'Astaga, dompet gue!'
Siera tampak bingung mencari dompet miliknya di dalam tas dan juga koper yang ia bawa. Namun semua usahanya nihil, karena nampaknya benda mungil itu tak sengaja terjatuh di dalam rumahnya saat ia terburu-buru mengeluarkan seluruh kartu kredit yang merupakan fasilitas dari keluarganya.
"Pak, kita ke Kemanggisan aja ya!" serunya yang sudah mengubur tujuannya untuk pergi ke sebuah hotel.
Hingga akhirnya ia pun sampai di tempat tujuan, dengan sisa uang terakhir yang ia miliki pada saku celananya, Siera membayar ongkos bajaj tersebut lalu berjalan menuju sebuah rumah kost mewah.
"Pak, ada Velly?" tanya Siera pada seorang satpam yang berjaga.
"Oh sebentar, saya panggilkan dulu. Dari siapa ya?"
"Saya Siera, rekan kerjanya," jawab Siera yang sangat berharap jika Velly sedang berada di tempat.
Bagaimana tidak, saat ini Velly adalah satu-satunya temannya yang bisa ia mintai bantuan untuk menampung dirinya beberapa waktu. Setidaknya hingga waktu gajian, dimana ia memiliki uang untuk menyewa tempat tinggal.
Setelah menunggu kurang lebih selama 10 menit, akhirnya satpam tersebut kembali dengan Velly yang berjalan di belakangnya. Mata Siera berbinar-binar merasa jika dirinya sudah terlepas dari belenggu masalah yang terjadi.
"Vel!"
"Ada apaan sih? Gue mau pergi, nih!" Alih-alih menanyakan akan kedatangan Siera yang tiba-tiba, wanita itu tampak memasang wajah masam sambil melipat kedua tangannya di depan dada, seakan dirinya tidak menyukai akan kedatangan Sierra saat itu.
"Vel, tolongin gue Vel," ucap Siera yang merasa tidak enak hati.
Tatapan mata Velly menatap sinis penampilan Siera dan juga koper yang di bawanya. Sontak saja ia memutar bola matanya seraya berdecak kesal.
"Apa? Cepetan deh, gue harus pergi sekarang! Lo tau, kan kalau gue izin masuk siang karena siapa?" jawabnya kesal.
Siera menghela napasnya, ia sadar diri jika sudah terlalu banyak menyusahkan Velly, tapi ide untuk datang ke klub malam juga bukan usulan darinya, tapi Velly sendirilah yang mendesaknya untuk datang ke tempat aneh tersebut.
"Vel, aku boleh numpang tinggal di tempatmu gak? Setidaknya sampai akhir bulan saja. Aku benar-benar tidak tahu lagi harus minta tolong kepada siapa, aku pergi dari rumah dan dompetku hilang," ungkap Siera, memohon agar Velly berkenan untuk membantu dirinya.
Namun tak seperti reaksi biasanya, Velly terlihat terkekeh kecil sambil menatap Siera dengan pandangan mengejek.
"Anak mami seperti kau mau keluar rumah? Apa kau bisa hidup? Hey, lebih baik kau kembali lagi saja, sambil kau urus kembaranmu yang sebentar lagi mati itu."
Deg!
Siera membulatkan matanya kala mendengar perkataan Velly yang begitu bertolak belakang dengan sikapnya selama ini. Siera sama sekali tidak mengerti, apa yang membuat Velly berubah hanya dalam waktu satu malam saja?
Plak!
Rasa panas dan perih terasa menjalar dari sebelah pipi Velly hingga berdenging di telinganya. Sontak saja ia memegangi sebelah pipinya tersebut, sambil mencerna apa yang baru saja terjadi padanya.
Sementara napas Siera kian memburu, bahkan tatapan matanya pun kini sudah berubah karena telah tersulit api amarah.
"Jaga mulutmu itu, Vel! Aku memang marah dan kecewa pada keluargaku tetapi Aku tidak suka jika ada orang lain berkata buruk pada salah satu anggota keluargaku! Memangnya Aku salah apa padamu? Yang ada, Aku yang harusnya marah padamu, karena Kau yang sudah membuatku semalam nyaris dilecehkan!"
"Heh, kenapa Kau jadi menyalahkan Aku. Sudahlah urus aja dirimu sendiri! Kalau bukan Aku, siapa yang mau berteman dengan orang cupu seperti Kau!" Velly berteriak lalu berjalan masuk meninggalkan Siera. Wanita itu sama sekali tidak peduli atas luka yang ia perbuat dari perkataannya.
Sementara Siera tampak terpukul dengan sikap Velly yang sebenarnya. Entah kesialan apa lagi yang akan menimpa dirinya hari itu, kini ia hanya bingung harus pergi ke mana untuk mendapatkan tempat tinggal sementara.
Gadis itu berjalan tanpa tujuan, rasa dahaga terasa mencekik dirinya, tetapi apa daya semua uangnya sudah habis bahkan dirinya pun tidak dapat membeli segelas air mineral.
"Siera!" Suara seorang pria kembali terdengar dari dalam mobil yang melintas di sampingnya. Siera yang sudah sangat lelah mencoba mengabaikannya tetapi pria itu terus saja memanggil-manggil namanya tanpa rasa letih.
"Siera! Siera!"
Siera menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah belakang, terlihat Nikolai yang kembali muncul sambil berjalan mengejar dirinya.
"Kau lagi, apa mau mu? Kamu membuntuti Aku, ya?" tuduh Siera sambil menatap tajam Nikolai.
"Tidak, Kamu salah paham. Tadi Aku dari apartemenku, dan gak sengaja melihat Kamu lagi. Kamu kenapa? Wajah kamu kelihatan letih loh!" tanya Nikolai dengan raut wajah khawatir.
Sepasang mata gadis itu masih menatap curiga kepada Nikolai, tapi rasa letih yang tengah melanda dirinya membuat dia tidak memiliki tenaga lagi untuk berdebat dengan Nikolai.
"Sudahlah jangan ganggu Aku!"
"Tunggu! Bagaimana kalau kita makan siang dulu, tolong kali ini saja," ucap Nikolai memohonkan.
Kali ini rasa waspadanya benar-benar kalah dengan rasa lapar dan dahaga yang melanda dirinya. Siera benar-benar tidak tahan membayangkan makanan serta minuman dingin yang seketika membuatnya menelan saliva.
"Bagaimana?" tanya Nikolai kembali.
"Oke!" jawab Siera yang seketika membuat pria itu tersenyum sumringah.
"Baiklah, tunggu sebentar Aku akan ambil mobilku dulu!" seru Nikolai sambil berlari menuju mobilnya yang ia parkiran jauh di belakang.
Setelah sampai tepat di samping gadis itu, dengan senang hati Nikolai mulai membantu untuk memasukkan koper milik Siera ke dalam bagasi mobil, sebelum akhirnya pria itu membukakan pintu mobil untuk gadis yang sudah membuatnya rela membuang harga diri.
"Silahkan masuk!" serunya dengan ramah.
Kini mobil mewah itu mulai berjalan menuju salah satu restoran yang tak berada jauh dari sana. Nikolai benar-benar merasa sangat beruntung pada hari itu, karena keputusannya untuk meninggalkan pekerjaan benar-benar membuahkan hasil. Mungkin Dewi Fortuna tengah berpihak pada dirinya, semua rencana yang ia susun sama sekali tidak terpakai, karena kemalangan yang terjadi pada gadis itu membuatnya dengan mudah mendekati Siera.
"Kau sebenarnya mau kemana bawa-bawa koper begitu?" tanyanya mencoba memulai pembicaraan.
Namun Siera terus menatap kaca mobil yang berada di sisi kirinya dengan wajah masam lalu menjawab, "Bukan urusanmu!"
"Kamu ini galak sekali. Aku gak ada maksud apa-apa kok, ya barangkali saja Aku bisa membantu kamu," ucap Nikolai.
Tak ada jawaban dari Siera kembali, gadis itu memilih untuk mengabaikan pertanyaan dari Nikolai.
Pandangan matanya terlihat kosong, pikirannya melayang kemana-mana memikirkan bagaimana nasibnya setelah ini? Haruskah dirinya kembali ke rumah ataukah ia harus menjual harta satu-satunya yang tersisa, yaitu ponsel miliknya.
'Tapi kalau dijual, bagaimana dengan pekerjaan gue, semua ada di sini dan gak mungkin juga gue ganti ponsel lain dengan kapasitas dibawah ini.'
"Sudah sampai, yuk turun!" seru Nikolai seraya membuka sabuk pengaman yang ia kenakan.
Namun, Siera tak bergeming sama sekali. Gadis itu terus termenung seakan jiwa dan raganya terpisah.
"Nona, Nona Siera!" seru Nikolai berusaha menyadarkan gadis itu.
Siera pun tersentak lalu melontarkan perkataan dengan spontan apa yang tengah mengganggu pikirannya, "Gue harus tinggal di mana?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments