UL 03

Satu minggu tinggal bersama, hubungan Victor dan Rosie tidak menunjukkan perkembangan apapun. Mereka bahkan cenderung abai satu sama lain, seolah tinggal sendiri di rumah besar itu.

Jika pagi tiba dan Rosie bangun lebih awal, dia akan membuatkan sarapan untuk dirinya serta Victor, tetapi belum pernah sekalipun mereka sarapan bersama dalam satu meja. Lalu, jika malam hari Victor pulang lebih awal, dia akan membuatkan makan malam atau membersihkan rumah jika tidak ada kerjaan. Akan tetapi, walaupun dia membuat makan malam untuk porsi dua orang, dia tetap akan makan malam sendiri tanpa menunggu kepulangan Rosie.

Untuk urusan membersihkan rumah memang mereka akan berbagi tugas. Namun untuk urusan binatu, mereka sepakat untuk mengerjakan hal itu sendiri-sendiri, bahkan jadwal mencuci mereka tidak boleh berbarengan. Alasannya tentu saja karena malu. Mereka malu kalau pasangan mereka harus melihat pakaian dalam mereka.

“Ahh … kenapa hari ini panas sekali?” Rosie meregangkan kedua tangan usai menjemur pakaian. Hari ini dia libur, jadi dia ingin memanjakan diri tanpa diganggu siapapun.

Selesai urusan binatu, wanita brunette itu merileks-kan tubuhnya dengan berendam dalam bathtub. Setengah jam berlalu, dia membasuh tubuhnya, mengeringkan rambut lalu memakai pakaian santai dan keluar kamar.

“Aku lapar.” Membuka lemari pendingin, dan mencari bahan makanan di pantri, namun yang dia temukan hanya sekotak sereal dan susu. “Oh, sial … aku lupa membeli bahan makanan.”

Tanpa menunggu lama, dia kembali memasuki kamar lalu keluar dengan pakaian yang berbeda 5 menit kemudian. Rosie memilih untuk berjalan kaki karena letak minimarket yang ia tuju hanya sekitar 20 menit dari rumah.

Sesampainya di minimarket, dia melihat siluet seseorang yang dikenalnya. Matanya pun mengerjap beberapa kali saat menyadari orang itu adalah Victor.

“Bukankah dia sedang bekerja?” gumam Rosie pada diri sendiri. Penasaran dengan hal itu, ia pun mengayunkan tungkainya menghampiri Victor. “Victor?” Tangannya menepuk punggung Victor.

“Rosie? Apa yang kau lakukan di sini?” Victor terkejut melihat Rosie.

“Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kau lakukan di sini? Kupikir kau sedang bekerja.”

“Ya, aku memang pergi ke kantor, tapi Yeonsang hyung memintaku untuk menjemput Joella noona di sekolah Haru. Lalu saat lewat minimarket, aku ingat kita tidak punya stok bahan makanan apapun di rumah.”

Rosie mengangguk, “Ya … kau benar, aku kemari juga untuk itu.”

“Aku sudah mengambil daging dan sayuran, apa kau perlu sesuatu untuk menu nanti malam?” tanya Victor.

“Ya … tapi dibanding itu, aku sudah sangat lapar.” Rosie menggandeng tangan Victor. “Temani aku makan ramen, setelah itu baru kita belanja.”

Tanpa canggung Rosie memaksa Victor untuk ikut makan ramen dan kimbab. Mereka duduk beriringan dengan jalanan sebagai obyek penglihatan mereka.

“Kenapa?” tanya Rosie melihat raut wajah terkejut Victor.

“Aku tidak tahu kalau kau bisa makan sebanyak ini.” Victor menunjuk makanan dengan gerakan kepala. “1 porsi ramen dan 3 porsi kimbab?” tanyanya tak percaya. “Kau bahkan menambahkan 2 telur rebus dan 2 choco lava sebagai hidangan penutup?”

“Jangan salahkan aku, tapi salahkan perutku yang kelaparan,” jawab Rosie santai.

“Aku pikir hanya Emily, gadis yang porsi makannya besar.” Victor menopang kepala dengan tangannya. “Tapi melihat dirimu … sepertinya aku salah.”

Rosie terkekeh. “Apa Lily pernah bercerita tentang pertemuan pertama kami?”

“Tidak.”

Suapan kimbab terakhir ditelan Rosie, kemudian dia meneguk minuman soda. “Saat itu aku sedang kelaparan, benar-benar kelaparan. Tapi, lamington di toko favoritku hanya tinggal 1 porsi. Karena takut akan direbut pembeli lain, aku berlari menuju etalase dan berteriak pada penjaga toko, Aku mau lamington-nya. Tapi, sayangnya … lamington terakhir telah dibeli Lily. Jadi aku hanya bisa menangis tanpa suara.”

“Karena merasa kasihan, lalu Emily memberikan lamington itu padamu?” tebak Victor.

“Tepat sekali!” Rosie memutar tubuh guna menghadap Victor. “Bagaimana kao bisa tahu?”

“Karena seperti itulah Emily. Dia akan mengalah untuk menyenangkan hati orang lain.” Sebuah senyum tergurat di wajah Victor saat menuturkan itu. Kedua iris jadenya sirat akan afeksi pada gadis yang ia cintai.

Rosie yang melihat hal itu turut mengembangkan senyum. Dia merasa bahagia karena Emily mendapatkan pria yang baik seperti Victor. “Semoga kelak aku juga bisa mendapatkan pria dengan tatapan penuh cinta sepertimu, Vic,” monolognya dalam hati.

...❦ 𝑈𝑛𝑑𝑒𝑛𝑖𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐿𝑜𝑣𝑒 ᰔᩚ...

“Kapan semua ini akan berakhir, Jackson?” Emily menghempaskan bokongnya dengan kasar di sofa.

“2 minggu lagi, bukankah kau sudah melihat jadwalmu 1 bulan ini?” Jackson, manajer Emily tampak sibuk dengan gawai pipih di tangannya.

“2 minggu lagi?” Emily melotot. “Kau gila? Apa kau sedang memerah keringatku seperti sapi? Kau bahkan hanya memberiku waktu 3 jam untuk tidur, Jack.”

“Maaf, tapi jadwal kita memang sangat padat,” ucapnya tanpa mengerling Emily.

“Kalau begitu berikan ponselku! Setidaknya biarkan aku melepas rindu dengan kekasihku!”

“Tidak-tidak-tidak! Kita sudah sepakat untuk tidak memainkan ponsel kita saat bekerja.”

“Tapi ini 1 bulan, Jackson! Apa kau tidak rindu pada istri dan anakmu?”

“Mereka sudah tahu kebiasaan kita, jadi tidak masalah untuk mereka.”

Emily berdiri, menghentakkan kaki dan berjalan keluar ruangan sembari berkata, “Kau sinting, Jackson!”

“Tiga jam lagi kita ada pertemuan dengan Pangeran Willy, pastikan kau tidak terlambat, Lily!” seru Jackson tanpa dihiraukan Emily.

Gadis yang berprofesi sebagai model itu pergi meninggalkan manajernya. Dia merasa jenuh dengan rutinitas pekerjaannya kali ini. Ditambah larangan untuk menghubungi Victor, rasanya kepala Emily mau pecah.

* Bruk

“Sorry …” Ingin sekali Emily mengumpat pada lelaki yang menabraknya dengan kasar, hingga membuatnya jatuh terduduk. “Are you okay?” Lelaki itu mengulurkan tangan untuk menolong Emily.

“Kau menabrakku hingga terjatuh, bagaimana aku bisa baik-baik saja?” kesal Emily.

“I’m sorry, Ma’am … I'm in a hurry, so—“ Ucapan pria itu tercekat.

Manik Emily membola. “Hey! Bagaimana kau bisa tahu ucapanku?”

Siapa yang menduga kalau lelaki yang menabraknya berasal dari Korea. Emily menjadi senang bukan main, karena, merasa mendapatkan teman. Dia bahkan membuat janji untuk bertemu kembali setelah semua jadwalnya hari ini selesai. Dan benar saja, pada pukul 11 malam setelah semua kegiatannya berakhir, dia mengendap-endap keluar dari hotel untuk menemui lelaki tersebut.

Lelaki itu menawari Emily makan malam, dan tentu saja Emily mengiyakan ajakan lelaki tersebut, karena, terakhir kali dia mengisi perutnya adalah saat bertemu dengan Pangeran Willy. Lelaki itu pun membawa Emily ke sebuah pecinan untuk memikmati masakan khas negara tirai bambu itu.

“Hmm … aromanya sangat sedap.” Perut Emily mulai bersuara. ”Maaf.” Tersipu malu karena lelaki itu terkekeh mendengar suara perutnya.

“Jadwalmu pasti sangat padat, sampai kau lupa makan malam,” kata lelaki asing itu.

“Sebenarnya aku sudah makan malam dengan Pangeran Willy dan keluarganya.” Emily menarik kursi lalu duduk. “Tapi, aku tidak bisa mengisi penuh perutku, karena, harus menjaga sopan santunku di hadapan mereka.”

