🌺Happy Reading🌺
Menjelang maghrib Ara telah sampai di rumahnya, tepat saat dirinya memasuki rumah setelah mamarkirkan motornya di garasi terdengar Adzan berkumandang dari Masjid yang terletak tak jauh dari rumahnya.
“Assalamu’alaikum!” ucapnya dengan sedikit lantang saat memasuki rumah.
“Wa’alaikumusalam” jawab sang mama yang kebetulan baru saja selesai mengambil wudhu.
Ara pun mencium tangan sang mama kemudian meletakkan kantong plastik berisi 2 box martabak di meja makan.
“Papa belum pulang ma?”
“belum, paling bentar lagi, tadi ada nurunin barang lagi, mama pulang duluan”
“Farhan juga di toko?’
“Iya, tadinya mau jemput mama, tapi akhirnya bantuin nurunin barang juga, mama pulang bawa motor adek”
“ohw,” Ara mengangguk kemudian berpamitan menuju kamarnya untuk membersihkan diri, tubuhnya terasa begitu gerah dan lagi ia ingin segera menyantap martabak yang ia beli tadi, sebelum martabak itu menjadi sangat dingin.
20 menit menit berlalu, Ara menuju ruang makan sudah dengan pakain santainya. Tampak 3 orang telah duduk melingkar sembari menyeruput teh hangat buatan sang mama.
“Papa udah pulang?”
“Hmm, baru saja” jawab papa setelah meletakan cangkir tehnya.
“Martabak Ara mana ma?” tanya Ara saat tak melihat bungkusan yang beberapa saat lalu ia letakan di meja makan.
“Di atas kulkas, tadi mama simpan di sana”
Ara pun kembali berdiri dan mengambil marabaknya yang masih terbungkus plastik seperti tadi ia meletakkannya.
“Wih, mantap nih kak” ucap Farhan antusias karena menciaum aroma manis dari martabak coklat kacang favoritnya.
“Makan gih, masih agak anget nih”
Tanpa sungkan Farhan mengambil potong demi potong martabak yang tersaji di hadapannya.
“Kakak beli di mana? Tempat biasa?”
“Deket rumah Rindi, enak ini kan?”
“Hmmm” Farhan mengangguk dengan mulut maish penih dan mengacungkan jempol tangan kirinya.
“Besok kapan-kapan beli lagi kak, bener ini lebih enak dari yang biasa mama beli” timpal papa yang begitu menikmati martabak telur yang di cocol dengan saus.
“Hmm, kapan-kapan deh pa, kalau Ara anter Rindi lagi nanti Ara beli”
“tidak searah sama jalan pulang?” tanya papa penasaran karena tak mengetahui rumah teman putrinya yang di maksud.
“searah sih pa, cuma mesti masuk, itu lho pa. pertigaan swalayan Bahari, ambil kiri kalau dari kantor Ara, arah perumahan Mutiara Residence”
“Ya lumayan jauh dong”
“iya, lumayan sih, tapi sepadan lah sama rasanya, Ara tau tempat ini juga dari Rindi”
Papa pun mengangguk kemudian kembali lagi mengambil potongan martabak yang di depannya.
***
Suasana hangat dan ceria saat makan malam tadi nyatanya tak membuat Ara terus tersenyum hingga tidurnya. Tengah malam Ara kembali terbangun setelah beberapa jam tertidur, di ambilnya air untuk berwudhu, ia gelar sajadah dan melaksanakan ibadah, dia bersimpuh mengadu pada Sang Pencipta tentang kesakitannya selama ini, tentang segala resahnya selama ini, dan tentang penantiannya selama ini.
“Ya Allah, Ya Rabbi, hamba tau Engkau telah menggariskan takdir yang baik untuk hamba, berikanlah kesabaran yang luas untuk hamba Ya Allah, kuatkan hati hamba dalam masa penantian ini, hamba hanya manusia lemah yang perlu pertolonganmu ya Allah, jika memang belum waktunya hamba menemukan jodoh hamba, kuatkanlah hamba ya Allah, namun jika memang Engkau merasa yakin bahwa hamba telah siap, dekatkanlah dia Ya Allah, sesungguhnya hanya kepada-Mu hamba memohon, hanya kepadamu ya Allah.”
Ara begitu pilu mengadu pada Sang Pencipta, mengadu akan rasa sakit dan kecewanya selama ini, memohon kepada Sang Pemilik kehidupan untuk mendamaikan hatinya, memohon menjauhkannya dari rasa iri terhadap kebahagian orang-orang yang berada di sekitarnya.
“Yakinkan hamba, bahwa suatu saat nanti hamba akan merasakan kebahagiaan bersama pasangan hamba ya Allah, hamba tau Engkau tak akan menguji hambaMu melebihi kemampuannya”
Tak lupa Ara pun mengucap syukur atas nikmat yang telah Sang Pencipta berikan, dengan kuasa yang Allah miliki nyatanya ia mampu tersenyum di kelilingi orang-orang yang menyayanginya, dan hidup dengan berkecukupan.
Lantuan dzikir dan beberapa ayat Al Qur’an yang ia baca perlahan membuat hatinya merasa tenang dan damai, air matanya yang tadinya mengalir deras perlahan berhenti, rasa sesak di dadanya perlahan terangkat hingga terasa lebih ringan.
Kilas balik akan kejadian-kejadian yang membuatnya sedih perlahan menghilang dari pikirannya tergantikan dengan kenangan indah bersama orang-orang yang menyayanginya.
“Alhamdulillah , terimakasih Ya Allah”
Kembali lagi pujian untuk Sang Pencipta ia lantunkan sebagai penutup doanya.
Hingga hatinya merasa tenang, ia pun melanjutkan tidurnya untuk mengisi tenaganya untuk bekerja esok hari.
Pagi yang cerah kembali menyapa dengan cahaya matahari yang tak begitu terik, Ara kembali bersiap untuk aktivitasnya hari ini.
“Kak, nanti malam ikut ke tempat budhe Rosi ya?” ucap mama saat keduanya telah berada di dapur menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga.
“ada acara ma?”
“bahas persiapan pernikahannya Desi, kamu lupa kalau 2 minggu lagi dia nikah”
“Oh, iya, Ara lupa, Ara harus ikut ya ma? ga bisa papa mama aja? Bukannya persiapan udah dilakukan jauh-jauh hari ya?”
“iya, cuma pemantapan aja, sekalian mau bagi baju sarimbitnya untuk hari H”
“hmm, lihat nanti deh ma, baju Ara mama bawakan aja nanti, Ara ga tau nanti pulang on time atau ndak” jawab Ara berusaha setenang mungkin.
Mama hanya mengangguk, ia pun mengerti akan rasa sedih sang putri, meski sang putri tak menujukan rasa sedih di depannya, tapi mama mengerti akan keresahan sang putri saat kumpul bersama keluarga besar, pasti akan ada yang menanyakannya kapan untuk menikah, atau sekedar membandingkannya dengan sepupunya yang lain.
‘Ya Allah, kuatkan aku, sanggupkah aku menghadiri acara keluarga nanti malam? Akankah ada lagi yang mengataiku untuk tidak terlalu pemilih dalam memilih pasangan, nanti malah jadi perawan tua, Huff…… Bukannya aku terlalu pemilih, tapi bagaimana aku mau memilih, kalau laki-laki saja tak ada yang mendekatiku, tak ada yang mengharap menjadi pendamping hidupku’
Ara melanjutkan aktivitasnya menyiapkan sarapan dan bekal yang akan dia bawa sebagai pengalihan dari rasa resah yang baru saja menghantamnya.
“Ara ganti baju dulu ma, sekalian panggil Farhan untuk sarapan”
“Hmm” mama mengangguk dan membiarkan Ara pergi meninggalkan ruang makan sembari mengehela nafas kasar, ia pun melangkah ke depan memanggil sang suami yang tengah sibuk memandikan kuda besi kesayangannya.
“Pa, udahan sih nyuci mobilnya, sarapan udah siap, Ara juga sudah mau berangkat”
“Iya ma, ini juga sudah selesai kok” Papa pun meletekan kanebo yang telah di gunakannya ke dalam ember, kemudian menggulung selang dan meletakkannya di sudut garasi. Kemudian menyusul langkah sang istri ke ruang makan untuk menyantap sarapan bersama.
Sudah menjadi kebiasaan dan aturan tak tertulis bagi semua anggota keluarga, kalau mereka harus sarapan bersama apabila semua orang ada di rumah.
Tbc
Hallo semua 🤗🤗🤗
Mohon terus dukungannya 🤩🤩🤩
Love you All 😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments