juga tidak akan bisa bersama wanita lain karena Vinsca menginginkannya."

"Vinsca?" tanya Geat.

"Putra sulung Gwart tidak seperti ayahnya. Pria itu memiliki vibes positif. Meskipun ayahnya seseorang yang munafik, akan tetapi Kent Gwart tidak seeprti itu. Vinsca harus mendapatkannya karena ini demi kebaikan keluarga kita."

"Skertaris Joy juga mengatakan hal yang sama waktu itu," batin Great.

"Lalis akan papa promosikan sebagai asisten direktur di perusahaan TL. Papa akan membayar orang untuk melatihnya agar dengan cepat membiasakan diri."

"Kenapa papa bisa sejauh ini?" tanya Great.

"Papa tahu kau ingin terus melihatnya sepanjang waktu asal jangan mempengaruhi kinerjamu dalam bekerja. Dan Lalis juga bukan orang bodoh, dia pasti akan cepat tanggap. Papa tahu kemampuan Lalis karena mencari tahu tentangnya dengan detail."

Tak sadar kekesalan Great mulai memudar. Tahu ayahnya mendukung Great, ia pasti akan terus patuh.

"Kabari papa jika hubunganmu meningkat, untuk hal lainnya akan papa urus."

Tit. Telponnya tertutup.

Ayah Great masih di rumah Great dengan dua anak buah barusan. Tapi kedatangan tamu setelah Great pergi dark rumahnya. Dia asisten kepercayaannya. Ia mendengar semua pembicaraan ayah dan anak barusan.

"Tuan sepertinya sangat yakin," ujarnya.

"Wanita itu mampu membuat Great sukses tanpa bantuanku. Great adalah putra bungsuku yang plaing jenius diantara saudara-saudaranya. Karena itu aku mendidiknya dengan keras sejak kecil, tapi aku tidak percaya bahwa ia akan memberontak setelah dewasa. Sampai akhirnya aku baru tahu jika dia frustasi dan defresi beberapa bulan lalu. Sayang sekali aku harus melepasnya tapi tanpa kusadari dia bangkit dan jauh lebih berkembang dibanding saat kuatur. Dan itu semua berkat wanita itu."

"Tapi bukankah tuan tidak suka orang dari kalangan rendah, apalagi wanita itu anak yatim. Ayahnya hanya mewariskan perusahaan kecil dan itu pun tidak berpengaruh untuk negara."

"Tidak masalah selama wanita itu bisa membuat Great terus maju. Apalagi wanita itu sangat pintar dan rajin saat sekolah. Di perusahaan sebelumnya juga dia sangat bertanggung jawab. Sayangnya JT Nether harus kehilangan karyawan seperti Lalis hanya karena dia menentang aturan perusahaan yang melanggar aturan negara."

"JT Nether melanggar aturan negara?"

"Ya. Jika publik tahu, JT Nether tidak akan bertahan sampai sekarang. Mungkin karena belum lama JT Nether menjadi belok. Sudah cukup pertanyaanmu. Kau punya tugas baru sekarang."

***

Setelah telpon dengan ayahnya selesai, Great masuk kembali ke kamar Lalis. Ia mendapati Lalis yang sudah berbaring di tempat tidur namun matanya tidak terpejam. Lalis memalingkan tatapannya dan berbalik badan membelakangi Great. Ia tidak peduli meskipun itu tidak sopan karena ini bukan di kantor.

Great melihat mata Lalis yang sembab dan merah karena habis menangis.

"Pak, kenapa anda belum pulang?" tanya Lalis lupa kalau dia tidak diperbolehkan menyebutnya bapak.

"Aku akan menginap saja. Papa masih di rumahku, aku tidak senang jika ada papa disana," jawab Great. Dia yang selalu bicara dingin akhirnya bisa selembut ini tapi hanya kepada Lalis.

"Aku keberatan kalau anda nginap di sini."

"Baiklah. Tidurlah dengan nyenyak. Aku akan pergi sekarang."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!