Part 3

🌺Happy Reading🌺

Senin pagi yang begitu cerah mengiringi langkahku menuju tempat kerja yang cukup jauh dari rumah. Ku kendarai motor matic kesayangan ku membelah jalanan yang cukup ramai. Hiruk pikuk kendaraan besar maupun kecil berlalu lalang menyusuri jalan yang tak begitu besar itu.

Setelah dua hari libur dari aktivitas kerja yang menumpuk, mengharuskanku kembali berkutat dengen sederet pekerjaan yang tiada habisnya. Rasanya masih ingin libur, tapi tanggung jawabku sudah menunggu.

Setiba di tempat kerja, ku sapa beberapa orang yang ku temui.

“Morning!!” sapaku saat memasuki ruangan yang tak begitu besar namun cukup membuatku nyaman dalam bekerja, di tambah teman-teman satu tim yang sangat kompak dan humoris.

“Widih, habis libur 2 hari semangat bener” celetuk salah satu rekan kerja ku yang lebih senior dariku.

“jelas dong bang, bisa full tidur kemarin” cengirku sembari duduk di meja kerja ku.

“mantap bener, ngiri dah,”

Celetuk teman ku dengan menggelengkan kepala, aku hanya tersenyum melihatnya. Tak lama kemudian 2 orang tim ku datang bersamaan.

“Wih, tumben barang nih?” godaku yang melihat sepasang pria dan wanita itu berjalan bersamaan sembari mengobrol.

“ketemu di loby mbak” jawab si cewek dengan senyum sumringah

“mbak kira berangkat bareng, ya ga Zal?” godaku pada si cowok yang ku tau si cowok bernama Rizal itu memiliki rasa pada si cewek yang bernama Rindi.

Rizal hanya tersenyum dengan wajah yang bersemu merah. Melihat keduanya yang menurutku terlihat begitu cute itu membuatku senang.

“Kalau Rindi mau sih, saya siap antar jemput mbak” jawabnya membuatku semakin melebarkan senyum.

“Kode tuh Rin, kalau mbak mah oke, bolehin deh, iya kan Bang?” lanjutku meminta dukungan dari seniorku, bang Ghani.

“Yoi, gapapa lah, adik abang yang peling kecil ada yang jaga”

Gelak tawa akhirnya menggema di ruang itu, sementara kedua pria dan wanita yang jadi pokok pembicaraan tersenyum malu dengan rona merah di pipi mereka.

Suasana pagi yang begitu hangat dan bisa menambah semangatku untuk mengerjakan berkas-berkas yang telah menumpuk di email ku.

Hingga menjelang makan siang, seorang mengetuk pintu kami, dengan senyum lebar namun terlihat malu-malu ia meminta ijin masuk dan menyerahkan selembar kertas tebal kepada kami,

“Widih, gercep bener Fan, congrats ya!!” ucap Bang Ghani setelah melihat kertas yang di sodorkan padanya.

“Iya bang, doanya ya bang”

“Siap” jawabnya lagi dengan sumringah,

Kami pun mengucapkan selamat kepada Fanita, rekan kerja kami dari divisi marketing yang baru saja membagikan undangan pernikahan untuk kami.

Setelah dia meninggalkan ruangan kami, aku menghela nafas panjang dan meletakan undangan pernikahan yang terlihat begitu sederhana namun elegan berwarna coklat keemasan itu di atas meja.

Sejenak pikiranku menerawang, mengingat kembali kehidupan ku saat ini, di usiaku yang hampir memasuki usia 29 tahun, aku masih sendiri, miris, antara senang dan sedih di waktu bersamaan. Senang karena teman kerjaku telah menemukan jodohnya dan menyongsong kebahagiaan untuk berumah tangga, namun rasa sedih juga menghampiri, lebih ke merasa iri, kenapa sampai saat ini aku masih sendiri.

Menilik lagi bahkan banyak dari teman SMA atau kuliah sudah menikah lama, bahkan sudah memiliki anak tidak hanya 1, tapi aku? Bahkan jodoh saja belum terlihat hilalnya. Huff….

“kita besok berangkat bareng-bareng aja ya” celetuk bang Ghani membuyarkan lamunan ku, kebetulan acara yang tertera di undangan bertepatan dengan hari Minggu.

“emang bang Ghani ga sama istri?” tanya Rindi,

“Kita bareng-bareng aja, kalau istri pas lagi kosong ya abang ajak nanti sekalian”

“Oke deh bang, fleksibel aja lah besok” jawab Rizal dengan senyum lebarnya.

“Mbak Ara gimana?” taya Rindi yang menatapku terdiam, tanpa menanggapi,

“Mbak mah ikut aja” jawabku mencoba menutupi rasa gundah dalam hati ku.

“oke deh, bareng-bareng aja, nanti bang Ghani yang jemput ya?”

“wih, jauh bener kalau jemput kalian satu-satu” keluh bang Ghani saat membayangkan menjemput anak buahnya dengan jarak yang cukup jauh,

“Kumpul di rumah Rindi aja, pas di tengah-tengah tuh” celetuk ku memberikan saran, karena ku menyadari kalau rumahku paling jauh di antara mereka,

“eh, boleh mb, kan rumah Fanita juga ga jauh dari rumah ku” jawab Rindi dengan antusias,

“gimana bang?” tanya Rizal mewakili ku dan Rindi menanyakan pada senior kami yang maish berpikir,

“Boleh deh, gitu oke”

“Oke, deal ya?” tanyaku yang di acungi jempol ketiganya, lalu aku kembali berkutat dengan computer di depan ku sebelum jam makan siang tiba.

***

“Mbak mau ke beli makan di luar ndak?” tanya Rindi yang tengah berdiri dari duduknya saat waktu makan siang telah tiba.

“ndak Rin, mbak bawa bekal, kamu ga bawa?”

“Ndak mbak, tadi mama ga masak, jadi Rindi ga bawa”

“Ke kantin yuk Rin?” ajak Rizal yang telah berdiri dan mendengar bahwa pujaan hatinya itu tak membawa bekal, suatu keberuntungan menurutnya, ada kesempatan mengajaknya makan siang bareng.

“Lah nanti mb Ara sendiri di sini, bang Ghani ga ada”

“Gapapa Rin, sana kalau mau ke kantin, mbak sini aja”

“Makan di kantin aja yuk mb, bekalnya di bawa aja”

“next time aja deh Rin, mb mesti priksa beberapa file juga, abis istirahat di tunggu pak Rusli”

“hmm, ya udah deh” jawab Rindi tampak sedikit lesu karena harus makan berdua saja tanpaku, tapi mau gimana lagi, dia pasti juga tau bagaimana Pak Rusli yang begitu disiplin soal laporan, sementara ada beberapa data yang masih perlu aku cek lagi.

Setelah mereka berdua meninggalkan ruang, suasana hening menyelimuti ruanganku saat ini, hanya aku sendiri di sini, ku raih kotak makan siang yang telah aku siapakan tadi pagi, ku makan perlahan meski dengan susah payah aku menelannya.

Sejujurnya data yang akan aku serahkan ke Pak Rusli sudah beres sedari tadi, namun hati ini merasa enggan untuk menghadapi suasana kantin yang begitu riuh, apalagi kami baru saja menerima undangan pernikahan dari karyawan yang belum lama masuk di kantor ini. Pasti akan menjadi bahasan utama mereka, rasanya begitu sesak di dada, namun tak dapat di aku keluarkan.

Berulang kali aku menghela nafas panjang kemudian melanjutkan menyantap makan siang ku hingga habis tak bersisa.

Hari yang cukup berat untuk awal minggu ini, berulang kali aku melafalkan istighfar secara lirih, berharap rasa sesak di dada ini kian terasa longgar. Berusaha menyemangati diri sendiri untuk tak iri dengan kebahagiaan orang lain, semua sudah sesuai porsi masing-masing. Bukankah Rizqi, Jodoh, hidup dan maut sudah ada yang menentukan? jadi mungkin memang belum saatnya aku menemukan jodohku.

Semangat Ara!!! Kau wanita kuat!!

Syukuri apa yang ada saat ini, kamu pasti akan menemukan jodohmu suatu saat nanti.

Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!