“Kau makan malam dengan Pangeran Willy dan keluarganya?” Emily mengangguk, bersamaan dengan saat lelaki itu mendudukkan bokongnya di kursi. “Hebat! Aku bahkan belum pernah bertemu dengan mereka secara langsung selama 6 bulan tinggal di London.”

Emily terkekah. “Aku bisa mengenalkanmu pada mereka kalau kau mau.”

“Tidak, terima kasih! Aku suka kehidupan yang bebas. Aku tidak suka pada hidup yang terikat pada banyak aturan. Cukup menjadi orang baik, dan tidak merugikan orang lain, itulah moto hidupku,” tutur lelaki yang menjentikkan jari untuk memanggil pelayan.

Emily merasa terkesan dengan cara berpikir lelaki tersebut. Dia berasa mempunyai kemiripan dalam cara pandang dengan lelaki yang belum genap ditemuinya selama 24 jam.

“Kau ingin pesan apa?” tanya lelaki tersebut setelah menyerahkan daftar menu pada Emily.

“Emm … berikan aku 3 menu terenak menurut versimu,” jawab Emily.

“Maksudmu kau akan memesan semuanya?” Emily mengangguk. “Hey! Perutmu bisa meledak jika makan sebanyak itu.”

“Tenang saja … perutku ini seperti karet.”

“Hmm … baiklah aku tidak akan bertanggung jawab kalau kau tidak bisa menghabiskannya.”

“Dimengerti, Tuan.”

Keduanya pun terkekeh. Lalu, kembali melanjutkan perbincangan mereka sembari menunggu kedatangan makanan yang mereka pesan.

...❦ 𝑈𝑛𝑑𝑒𝑛𝑖𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐿𝑜𝑣𝑒 ᰔᩚ...

* Tok-tok

Kepala Jimmy menyembul keluar dari balik pintu, sontak, Rosie mendongak. “Ada apa?”

“Aku akan makan siang dengan Ayeong dan Seoulhwa, apa kau mau ikut?” tawar Jimmy.

“Tidak, terima kasih. Victor akan menjemputku setengah jam lagi,” tolak Rosie.

Jimmy menyeringai senang, membawa kedua kakinya melangkah mendekati meja kerja ilustrator Sora Publisher. “Aku tidak tahu kalau perkembangan hubungan kalian bisa secepat ini. Apa kalian akan berkencan?” godanya.

Rosie memutar bola mata, membuang napas kasar, menatap tajam kakaknya. “Tidak! Aku hanya pergi untuk membantu Victor mencari hadiah untuk istri koleganya.”

“Hmm … kenapa aku mencium bau kekecewaan di sini?” Jimmy mendudukkan bokongnya di tepi meja.

“Sebaiknya kau keluar sekarang sebelum aku melemparimu dengan plakat-plakat itu, Jim!”

“Hey … berbuat kasar dengan atasanmu, kau bisa dituntut untuk itu.”

“Dan mengganggu pekerjaan bawahanmu, kau bisa kehilangan jutaan won karena melebihi deadline!” ancam Rosie.

“Cih! Kau memang tidak bisa diajak bercanda.”

“Tidak sekarang, Jim … aku harus segera menyelesaikan ini sebelum Victor datang.”

“Oh …” Netra sipit Jimmy membulat. Dia kembali mengembangkan senyum. “Jadi, semua ini karena Tn. Victor Kim?” ledeknya.

“Yak! Sudah kubilang bukan seperti itu!”

“Adik kecilku sudah jatuh pada pesona Victor Kim.” Beranjak dari meja kerja Rosie, Jimmy berjalan mundur sambil terus meledek adiknya. “Aku akan memberi tahu Ayeong dan memintanya untuk membuat perayaan kecil, karena, adikku tersayang sedang jatuh cinta pada suaminya.”

“Yak!” Rosie amat kesal dengan kelakuan Jimmy.

“Ahh … aku harus segera memberi tahu ayah dan ibu, kalau putri kecil mereka sudah tumbuh menjadi seorang wanita.” Berpura-pura mengambil ponsel untuk menghubungi ayahnya, seringai Jimmy terpatri di wajahnya.

“Yak! Jimmy Park!”

Tangan Rosie meraih kotak tisu di meja, lalu detik berikutnya, dia melemparkan kotak tisu itu ke arah Jimmy, namun, seseorang yang terkena hantaman benda kotak itu justru Victor, yang kini berdiri di depan ruangannya.

“Aww!”

...❦ 𝑈𝑛𝑑𝑒𝑛𝑖𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐿𝑜𝑣𝑒 ᰔᩚ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!