Duka boleh menyelimuti, namun hari masih terus berlanjt bukan. Bekerja sebagai CEO disebuah perusahaan menengah merupakan kesempatan yang sangat langka bagi Rianti yang masih berusia 23 tahun. Tapi rezeki orang siapa yang tahu bukan?
"Apa kamu akan ke kantor hari ini Nak?" tanya Bunda yang menatap anaknya baru keluar dari kamarnya tampak rai dengan setelan kerjanya lengkap dengan kunci mobil yang sudah ditangannya.
"Iya Bunda, aku harus bekerja hari ini. Waktuku di rumah sudah habis, aku tidak ingin mengecewakan Zaskia yang sudah menyerahkan perusahaan padaku. Apalagi sekarang Zaskia tengah melanjutkan study S2 di Amerika. Aku juga tidak ingin larut akan kesedihan Bun, Putriku butuh do'aku dan aku harus mampu mengikhlaskanya." kata Rianti dengan senyum semangat menutupi luka yang masih menganga dihatinya karena kehilangan sang Putri.
Bunda hanya bisa menatap sendu Putrinya. Dia hanya bisa mendo'akan dan mendukung setiap langkah yang diambil oleh Putrinya. Terlebih sekarang mereka hanya berdua dan mereka harus bisa saling menguatkan.
"Kamu sarapan dulu ya Nak, Bunda sudah memasak nasi goreng," kata Bunda begitu mereka tiba di ruang makan dan Rianti hanya bisa menganggukan kepalanya.
Keduanya sarapan dalam diam, meski diam tapi isi kepala keduanya sangat ribut. Bagaimanapun apa yang baru mereka alami bukan hal yang ringan.
"Pagi Buk!"
"Pagi Buk!"
"Pagi Buk!"
Sapaan setiap karyawan yang berjumpa dengan Rianti menemani pagi Rianti yang suram. Rianti hanya bisa menebarkan senyum palsunya.
Setibanya diruangannya Rianti mulai berkencan dengan para kertas berwarna putih dan selalu menuntut perhatian darinya.
Rianti tenggelam dalam kesibukannya hingga seorang OB mengantarkan kopi pahit sebagai teman bekerjanya.
"Kopinya Buk," kata OB yang yang mengantarkan kopi pada Rianti.
"Kenapa Mas Deri yang mengantarkannya? Kemana Mbak Lilis?" tanya Rianti pada Deri.
"Mbak Lilis sedang menyiapkan beberapa hal didapur Buk. Maka dari itu Mbak Lilis meminta saya untuk mengatarkannya pada Buk Rianti," kata Deri yang diiyakan oleh Rianti.
Lumayan lama berkutat dengan pekerjaan tidak terasa sudah dua jam berlalu dan jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
Rianti segera pergi ke kamar mandi ruangannya untuk berwudhu untuk menunaikan waktu Dhuha. Rianti ingin menceritakan setiap keluh kesah dan semua kegelisahannya.
Sementara dibagian devisi pemasaran, Reza tengah menyelesaikan beberapa laporan yang diminta oleh Atasannya.
"Reza, nanti langsung aja ke ruangan Ibu Rianti. Pak Rinto sedang ada tuggas keluar kota jadi kamu langsung mewakilkan memberikan beberapa laporan pada Ibu Rianti," kata rekan kerja Reza pada Pria 23 tahun itu.
"Iya Mas," kata Reza.
Sementara di ruangannya Rianti tengah mengadupada sang pemilik kehidupan mengenai lukanya. Memohon keikhlasan yang sekarang masih enggan menghampiri, terlebih sang pelaku lolos dari jerat hukum dengan alasan tengah mengalami gangguan mental. Hei apa-apaan ini? Rianti masih berusaha memperjuangkan keadilan sang putri juga memohon petunjuk pada sang Maha melihat dan tempat ternyaman untuk mengadukan setiap permasalahan.
Tok
Tok
Tok
Tiga kali sudah Reza mengetuk pintu yang bermerekan CEO, dimana sekretarisnya? Sayang seribu sayang, Ibu Oliv yang menjadi sekretaris sedang tidak berada ditempat.
Merasa sudah tidak mampu lagi menunggu, Reza memilih langsung masuk kedalam ruangan sang Bos. Jantung Reza seakan jatuh dan terenyuh, entah mengapa dia merasa sangat sedih pada dirinya sendiri begitu mendapati sang Bos yang masih menggunakan mukenah tengah berdiri dan mulai menatap kearahnya.
"Maaf membuat Anda menunggu! Langsung saja, apa berkasnya sudah selesai?" tanya Rianti begitu menatap pada Reza.
Reza mendehem untuk menghilangkan rasa gugupnya. Pemuda usia 23 tahun itu segera meletakkan file yang diminta atasannya kemarin sore karena CEO mereka akan hadir secara langsung hari ini.
"Selain berkas laporan ada beberapa berkas yang perlu Ibu tanda tangani," kata Reza yang meletakkan setumpuk berkas yang membuat tumpukan kertas kurang perhatian semakin menggunung menunggu belaian tangan Rianti untuk dibaca dan ditanda tangani.
"Bapak bisa tarok disini dulu, nanti bisa ambil pada Ibu Oliv begitu berkasnya siap," kata Rianti pada Reza tanpa menatap pemuda itu karena jemarinya sibuk dengan kertas yang tengah dilihatnya secara sekilas untuk melihat seberapa banyak yang harus dia kerjakan dalam waktu cepat.
"Baik Bu, saya pamit undur diri," kata Reza yang hanya diangguki oleh Rianti.
Waktu berputar dengan sangat cepat, sedangkan sekitar pukur 4.30 sore ada seorang Ibu paruh baya yang mendatangi kediaman orang tua Reza. Ia adalah Ibu Jia yang tengah membawa 7 botol asi stok yang disumbangkan pada si kembar anak kandung dari Reza.
"Maaf Ibu Jia jadi repot mengantarkan asi setiap hari pada si kembar," kata Mama Nia pada Jia yang umurnya tidak jauh beda dengan dirinya.
Mereka kenal dua minggu yang lalu, saat Ibu Jia membantu mengantarkan sumbangan Asi putrinya ke rumah sakit. Hingga dia mengetahui jika anak kembar dari Reza itu tidak cocok meminum susu formula dan diwajibkan meminum asi sedang keduanya kurang beruntung karena sudah ditinggal sang Ibunda sejak pertama kali mengambil nafas di dunia yang fana ini.
"Ibu Nia jangan sungkan, saya juga bisa melepas rindu pada si kembar. Terlebih Rianti juga sangat menjaga makanannya agar asinya lancar, meski sang Putri harus berakhir menggenaskan karena sengketa pernikahan dan kekajaman mertuanya, Rianti tidak ingin ada anak yang tidak bersalah lagi yang harus mengalami hal yang sama," kata Ibu Jia dengan sendu.
"Mengapa bukan Rianti langsung yang mengantarkan Asinya Bu Jia? Atau saya juga bisa langsung menjemputnya kekediaman Ibu Jia," kata Mama Nia.
"Bukan Rianti tidak ingin Bu, tapi bagi Rianti saat melihat anak bayi merah seperti cucu-cucu Ibu ini dia tidak akan bisa menahan diri. Terlebih hingga akhir Riati tidak bisa bertemu dengan buah hatinya tercinta tentu hal ini nantinya tidak akan mudah. Karena itu saya menolak kedatangan Ibu Nia untuk ke rumah. Setidaknya hingga Rianti merasa jauh lebih baik," kata Ibu Jia dengan nada berat seraya tangannya yang terus mengelus tubuh mungil bayi gembal yang sudah dua minggu ini menerima Asi dari Putrinya.
"Jika Ibu Nia ingin mencoba mengurus Twins untuk mengobati kerinduan Rianti pada Putrinya, tetu saja saya tidak akan melarang Bu. Saya tahu sebagai seorang Ibu kita pasti akan sangat teramat terluka jika mengalami apa yang Rianti alami. Makanya saya juga tidak melarang jika Rianti berkenan mengurus Twins secara langsung. Meskipun Rianti bukan Ibu kandung Twins tapi Riamti adalah Ibu susu si kembar," kata Ibu Nia yang membuat Ibu Jia menangis haru.
"Apakah tidak apa Bu?" tanya Ibu Jia pada Ibu Nia.
"Tentu saja tidak apa, selama Rianti tidak merasa keberatan. Karena si Kembar masih sangat mungil, baru berusia 1 bulan," kata Mamam Nia yang diangguki oleh Ibu Jia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments