Tiga minggu berlalu setelah Zana memberikan keputusannya untuk bersedia menikah dengan kepala desa.
Zana menatap nanar pada sebuah map berisi selembar ijazah di sertai nilai UTBK paling besar di tingkat SMA se_provinsi. Bagaimana tidak sedih, ijazah yang di raihnya dengan susah payah. Mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga namun pada akhirnya tidak akan terpakai serta akan tersimpan begitu saja jika nanti ia menikahi Rocky.
"Zana!" Bu Ida, selaku wali kelas Zana memanggilnya. Zana segera menyeka air mata yang mengalir di kedua pipinya. Lalu berbalik badan dan memberikan senyuman pada wanita yang sudah menjadi wali kelas selama satu tahun terakhir.
Bu Ida mendekati Zana sembari membalas senyumannya. Setelah berada di depan Zana ia memegang lengan nya." Selamat ya Zan, ibu sebagai wali kelas mu ikut bangga sama prestasimu. Kamu tau Zan, berkat kamu sekolah ini di pandang hebat karena mampu menciptakan siswa siswi yang sangat berprestasi seperti mu dan kamu juga mendapat beasiswa untuk kuliah di sebuah universitas terbaik dan ternama di ibu kota.
Zana tersenyum getir mendengar pujian serta informasi yang di sampaikan oleh Bu Ida padanya. Beasiswa masuk ke universitas ternama itu merupakan keinginan terbesar Zana sejak semasih SMP. Namun apa daya, Zana yang notabene nya orang miskin dan lemah harus mengubur mimpinya demi ego seorang ayah yang lebih memikirkan kelangsungan hidup nya daripada memikirkan masa depannya.
"Terima kasih, Bu!"
Setelah selesai berbicara dengan Bu Ida, Zana melangkah menjauhi tempat acara karena Zana merasa pusing melihat kerumunan orang-orang di tempat tersebut.
Brughh
"Aww." Zana tersungkur ketika satu kaki kerempeng menghalangi langkahnya.
"Ha ha ha." Suara tawa puas menggema di lorong kosong yang Zana lewati.
Dalam keadaan telungkup Zana mendongak miring, tampak seorang siswa berpostur tubuh jangkis( jangkung, kurus, tipis) yang pernah di tolak cintanya dua minggu lalu bersama temannya tengah menertawakan nya dengan puas. Seolah olah terjatuh nya Zana seperti sebuah pertunjukan lawak lucu yang patut di tertawakan.
Kemarahan terpancar di wajah Zana lalu ia bangkit. Setelah berdiri tegak ia menatap kesal pada kedua siswa itu dan berkata meledek." Dasar bencong beraninya lawan perempuan. Main keroyokan pula. Kalau berani ayok lawan satu persatu."
Hening
Pria berbadan kurus itu balik menatap kesal Zana lalu menanggapi ledekan nya.
"Dasar gadis miskin, kumel, dekil, belagu nya selangit dan sok pintar."
Senyum miring terukir di bibir Zana lalu berdecak kesal." Biar dikata aku miskin, kumel dan dekil, tapi otak ku.......tidak bebal. Sementara kamu..mengaca dong!"
Pria kurus itu mengepalkan tangan di kedua sisi bersiap menampar zana. Namun sebelum hal itu terjadi, dengan perasaan kesal Zana beranjak pergi begitu saja.
"Dasar pe rek miskin, belagu dan sok jual mahal," ucap lantang siswa kurus itu.
Langkah Zana terhenti lalu berbalik badan dan berkata," sekalipun saya miskin dan gembel tapi saya masih punya level untuk menerima cowok mana yang pantas menjadi pacar saya. Untung saya tidak menerima kamu yang memiliki perangai buruk sekali."
" Kamu...." tunjuk pria kurus itu dendang tatapan berapi api.
"Sudah. Dari pada kamu ganggu hidup saya dan hina saya terus, lebih baik kamu fokus belajar agar tahun depan kamu bisa lulus. Supaya orang tua mu tidak sia sia menyekolahkan mu." Setelah menyindir pedas, Zana beranjak pergi.
"Heh, Zanara kumel binti kismin. Ku sumpahi kamu menjadi perawan tua yang abadi sepanjang masa," ucap Rizal lantang.
Di tengah langkahnya, Zana geleng-geleng kepala mendengar sumpah serapah dari pria sok kaya dan sok cakep namun bodoh dan tidak lulus sekolah tahun ini.
Zana melangkah pelan menyusuri koridor gedung sekolah berlantai tiga. Ini merupakan hari terakhir nya di sekolah maka sebagai hari terakhirnya ia ingin berlama lama di sana menikmati suasana yang sebentar lagi akan ia tinggalkan untuk selamanya.
Setelah lepas dari sekolah nanti status nya akan berubah menjadi seorang istri bukan lagi sebagai seorang siswi berseragam abu abu.
Dari jarak jauh Zana melihat ketiga temannya kemudian ia mendekati sebuah tiang agar keberadaanya tidak di ketahui oleh mereka. Pandangan Zana menatap pada wajah-wajah ceria yang terpancar dari wajah teman temannya itu. Dalam benak nya berkata, betapa beruntungnya hidup mereka di bandingkan hidupnya. Dia yang terlahir dari keluarga miskin harus mengikuti keinginan orang tua karena keadaan. Sementara mereka orang tua mereka lah yang mengikuti keinginan mereka karena keadaan hidup mereka baik baik saja termasuk keadaan ekonominya.
"Zana, kemari," panggil seorang siswi yang sedang mengambil foto bersama dua teman lainnya di sebuah taman sekolah. Zana tidak seperti teman temannya, ia tidak bisa mengabadikan momen bersejarah itu karena ia tidak memiliki sebuah ponsel.
Zana terperangah, ia tidak menyangka keberadaanya yang sedang bersembunyi di balik tiang dapat terlihat oleh salah satu temannya. Sehingga kedua teman lainnya pun mengikuti arah pandang teman yang memanggilnya sehingga mereka bertiga mengetahui keberadaannya.
"Zana, sini !"panggil ulang temannya itu. Zana masih diam di tempat. Ia ragu antara mendekati mereka atau menghindar. Jujur saja, Zana tidak ingin bertemu dengan mereka karena ia merasa insecure. Zana pun tidak ingin teman temanya akan mempertanyakan rencana setelah hari ini.
"Sini Zan, kita foto bersama," teriak temannya yang lain.
"Iya Zan, sini cepat." Teman yang lainnya pun ikut mendesak nya.
Desakan ke tiga teman baiknya itu membuat Zana tidak dapat menghindar. Tapi ia kebingungan apa yang harus di lakukan nya.
Ketiga temannya itu saling pandang melihat sikap Zana yang tidak biasa. Kemudian mereka memutuskan untuk mendekatinya saja.
Kedatangan teman teman nya itu membuat Zana menjadi gugup namun ia berusaha bersikap biasa seolah olah tidak terjadi apa apa.
"Kamu kenapa sih jauh-jauh terus dari kami? dari tadi kami mencari mu, Zan!"ucap kesal Nia, teman yang sudah satu tahun ini duduk sebangku dengannya.
"He'eh. Kita kan mau foto foto untuk kenang kenangan." Lusi membenarkan ucapan Nia serta menambahkan kalimatnya.
"Eh, tapi aku dengar kamu dapat beasiswa kuliah di kampus swasta ternama di ibu kota ya Zan?"Tanya Dewi dengan raut wajah penasaran. Tadi ia tidak sengaja mendengar obrolan para guru yang sedang membicarakan Zana.
"Apa!" ucap serempak Nia dan Lusi. Mereka terkejut atas informasi yang baru saja mereka dengar dari Dewi.
"Kamu serius Dewi?" Nia bertanya untuk memastikan apakah benar Zana teman mereka yang paling miskin namun paling pintar itu mendapat beasiswa untuk kuliah di universitas impian hampir semua siswa di berbagai sekolah menengah. Universitas yang sulit sekali di tembus oleh siswa yang hanya memiliki kecerdasan di bawah rata rata serta ekonomi dari menengah ke bawah. Karena universitas itu hanya bisa di tembus oleh kalangan orang berduit dan orang miskin namun memiliki kecerdasan di atas rata rata melalui jalur beasiswa.
"Iya, aku serius. Aku tidak sengaja mendengar obrolan Bu ida dan beberapa guru tadi."
"Wah, keren sekali kamu Zana, aku bangga sekali memiliki teman seperti mu, baik dan pintar serta calon orang sukses." Puji Nia sembari menatap kagum pada Zana.
"Nanti kalau kamu sudah kuliah di sana dan sudah menjadi orang sukses jangan lupakan kami ya Zan?"Ucap Lusi sembari memegang pundak kanan Zana.
"Iya Zan, jangan melupakan kita ya!" Dewi ikut memegang pundak sebelah kiri Zana.
"Andai saja kita bisa kuliah satu kampus apalagi satu jurusan senang sekali rasanya. Kita bisa bermain bersama sama lagi." Nia berandai andai dan ucapannya cukup membuat Zana menelan saliva nya yang terasa amat getir.
"Lantas bagaimana dengan mu Nia, kamu akan kuliah dimana?" Tanya Lusi pada Nia.
"Aku mau kuliah di universitas swasta yang ada di kota B. Kamu sendiri akan kuliah di mana?" Nia balik bertanya pada Lusi.
"Kalau aku akan berkuliah di kota C, kebetulan paman ku salah satu dosen di sana."
Nia dan Lusi menoleh pada Dewi." Kalau kamu sendiri Dewi?" Tanya mereka serempak.
"Aku...seperti nya mau mencari kerja saja. Orang tua ku kan tidak sekaya orang tua kalian,"jawab Dewi.
"Kenapa kamu tidak seperti Zana saja mencari beasiswa Dewi,"saran Lusi.
"Berat, otak ku tidak se encer otak Zana, Lusi. Apa lagi beasiswa yang di dapat oleh Zana itu merupakan atas rekomendasi oleh pemerintah langsung bukan dia sendiri yang mencari."
Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Zana. Ia hanya menyimak obrolan ketiga temannya dan sesekali menunjukan senyum kepalsuan pada tiga teman yang mengaguminya dan menganggap nya lebih beruntung dari pada mereka. Dalam benak nya berkata andai saja mereka tahu bagaimana dirinya nanti setelah lulus mungkin mereka akan merasa iba padanya atau menertawakan nya dan mungkin mereka lebih mensyukuri hidup mereka meskipun tidak pintar seperti dirinya.
"Guys...sekarang ayok kita mengambil foto bersama." Ajak Nia dan di antusias oleh kedua temannya namun tidak oleh Zana yang hanya bersikap datar saja.
Setelah mengambil beberapa foto bersama dengan ketiga temannya, Zana meminta ijin untuk pulang lebih dulu pada ketiga temannya.
"Pokoknya kalau kamu sudah sukses nanti jangan lupakan kita ya Zana!" ucap Nia sembari memegang lengannya. Begitu pula dengan kedua teman lainnya berpesan padanya untuk tidak melupakan mereka.
Zana tersenyum dengan senyuman yang di paksakan karena sebenarnya ia tidak ingin tersenyum melainkan ingin menangis di hadapan ke tiga temannya itu.
Setelah berpamitan, Zana melangkah gontai meninggalkan gedung dimana tempat ia menimba ilmu selama tiga tahun terakhir dan meninggalkan teman temannya yang sudah akrab sejak pertama kali mereka masuk ke sekolah tersebut. Di tengah melangkah, berulang kali ia menyeka air mata yang terus menerus mengalir tiada henti seperti sebuah sumber mata air yang tak pernah surut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
ciru
cakeep
2023-06-30
2
mama oca
sabar ya zana.....
2023-06-23
1