Ibu Pengganti

Setelah mobil mewah Deffar benar benar hancur, emosi Deffar juga berangsur angsur stabil kembali, setidaknya dia punya hal untuk melampiaskan emosi nya, selain kepada dirinya sendiri.

Deffar kembali melangkah ke kediamannya, dengan darah yang masih menetes dari pungung tangannya akibat luka yang tergores oleh serpihan kaca mobil, dan menghantam benda keras.

Saat Deffar sampai di depan rumahnya, Dia melihat Hasnita berdiri di teras rumah seolah sedang menunggunya

"Kak, kamu kenapa seperti ini?" tanya Hasnita pura puta tidak tau apa yang sudah di lakukan Deffar, jujur dia sedikit takut pada Deffar yang emosinya meledak ledak.

"Ini Bukan urusanmu kan, pergilah dari sini!!" ucap Deffar dingin.

"Kak aku tau, memang berat untukmu kehilangan sosok seperti nenek Sinai, tapi tidak seperti ini juga caranya, jangan melakukan sesutu yang malah merugikan diri kakak sendiri, aku yakin di alam sana nenek tidak akan senang melihatmu seperti ini kak" ucap Hasnita.

"Kau tidak tau apa apa, dan tidak akan mengerti apa apa, jadi pergilah!!, aku tidak butuh nasehat dari mu" ucap Deffar seraya beranjak dan menyenggol Hasnita yang berdiri menghalangi jalannya

Deffar segera masuk ke rumahnya dan membanting pintu saat menutupnya.

Sementara Hasnita hanya bisa menatapi pintu itu dengan rasa pilu yang sama seperti yang di rasakan Deffar.

Hasnita sangat mengerti seperti apa perasaan Deffar sekarang , karena dia juga merasa terpukul atas kepergian ibunda Deffar.

Kepergian nenek Sinai juga sama artinya dia kehilangan sosok tempat nya mengadu, selama ini hanya pada beliau Hasnita bisa membagi masalah yang sangat rumit sekalipun, dan dari beliau juga dia bisa merasakan kasih sayang yang tidak pernah di berikan oleh keluarganya sendiri.

Hasnita akhirnya berbalik dan memutuskan untuk pulang ke rumah ibu tirinya, meski dia tau konsekuensi yang harus dia hadapi, yaitu harus lebih sabar menerima cacian, makian, atau siksaan dari saudari dan ibu tirinya lagi.

.

Berhari hari, Rutinitas yang dilakukan Deffar di desanya hanya merenung di kamar, dan sesekali menengok sang ibu di peristirahatan terakhinya, tanpa mengurus dirinya, ataupun memperhatikan kesehatannya.

Dia tidak perduli lagi dengan dunia luar, dia juga tidak perduli dengan bisnisnya, dia hanya bisa meratapi penyesalan seumur hidupnya sekarang.

...°°°°...

Sementara di tempat Hasnita, dia terlihat sedang menyiapkan makan siang di meja makan, setelah sebelumnya dia juga yang memasak dan mengerjakan beberapa pekerjaan di rumah ibu tirinya.

Tidak lama ibu dan adik tirinya datang untuk makan, dan langsung duduk di kursi meja makan.

Sementara ayah Hasnita sudah lama menghilang dan tidak ada kabarnya beberaoa tahun belakangan.

"Heh, kenapa kamu masih di sini?, sana pergi, aku tidak bisa makan kalau melihatmu di sini " ucap Nadia, adik tiri Hasnita yang terpaut satu tahun lebih muda darinya

"Tapi aku juga lapar Nad" ucap Hasnita

"Oh, kamu lapar ya, mendingan kamu minum saja dulu, nih" ucap Ibu tirinya sambil menyiramkan segelas air minum pada wajah Hasnita

Sontak Hasnita kaget dan langsung menyeka wajahnya dengan tangan

"Kalau kamu lapar, ya cari makan sendiri sana!!, atau kamu minta saja pada bapakmu" ucap ibu tirinya

"Tapi aku tidak tau bapak dimana bu" ucap Hasnita

"Ya makanya cari!!, bikin pusing saja, punya bapak kok hobinya ngilang ngilang terus, tidak ada tanggung jawabnya sekali pada keluarga,, sudah sana pergi, cari bapakmu" ucap sang Ibu tiri

Hasnita segera melangkah pergi dari hadapan ibu tirinya, sambil terisak dan menahan laparnya, karena memang sedari pagi dia belum makan apapun.

Hasnita duduk di kursi dapur untuk menangis, dan teringat kembali kepada sosok nenek Sinai tempat pelarianya yang kini sudah tiada.

"Nenek, aku tidak sanggup jika terus hidup seperti ini, haruskah aku mati saja supaya bisa bertemu lagi denganmu?" ucap Hasnita dengan menangis tersedu

Hasnita diam diam pergi dari rumah untuk pergi ke pemakaman nenek sinai, hanya untuk sekedar mengadukan nasibnya lagi.

Sesampainya di pemakaman, Hasnita langsung berjalan ke arah kuburan yang baru beberapa hari lalu di buat.

Dari kejauhan Hasnita sudah melihat ada seseorang di makam bu Sinai , dia sempat ragu ragu untuk melanjutkan langkahnya, karena dia menebak kalau itu pastilah Deffar yang sedang mengunjunginya, Hasnita sedikit takut kena marah Deffar lagi.

Tapi Setelah Hasnita memperhatikan secara seksama, posisi Deffar terlihat tidak biasa, karena dia tidak duduk di pinggiran, melainkan wajahnya yang tersungkur di atas makam sang ibu

Karena penasaran, Hasnita Memutuskan untuk menghampiri Deffar.

"Kak Def, boleh aku bergabung denganmu?" tanya Hasnita.

Tapi Deffar tidak meresponnya sama sekali, dan malah terlihat menggigil seperti kedinginan.

Hasnita memberanikan dirinya untuk menyentuh bahu Deffar, tapi Deffar masih tidak meresponnya juga , Hasnita mulai menyadari kalau suhu badan Deffar terasa sangat panas

Hasnita mencoba membalik tubuhnya untuk memeriksa keadaan Deffar. Dan benar saja, Saat Deffar berbalik wajahnya pun tampak sangat pucat pasi.

"Ya tuhan Kak Def, apa kamu sakit?, kenapa kamu malah berbaring di sini?, ayo Kak, bangun Kak, kita pulang ke rumah saja" ucap Hasnita dengan sedikit panik

Hasnita merasa tidak mungkin membiarkan Deffar hanya tergeletak lemas di sana, hati kecilnya merasa tidak tega melihat keadaan Deffar yang sampai seperti itu.

Jadi Hasnita berusaha untuk membawa Deffar untuk pergi dari sana.

.

Dengan Susah payah Hasnita memapah Deffar berjalan dari pemakaman hingga ke rumahnya, jarak yang lumayan jauh membuatnya hampir kewalahan.

Hasnita langsung menjatuhkan Deffar dan juga dirinya ke tempat tidur begitu mereka sampai di kamar Deffar

"Aa aduh" Lirih Hasnita yang terjungkal kesisi lain tempat tidur

"Hhh, hh, haaaah, akhirnya sampai juga, capek sekali" ucap Hasnita sampai terengah engah dan mencoba mengatur napasnya lagi, dengan merebahkan dirinya di samping Deffar.

"Ibuuuu" Deffar mengigau dengan suara parau, dan mengulurkan tanganya ke arah Hasnita. Kondisinya saat ini antara sadar dan tidak sadar.

Hasnita langsung terduduk di samping Deffar dan berinisiatip untuk meraih tangan Deffar yang terasa sangat panas itu.

"Ibu di sini nak, ibu akan ambil air untuk mengompresmu dulu ya," ucap Hasnita berperan seolah dia memang ibu untuk Deffar.

Itu karena dia merasa kasihan melihat kondisi Deffar yang sampai seburuk itu.

"Jangan pergi bu, jangan" ucap Deffar dengan menggenggam lebih erat tangan Hasnita, dia merasa sangat ketakutan di alam bawah sadarnya, dan dalam halusinasinya Hasnita memang ibunya

Hasnita sampai berusaha menyembunyikan senyumnya, dia sekarang seperti sedang berhadapan dengan anak kecil yang tidak ingin jauh dari ibunya.

"Sebentar saja nak, ibu tidak akan lama ko, tunggu sebentar ya" ucap Hasnita yang tetap melepaskan genggaman tangan Deffar darinya

Hasnita segera beranjak ke dapur untuk mengambil handuk kecil dan air di wadah.

Setelah dia kembali, Hasnita segera membasahi handuk kecil dengan air, dan langsung menaruhnya di kening Deffar

Raut wajah Deffar yang sebelumnya nampak gelisah pun mulai berangsur angsur tenang karenanya

"Semoga saja demamnya bisa cepat turun kak" ucap Hasnita.

Setelah dirasa Deffar sudah cukup tenang, Hasnita berinisiatip untuk membuatkan bubur untuk mengusi perut Deffar

Karena Hasnita yakin kalau deffar pasti dia tidak makan selama beberapa hari ini.

"Ini dia buburnya, sudah jadi" ucap Hasnita langsung duduk di tepian tempat tidur di samping Deffar

"Tunggu sebentar ya, ibu tiup dulu supaya buburnya agak hangat dulu" ucap Hasnita meniup niup permukaan bubur di mangkuk

Sesekali dia mencicipinya untuk memastikan kalau buburnya sudah cukup hangat untuk Deffar. tapi itu malah membuatnya keterusan memcicipinya, hingga akhirnya tidak ada lagi yang tersisa di dalam mangkuknya

"Astaga, kok malah aku yang habiskan sih, maaf maaf kak Def, aku juga lapar sebenernya" ucap Hasnita nyengir

"Sebentar aku ambilkan lagi ya, kali ini aku tidak akan bohongimu" ucap Hasnita berbicara sendiri, karena Deffar tentunya tidak meresponya sama sekali.

Untuk kedua kalinya Hasnita membawakan deffar semangkuk bubur, dan kali ini dia benar benar menyuapi Deffar sedikit demi sedikit.

Meskipun deffar tidak sadar, tapi itu tidak meyulitkan Hasnita untuk memaksa deffar memakan buburnya, setidaknya dia bisa memastikan kalau ada yang tertelan oleh Deffar dan mengisi perutnya, walau pun itu sedikit.

Seharian Hasnita terus berada di rumah itu untuk memastikan kalau kondisi deffar baik baik saja, dan dia juga memang tidak berniat pergi kemana mana untuk saat ini.

Hasnita merasa kalau keadaan Defar sekarang tidak jauh berbeda dengan dirinya, sendirian, tidak punya teman, dan tidak ada yang memperdulikan.

"Hhh sudah sore kak, sepertinya aku harus pulang dulu, tapi besok aku pasti kesini lagi untuk melihat keadaanmu" ucap Hasnita yang berniat untuk segera pergi dari tempat duduknya

Namun saat Hasnita beranjak,, tangan Deffar lagi lagi meraih tangan Hasnita dengan erat "Jangan pergi bu" igau Deffar

"Kak, aku ini sebenarnya bukan nenek, aku ..

"Aku ingin ikut bersamamu bu" ucap Deffar lagi

Hasnita menghela nafasnya karena Merasa iba meninggalkan Deffar dengan kondisinya itu, dia memang orang yang tidak tegaan.

"Baiklah, ibu pulangnya nanti saja" ucap Hasnita kembali duduk di samping Deffar, dan mengganti air kompresan di kening Deffar. Dia cukup mendalami perannya untuk menjadi ibu bagi Deffar, setidaknya sampai Deffar pulih dan sadar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!