Di pinggir lapangan, tujuh siswa duduk di dekat tiang basket sembari memegangi ponsel mereka. Layar menunjukkan game populer yang sedang digandrungi anak-anak hingga dewasa saat ini.
Keberadaan mereka membuat sebagian besar siswi enggan melewati lapangan dan memilih jalan lain. Sebagian lainnya, dengan sengaja melewati mereka dan menatap secara terang-terangan.
Tak heran, enam diantara mereka hidungnya kembang-kempis karena kegeeran. Padahal, yang menjadi pusat perhatian para siswi itu hanya dua orang saja, Arais dan Husain. Arais yang populer karena anggota basket dan wajahnya yang terbilang tampan. Husain yang namanya kerap dipanggil melalui speaker kantor hingga tak asing lagi di telinga siswa-siswi SMANDUGA.
"Kalau gue nembak salah satu cewek yang ngelewatin kita gimana?" tanya Ujang sambil mengerling ke dua siswi yang melewati mereka. Kedua siswi itu sontak berlari kecil dengan kepala menunduk.
"Heh, cewek-cewek tuh sukanya sama Arais dan Husain," ujar Cito mencoba menyadarkan Ujang.
"Kalau lo dah tahu cewek sukanya sama Arais dan Husain, kenapa lo ikutan salting pas mereka tatap?"
"Yaelah, ya jelas salting lah. Orang yang natap pada cantik-cantik."
"Mandang fisik lu," ujar Kipli lalu menempeleng kepala Cito.
"Kayak lu enggak aja."
"Berisik lu pada." Reno, siswa dengan rambut panjang berjambul, agak kesal karena keributan teman-temannya, cewek-cewek jadi semakin enggan melewati mereka. Kalau lewat pun langsung lari. Kayaknya mereka sadar teman-teman mesumnya sedang membicarakan mereka.
"Mau mereka melototin gue sama Husain juga enggak guna kali, gais. Secara gue belum putus dari pacar gue sekarang dan status Husain udah bukan jones lagi."
"Kata lo belom, berarti ada niatan putus dong?"
"Ada lah," sahutnya santai dengan alis dinaikkan.
"Perasaan pacar lo yang sekarang cantik, Ar." Kipli heran temannya yang satu ini enggak ada puasnya gonta-ganti cewek.
"Biasalah, Arais. Padahal waktu kelas sepuluh cupu banget, semenjak kita mau ulangan kenaikan kelas tahun lalu langsung melejit popularitasnya. Yang tadinya jones jadi rebutan cewek-cewek. Enak banget idupnya," cerocos Ujang yang hanya direspons Arais dengan cengiran.
"Kabar lo sama pacar lo gimana, Sen?"
"Baik," jawab Husain singkat.
"Gimana nih, rasanya pacaran pertama kali?" goda Arais, lalu menyenggol lengan Arais pelan dengan bahunya.
"Biasa aja." Jawaban Husain tidak memuaskan keingintahuan teman-temannya. Alhasil, Arais bertanya lagi.
"Udah kencan?"
"Belom," sahutnya malas. "Teman-teman gue kenapa pada kepo banget sih. Perasaan kebanyakan cowok enggak sekepo mereka."
"Ck, pantesan lo bilang biasa aja. Lo belom tahu enaknya pacaran, sih." Pernyataan Arais mendapat anggukan setuju.
"Orang lo aja belom pernah kencan ya gak, gais?"
"Iya, setuju gue." "Asli, sih. " "Bener tuh, Sen." Mereka menjawab serempak.
"Makanya kencan dong, Sen. Ajak pacar lo gih. Bukan pacar yang baik kalau belom pernah kencan sama pacarnya."
Ini yang pacaran Husain apa mereka? Kok mereka yang maksa kencan?
***
Istirahat kedua dimulai sejak pukul sebelas hingga sebelas seperempat. April tak berhenti melirik jam dinding yang terletak di belakang kelas. Tidak sabar memberikan kotak bekal berisi kue buatannya bersama ibu.
"Aprilia Dona!" panggil gurunya dengan suara lantang.
April tersentak, refleks bangkit dari kursinya dengan posisi siap sempurna.
"Kamu kayaknya enggak sabar banget kelas Ibu selesai ya? Sampe ngeliatin jam terus."
"Enggak kok, Bu." "Ibunya tahu aja pikiran April. Cenayang kali ya? "
"Kalau enggak, jangan natep belakang. Lurus, ke papan tulis! Ngerti?!"
"Siap, Bu!" serunya tak kalah lantang dari sang guru. Pantatnya kembali menempel ke kursi tak lama kemudian.
"Ada-ada aja sih, Pril-pril." Citra menggelengkan kepala melihat tingkah April.
Begitu bel tanda istirahat kedua dimulai, April berdiri dan hendak keluar dari mejanya, tapi tertahan karena dilirik sinis oleh guru yang belum keluar dari kelas. April mengulum bibirnya gugup. Untungnya, sang guru tidak mengatakan apa pun dan segera meninggalkan kelasnya dengan damai. April mengucap hamdalah dalam hatinya dengan tulus.
Ia memeluk taperwer merah sembari berjalan riang menuju lapangan. Kebetulan, begitu ke luar kelas, tujuh siswa yang April kenali sebagai teman-teman Husain dan pacarnya duduk di pinggir lapangan.
"Hai, Kak," sapanya sembari melambaikan tangan ke semua teman Husain di sana.
Saat April mengambil posisi di samping Husain—yang diberikan secara sengaja oleh Arais setelah ia berdiri—teman-teman Husain justru berdiri dan meninggalkan pasangan baru itu berdua.
"Teman-teman Kak Husain pengertian banget," batin April senang.
Ia membuka tutup kotak. Aroma manis dari kue belum lenyap meski kuenya sudah dingin. April ingin menyuapi Husain, tapi pacarnya itu malah mengambil kue dari tangannya dan memasukkannya ke mulutnya sendiri. Gagal romantis.
Tindakan Husain membuat teman-temannya yang menonton dari jauh kesal sendiri. Enggak peka banget dia.
"Enak gak?" tanya April.
"Enak." Husain mencomot potongan kue lain dari kotak bekal. Manis tapi enggak kemanisan, lembut, enggak eneg juga. "Cocok dijual," sambungnya.
Pujian Husain mendapat respons yang tidak biasa dari April. Gadis berambut pendek itu menggoyang bahu dan kakinya, dan berkata dengan wajah tersipu malu—yang kesannya dibuat-buat, padahal sebenarnya natural, "Ih, April jadi malu." Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Gak usah alay, April." Husain menyentil dahi kekasihnya pelan. April ternyata punya karakter yang agak alay dan mengesalkan.
"Ih, Kak Husain jangan sentil dahi April, dong. April tuh enggak pinter, kalau gara-gara disentil jadi makin bodoh gimana?" ujarnya sambil mengusap dahi pelan.
"Enggak ada penelitian dan bukti ilmiah yang mengatakan sentilan bisa membuat seseorang menjadi bodoh." Tanggapan Husain terlalu serius.
"Ya, tetap aja jangan sentil dahi April. Oh satu lagi, April enggak alay ya!"
"Udah alay enggak mau mengaku pula." Husain hanya bisa geleng-geleng kepala akan tingkah April, enggak tahu lagi dia harus ngomong apa.
April menutup taperwer setelah isinya habis dimakan Husain. Dia hendak bangkit dan kembali ke kelasnya setelah mengucapkan salam ke Husain, tapi kekasihnya itu menarik tangannya untuk kembali duduk.
"Kenapa, Kak?" tanya April.
Husain dalam sekejap menjadi gugup sejadi-jadinya. Mau bilang tapi kok takut. Gengsi juga, sih. Tapi, lebih gengsi lagi kalau cuma karena gugup dia mundur, 'kan? April juga udah nagih sejak hari pertama mereka pacaran.
"Katakan sekarang, Husain!" putusnya dalam hati. Seolah ada di reality show yang televisi, Katakan Cinta! Eh, ada enggak, ya?
"Pril, kencan yuk! Weekend nanti," ujar Husain cepat.
April mencerna perkataannya cukup lama. Husain jadi semakin gugup menghadapi diamnya April. Masa dia ditolak?
"Serius, Kak?"
Husain mengangguk mantap.
"Oke. Weekend 'kan?"
"Iya, jadi mau nih?"
"Mau dong!" jawab April semangat.
"Alhamdulillah, jadi lega."
April melambaikam tangan kepada Husain sambil berlari ke kelasnya. Kebahagiannya belakangan ini memuncak.
April jadi enggak sabar hari Minggu cepat datang. Kalau kencan mesti siapin apa aja? Baju, make-up, terus—iya! Lotion ibu harus dipakai banyak-banyak sehari sebelum kencan dan sejam sebelum kencan. Biar wangi.
Selama jam pelajaran berlangsung hingga bel pulang, isi kepala April hanya skenario kencannya dengan Husain. Pokoknya, kencan pertamanya harus sesempurna mungkin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments