Mata Mama Amel membelalak, dia tidak percaya dengan jawaban yang Nissa berikan. Bagaimanapun dia sangat berharap besar pada pernikahan putra bungsunya tersebut. Nissa bagai tangkapan besar baginya. Bagaimana tidak, Nissa seorang pemilik perusahaan warisan dari orang tuanya.
Namun ternyata, Nissa tidak sebodoh dan se-bucin yang ia sangka. Nyatanya, Nissa menolak keras keinginannya yang hanya sebuah mobil. Itu bukanlah hal besar menurutnya untuk seorang Nissa.
"Mas, maaf! Aku nggak bisa meneruskan hubungan ini. Ini cincin dari kamu, aku kembalikan. Dan untuk barang-barang yang kemarin kalian bawa ke rumah bisa segera kalian ambil sekalian membicarakan pembatalan pernikahan. Semuanya masih utuh dan belum dibongkar sama sekali. Nanti bis kalian cek sendiri. Maaf Mas, aku pulang. Sudah mau malam, permisi."
Nissa pun bangkit dari duduknya, belum sempat melangkah, tangannya sudah di cekal Arya.
"Nissa, kamu nggak bisa gini dong! Kenapa kamu memutuskan semua secara sepihak? Apa kita nggak bicara baik-baik masalah ini?"
Nissa menatap lekat wajah Arya, lelaki yang akan jadi suaminya itu. Entah kenapa hingga saat ini dia belum bisa memberikan hati seutuhnya pada Arya.
Yaa, Nissa memang selalu mensugesti dirinya agar boleh jatuh cinta, tapi tidak boleh bodoh karena cinta. Pendidikan tinggi yang dia tempuh membuat dia berfikir kalau cinta itu tetap harus pakai logika. Jangan karena cinta harus membuat si pemilik rasa jadi bodoh secara tiba-tiba.
"Siapa yang memutuskan secara sepihak, Mas? Bukankah Mama Amel yang lebih dulu mengatakan jika aku tidak memenuhi permintaannya maka pernikahan kita batal?" Nissa melirik Mama Amel dengan tatapan tidak suka, setelah itu dia kembali menatap Arya.
"Yaa kan, hanya sebuah mobil Nis, masa kamu tidak setuju? Paling berapa sih, harga cash mobil hanya sekitar 500 jutaan. Uang segitu pasti kecil lah buat kamu."
Nissa terperangah, dia menatap tidak percaya karena mendengar perkataan pria itu.
"Hanya kamu bilang? Mas, 509 juta itu bukan uang yang kecil. Bukan hal mudah untuk menghasilkan uang segitu, harus ada kerja keras untuk mendapatkannya. Bahkan, kamu saja yang juga bekerja tidak sanggup untuk membelinya kan?"
Tangan Arya mengepal erat, baginya ucapan Nissa sudah mencabik-cabik harga dirinya sebagai lelaki.
"Tutup mulutmu Nissa! Aku bisa saja membelinya dengan uangku, tapi kalau seperti itu untuk apa aku punya calon istri pengusaha?
Bukankah itu hal yang sia-sia? Sedangkan uang kamu aja banyak! Toh nanti setelah menikah, apa yang kamu punya juga akan jadi milik aku juga kan? Jadi, gak ada salahnya kan, kalau aku atau mamaku sedikit meminta sesuatu darimu! Aku juga sudah memberikan barang-barang berharga waktu lamaran kemaren. Bukan gratis aku membawanya, Nis!"
Nissa menghela nafas berat, senyum getir terulas di bibir wanita cantik itu.
"Sekarang aku semakin yakin dengan keputusanku." ucap Nissa sambilelihat calon ibu mertua dan juga calon suami yang ada di hadapannya.
"Apa maksudmu?" tanya Mama Amel.
"Sebaiknya memang lebih baik kita batalkan Saja pernikahan ini. Atau begini saja...."
Nissa menjeda kalimatnya dan menatap dua orang di depannya. wajah penasaran keduanya terlihat jelas. "Aku akan memberikan mobil yang kalian mau, tapi dengan satu syarat...."
Bak sebuah angin segar, ibu dan anak itu kembali tersenyum sumringah.
"Tapi aku ingin mas Arya memberikan aku rumah sebagai mahar pernikahan kami. Karena setelah menikah, aku ingin kami tinggal di rumah hasil pemberian Mas Arya. Bagaimana?"
Nissa tersenyum puas. Apalagi saat melihat ekspresi wajah Arya dan Mama Amel berubah memerah.
"Kamu sudah gila? Bagaimana bisa kamu meminta sesuatu yang mahal? Itu sama saja kamu memberatkan Arya dalam pernikahan ini!
Bukankah seorang wanita tidak boleh memberatkan calon suaminya dalam meminta mahar?" ucap Mama Amel dengan wajah memerah menahan geram.
"Lalu apa bedanya dengan kalian? Bukankah itu sama saja kalian memberatkan aku dan keluargaku? Kalian yang memaksa aku untuk meminta hal itu!" Nissa berucap dengan santai, sebenarnya dia hanya mengetes dua manusia di depannya itu.
"Tapi keadaan kita berbeda Nissa. Kamu bisa dengan mudah membeli mobil. Sedangkan aku? Bukankah setelah menikah kita bisa saja tinggal di salah satu rumah orang tua kamu? Atau di apartemen milik kamu? Aku rasa kamu tidak akan butuh rumah pemberian dariku!" Arya masih memberikan pembelaan.
Nissa terkekeh pelan, dia tidak habis pikir dengan Arya dan Ibunya.
"Sepertinya tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan, kalian bisa mengambil barang-barang yang kemarin kalian berikan di rumahku kapanpun kalian mau. Tenang saja, semua masih utuh tersegel tapi karena aku belum menyentuhnya sama sekali.
"Tunggu Nissa, kamu bisa pikirkan lagi permintaan Mama. Apa kamu yakin akan membatalkan pernikahan ini?" Mama Amel menatap Nissa dengan angkuhnya.
"Saya rasa tidak ada yang perlu dipikirkan lagi Ma! Saya tidak bisa memenuhi keinginan Mama, dan bukankah mama yang mengatakan kalau tidak bisa maka semuanya batal." kembali Nissa mengingatkan Mama Amel akan ucapannya sendiri.
"Harusnya kamu bersyukur Nissa. Arya adalah anak Mama yang paling mapan dan sukses ditambah paling tampan pula. Seharusnya kamu juga bersyukur karena Arya mau menerima kamu apa adanya.Coba kamu piki, berapa usiamu sekarang. Disaat wanita seusia mu sudah memiliki dua anak, tapi kamu baru memutuskan untuk menikah. Bukankah beruntung sekali arya mau nikahin kamu!"
Mama Amel berucap dengan bangga dan menatap remeh pada Nissa. Mencoba menyudutkan dan memberikan pembenaran bahwa Nissa adalah pihak yang paling dirugikan dengan pembatalan pernikahan ini.
Rasanya seperti di tikam belati saat mendengar ucapan wanita paruh baya itu. Namun Nissa masih berusaha tenang. Dia masih tersenyum manis dengan tangan terkepal menahan geram. Jika saja dia tidak ingat dengan adab dan sopan santun yang diajarkan orang tuanya, mungkin sudah dari tadi air teh yang ada di hadapannya dia siramkan ke calon mertuanya itu.
"Mendengar pujian Mama membuat saya semakin yakin dengan keputusan saya. Oh ya, mungkin setelah ini saya akan mencari anak jalanan atau fakir miskin untuk bersedekah sebagai ucapan syukur karena Tuhan sudah menunjukan pada saya seperti apa sebenarnya keluarga calon suami saya, sehingga saya tidak terjerumus masuk dalam lingkaran keluarga toxic seperti kalian. Terimakasih sudah mengundang saya sore ini dan menunjukkan wajah asli kalian. Permisi!"
Nissa berdirinya dan menyampaikan. tasnya di pundak. Dia berjalan dengan anggun meninggalkan ruangan sederhana itu. Namun belum sempat dia melangkah keluar pintu, dia berhenti sejenak.
"Oh ya, satu lagi! Tolong segera ambil barang-barang itu supaya tidak membuat sempit rumah mewah saya. Sepertinya guci pajangan Mama saya lebih menarik diletakkan di sana daripada barang murahan kalian." ucap Nissa tanpa menoleh pada dua orang yang masih duduk di tempatnya. Nissa kemudian langkahnya.
"Dasar perawan tua tidak tahu diri!" umpat Mama Amel. "Masih untung putraku mau menikah dengan perawan tua sepertimu!" dia masih saja terus mengumpat. Tidak peduli Nissa bisa mendengar atau tidak.
Orang tua memang terkadang seperti itu. Suka meluapkan amarah dengan mengumpat dan cacian. Mungkin Mama amel sedang masuk pada fase lucu dan menggemaskan.
"Mama gimana sih? Kok nggak bisa ngendalikan diri, sih? Kalau Nissa sampai beneran batalin pernikahan itu gimana coba?" protes Arya. "Kita bisa kehilangan tangkapan besar, Ma." pria itu mengusap wajahnya kasar.
"Biarkan saja!"
"Mama ... aarrgghhh!" Arya terlihat sangat frustasi.
"Mau kemana kamu?" Mama Amel mencekal tangan Arya.
"Ngejar Nissa lah Ma, mau kemana lagi?" jawab Arya kesal.
"Duduk!'" titah Mama Amel sambil menatap Arya.
"Mama gimana sih? Tinggal sedikit lagi Nissa masuk dalam tangkapan kita. Kenapa mama lepasin begitu saja?" Arya melayangkan protes dan bertambah kesal ketika melihat Mamanya malah meneguk teh dengan santai.
"Apa yang kamu khawatirkan? Kamu tampan dan juga menarik. Kamu bisa dapatkan wanita yang lebih kaya dari Nissa. Ingat! Kamu bisa dapat tangkapan yang lebih besar!' Amel tersenyum miring menatap putranya.
"Tapi itu butuh proses Ma! Ini tinggal sedikit lagi!" Arya menatap kesal sang Mama. "Kenapa mama nggak sabaran sih? Coba kalau Mama mau sabar sebentar lagi. Pasti kita berhasil!" Arya kembali melayangkan protes.
Bagaimana tidak kesal, dia gagal jadi orang kaya. Dia pikir setelah menikah dengan Nissa maka jabatannya akan naik. Tidak mungkin bukan Nissa membiarkan Arya terus-menerus jadi bawahannya di kantor. Ya, stidaknya dia akan menggantikan posisi Nissa di sana. Itulah yang ada dalam khayalan Arya, namun semua gagal karena ulah sang Mama.
"Kenapa kamu jadi nyalahin Mama? Seharusnya kamu cari wanita kaya yang bodoh. Nissa itu terlalu pintar untuk kita bodohi Arya."
Amel menatap nyalang pada putranya. Tentu saja dia tidak terima jika disalahkan oleh putranya. Dia melakukan itu semata juga untuk putranya juga agar bisa hidup mewah dan enak
"Sana! Kejar saja kalau kamu mau kehilangan harga diri kamu sebagai laki-laki!" Amel beranjak meninggalkan putranya yang masih kesal.
"Aargghh..." Arya berteriak frustasi.
...#####...
Nissa melajukan mobilnya membelah kemacetan. Padatnya arus lalulintas kota cukup panjang dan menguras kesabaran apalagi sekarang malam Minggu.
Wanita itu tersenyum getir saat kembali teringat pada mantan calon suaminya. Nissa bukan marah karena gagal menikah dengan pria itu. Toh, dirinya tidak se-bucin itu pada Arya. Dia kesal dan kecewa dengan ucapan Mama Amel yang menyakiti hatinya. Namun Nissa bersyukur karena semua belum terlambat dan dia bisa terlepas dari keluarga toxic itu.
Setalah berpacu dengan macet dan padatnya jalanan akhirnya dia tiba di kediaman mewah keluarganya. Gerbang besi yang menjulang tinggi terbuka saat mobilny tiba. Seorang satpam yang berjaga mengangguk hormat ketika mobilnya melewati gerbang itu.
Helaan nafas terdengar berat dari wanita itu sesaat setelah dia turun dan menutup pintu mobil. Nissa masih harus menjelaskan pada Mamanya tentang rencana pernikahannya yang batal. Beruntung Mama nya sore ini tidak ada di rumah karena menemani Papanya menemui klien dari Singapura dan kemungkinan nanti malam baru pulang.
Nissa menghela nafas lega, paling tidak dia punya sedikit waktu untuk menenangkan pikiran dan menyusun kata yang tepat untuk memberitahu kedua orang tuanya tentang batalnya rencana pernikahannya. Mungkin besok waktu yang tepat untuk menjelaskan, karena di hari Minggu kedua orang tuanya biasa berkumpul menghabiskan waktu bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
ini nih....
ketularan Danar sklrga... 😁🤣🤣
Bisa ya seorang ibu berkelakuan sprti itu??
ibu. mana ini?
kyknya tetangga Author yaaaa🤭🤣
2023-10-04
0