Tiga

Semakin kesini aku merasakan semakin dekat dengan Fabian. Dekat karena dia sering pinjem PRku, bercanda dengan teman-teman yang lain, serta memainkan tebak-tebakkan dan lama-lama juga aku jadi kelinci percobaannya dia. Terang saja, saat dia butuh sesuatu pasti menyuruhku.

Padahal teman-teman cewek yang lain banyak lho. Seperti pagi ini saat istirahat pertama, kulihat koperasi sekolah penuh sekali karena mur id-murid pada mengantre membeli LKS. Sekembalinya dari kantin dengan Rere, niatku adalah membeli LKS. Tapi masih saja mengantre panjang sekali.

Antara dilema karena ingin masuk kelas atau kekeuh mengantre membeli LKS. Tapi kulihat Fabian dan Pandu juga tengah mengantre membeli LKS.

“Masih panjang ya antreannya” tanyaku pada mereka.

“Iya nih Mi, dari tadi aku juga masih ngantre” sahut Fabian sembari menoleh kearahku.

“Kamu juga mau LKS sekarang ya?” tanya Fabian balik.

“Iya Fab, udah terlanjur minta duit orangtua nih” anggukku.

Lalu aku dan Fabian diam. Aku kembali ngobrol dengan Rere, tampak Fabian tengah mengobrol dengan Pandu.

“Mimi, aku boleh nitip belikan LKS nggak? Nanti kembaliannya kamu ambil nggak apa deh” pinta Fabian sambil merayuku.

“Iya Mi, lumayan lho daripada antre terus duitnya bisa kamu belikan permen”sambung Pandu sambil melemparkan cengiran kearahku juga.

“Aduh, gimana ya? Aku sendiri juga lagi antre” raguku.

Tanpa sadar bel istirahat pertama berbunyi, tertanda pelajaran jam berikutnya akan diteruskan. Sementara aku, Rere, Fabian, dan Pandu masih standby di depan koperasi untuk mengantre beli LKS.

“Mi, udah yuk. Lagian ini udah bel masuk. Nanti kita kesini untuk antre beli LKS lagi” bisik Rere.

Aku semakin dilema antara masih tetap di koperasi bersama Fabian dan Pandu mengantre beli LKS atau ikutan masuk kelas.

Sementara ku lihat Fabian tengah menulis daftar LKS yang nanti diserahkan pada guru yang tengah menjaga koperasi.

“Hmm, Fab.. Pan... aku masuk kelas dulu ya. Aku belinya ntar aja diistirahat kedua atau nggak besok. Maaf ya Fab” ucapku pada mereka dan merasa tak enak hati pada Fabian.

“Iya Mi, nggak apa kok” jawab mereka serentak.

Akhirnya aku dan Rere segera meninggalkan mereka yang masih di depan koperasi. Aku masuk di kelas 8B, sementara Rere masuk di kelas 8C. Saat masuk kelas, ternyata gurunya sudah masuk terlebih dahulu, yup.. beliau selalu ontime masuk kelas. Kemudian aku mengikuti pelajarannya. Tak butuh lama mereka mengantre beli LKS.

Ku lihat mereka sudah masuk terlambat tanpa diberi omelan dari guru yang tengah mengampu mata pelajaran di kelas 8B, rasanya lega.

......................

Tapi ada sifat Fabian yang bikin aku harus mengelus dada alias sabar, sebab dia suka nggak nyambung kalau ditanya. Kejadian ini saat akan pelajaran Bahasia Indonesia.

Aku tanpa sengaja membaca nama Fabian di LKS Bahasa Indonesia. Aku menanyakan sesuatu padanya karena penasaran dengan arti namanya.

“Fabian, sebenarnya arti namamu itu apa sih?” tanyaku penasaran sambil mengamati nama lengkap Fabian di LKS.

“Namaku itu lucu Mi, kadang dipanggil Fabi atau nggak Abi sama anak-anak kecil di perumahanku” respon Fabian

Aku kaget mendapati itu.”Aku tanya apa, jawabnya apa” batinku sebal. Kuulang pertanyaanku sekali lagi, tapi jawaban Fabian sama saja. “Sabar Mi, sabar” batinku sambil mengelus dada, lalu balik lagi ke bangku sendiri.

......................

Entah apa yang sedang aku pikirkan saat ini, tiba-tiba mengingat kejadian sewaktu awal masuk kelas 8B dan mulai dibuat ilfill oleh Fabian. Lalu mengingat juga sikap Fabian di kelas padaku.

Mungkin kebanyakan sebagian orang itu hal biasa, tapi aku merasakan hal yang berbeda. Karena aku baru pertama kali bertemu dengan cowok yang se baik, se gokil, dan se asyik Fabian. Iya, beneran deh.

Karena dulu waktu SD hanya ejekan yang kudapati dari teman-teman cowok bikin aku sebal mengingatnya. “Ah, masa sih aku suka dia?” batinku ragu. “Ah, nggak mungkin nggak. Masa aku beneran naksir dia sih” tampikku langsung dan bayangan Fabian lalu menghilang. Aku mulai menyibukkan diri dengan menggabung Rere dan Rossi.

Semenjak kelas 8 SMP ini, aku makin sering bermain dengan mereka. Entah itu dirumahku, rumah Rossi, atau rumah Rere. Saking seringnya kita bermain bersama, sampai kita tak pernah dipisahkan.

Oya, sebelumnya aku adalah seorang cewek yang mempunyai fisik kurang sempurna.

Maksudku anggota tubuhku yang kanan tak seperti yang lainnya, aku kidal alias melakukan aktivitas menggunakan tangan kiri. Mulai dari menulis, makan, atau aktivas lainnya menggunakan tangan kiri. Bahkan kaki kananku berjalan agak berbeda dari orang-orang lainnya. Aku begini karena waktu umur 6 bulan aku sakit panas dan sempat kejang. Tapi malah diberi suntikan pada dokter. Melihat cara berjalanku berbeda dengan yang lainnya, orang-orang termasuk teman-teman sekolahku merasa jijik dan merasa aneh padaku, bahkan ada yang berani mengejekku saat melihatku berjalan. “I don’t care deh dengan semua itu. Toh mereka nggak mengerti sejarahku bagaimana bisa begini” batinku merasa acuh, walau kadang sebenarnya ada rasa sakit hati.

Aku usahakan biar tak minder mendengar cemooh mereka, aku masih bersyukur diberi umur sampai segini dan dipertemukan dengan teman-teman dekat yang menerimaku apa adanya.

Termasuk Fabian, saat itu aku yang baru saja menaruh tas di kelas dan kebetulan aku satu bis dengannya lagi, lalu masuk kelas bersamaan. Kemudian aku yang akan keluar kelas untuk menanti Rere di depan kelas. Mendadak Fabian menanyaiku sesuatu”Mi, kamu bawa biodata yang kemarin dikasih Bu Eni nggak?”

Aku menghentikan langkah dan berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Fabian. “Eh, biodata yang kemarin diberi Bu Eni persis itu Fab?” tanyaku balik.

Fabian mengangguk padaku. Dan aku mengingat-ingat biodata itu, ternyata aku kelupaan membawanya juga.

“Eh, aku juga nggak bawa Fab” cengirku.

“Sama Mi kalau gitu” terang Fabian juga

Aku merasa geli saat Fabian berkata demikian, ternyata nasibnya nggak jauh-jauh banget denganku dan perasaanku lega karena ada temannya yang sama-sama tak membawa biodata tersebut.

Kemudian aku melangkah keluar dan ingin berpamitan pada Fabian, tapi kemudian Fabian menanyaiku tentang suatu hal,

“Mi, kaki kanan sama tangan kananmu itu kenapa sih?”

Aku menghentikan langkah lagi karena mendengar Fabian menanyakan hal itu.

Dengan santai dan penuh senyum ku jawab”Oh, ini Fab. Dulu aku pernah sakit panas sampai kejang waktu umurku 6 bulan. Terus malah disuntik sama dokter, akhirnya jadi begini deh sampai sekarang.”

“Oh, begitu ya Mi” respon Fabian sambil manggut-manggut.

“Iya Fab...” anggukku pada Fabian.

Setelah bercengkerama dengan Fabian barusan, aku lagi-lagi dibuat kagum olehnya. Terang saja disamping teman-teman yang mengejekku saat melihatku sedang berjalan karena fisikku kurang sempurna.

Tapi Fabian tidak begitu, dia menanyaiku dengan hati-hati tentang fisikku sebelah kanan. Fabian emang orang dengan tipikal baik, supel, apa adanya dan tak pernah memilih teman. Walau kadang sikapnya masih menyebalkan buatku. Itu alasannya mengapa aku mengaguminya. Pantas dia kusebut “Perfect Boys”.

......................

Istirahat ini, seperti biasa aku selalu habiskan waktu dengan orang-orang terdekatku. Tak terkecuali Rere teman dekatku dari kelas 7, karena dulu kita pernah sekelas. Yup.. di kesempatan istirahat kami berdua selalu bersama. Aku bahkan tak peduli dengan ejekan-ejekan dari teman sekelas Rere yang melihatku berjalan agak aneh. Aku senang karena Rere, Luna, Indri, Irul, Stefani, dan teman-teman lainnya tak memandang dari fisikku.

Aku merasa tenang dan nyaman saat berkumpul dengan mereka.

Sesudah kami menghabiskan waktu bersama, aku yang akan masuk kelas karena bel masuk telah berbunyi. Aku melangkah kakiku dengan pelan, tiba-tiba ada yang menyenggol kakiku dan refleks aku menoleh. Ternyata yang melakukan itu adalah Fabian lagi.

“Ihh, Fabian emang nyebelin banget deh” gerutuku mengetahui hal itu.

Sambil nyengir kuda, dia meledekku”Salah sendiri udah tahu julukannya gajah masih aja menuh-menuhi jalan.”

Saat aku akan membalasnya, ternyata Fabian sudah keburu lari masuk kelas. “Uh, masih aja tuh anak nyebelin banget” dengusku dalam hati sembari melangkahkan kaki lagi menuju bangku. Entah kenapa aku merasakan penasaran dengan sikap Fabian yang bisa kubilang misterius itu.

Tapi sifatnya dikelas juga tak buruk-buruk sekali sih malah pendiam. “Aduh, kenapa yang dibahas Fabian mulu sih. Apa jangan-jangan aku mulai naksir dia lagi. Nggak...nggak....” tampikku langsung. Maklum dia idola cewek-cewek sih, tapi saat dia digosipkan dengan teman-teman cewek, entah dengan siapa aku merasa hatiku sakit.

Masa iya aku jealous dan beneran suka dia? Secepat itu kah aku jatuh cinta dengan orang yang baru ku kenal?

......................

Terpopuler

Comments

nowitsrain

nowitsrain

Nggak boleh yeuuuu

2023-09-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!