Reyhan adalah dokter spesialis jantung yang keluar dari ruang tindakan. Raut wajahnya terlihat gelisah membuat bu Sintia dan Rahel semakin berkecamuk.
"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" Sintia segera ingin mengetahui jawaban dokter.
Sementara Rahel berdiri di sampingnya.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Pak Gunawan, namun kehendak dari Tuhan berbeda," ungkap Reyhan.
Sintia mulai berfirasat buruk. Sedangkan Rahel hanya bisa menahan air mata sembari memegang tangan ibunya.
Dokter Reyhan kembali masuk kedalam ruangan tempat Pak Gunawan dirawat dan memeriksa tubuh lelaki berusia 40 tahun itu. Mata dan bibirnya sudah tertutup rapat. Detak jantungnya pun sudah tidak ada.
Ayah Rahel benar-benar telah meninggal dunia. Sintia dan Rahel menyusul masuk ke dalam ruangan. Rahel menangis sambil memeluk tubuh ayahnya.
Rahel belum siap dengan kepergian ayahnya. Sememtara Sintia di samping anaknya sembari memegang kaki suaminya yang dingin dan menahan air mata.
“Innalillahi wa innailaihi roji'un. Ayah sudah tidak ada, Tidak mungkin! Ayah tidak mungkin pergi secepat ini!" ujar Rahel sampai bulir bening menetes di pipinya.
"Kamu harus kuat, Nak. Kamu jangan menangis lagi agar ayah tenang di alam sana," ucap Sintia yang sebenarnya hatinya juga seperti ditekan oleh batu yang berat.
Kedua ibu dan anak itu saling beradu dalam kesedihan. Takdir yang diberikan Tuhan harus mereka terima dengan lapang dada. Tidak lama perawat datang dan berkata,
"Ini dengan keluarga Pak Gunawan? Semua administrasi biaya rumah sakit sudah lunas, pihak keluarga bisa mempersiapkan untuk pulang. Sementara kepulangan jenazah akan diantar pihak rumah sakit," ucap perawat itu sembari menyodorkan nota pembayaran yang telah lunas.
Ibu dan anak itu saling berpandangan karena belum merasa membayar biaya rumah sakit. Lantas, Sintia bertanya kepada suster tersebut.
"Sus, kami merasa belum menbayar biaya pengobatan suami saya. Kalau boleh tahu siapa orang yang melunasi biaya rumah sakit ini?" tanya Sintia dengan heran.
"Dokter Reyhan yang melunasi semua biaya rumah sakit, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu." Suster itu mulai pergi dan bergegas melanjutkan tugasnya.
Lalu Rahel besarta ibunya akan ke mushola yang disediakan oleh rumah sakit untuk melaksanakan sembahyang isya sembari menunggu intruksi dari petugas medis untuk proses mengantar ayahnya menuju rumah.
Tidak lama mereka selesai melakukan sembahyang, Rahel pamit kepada ibunya untuk ke toilet. Setelah selesai dari toilet ia berpapasan dengan dokter Reyhan.
"Dokter, saya mengucapkan terima kasih karena Anda sudah melunasi biaya rumah sakit pengobatan ayah saya." Dengan canggung Rahel mengucapkan terima kasih kepada dokter Reyhan.
"Sama-sama, Nona. Ini kartu nama saya, jika ada yang mau dikonsultasikan bisa hubungi nomer yang tertera dikartu tersebut."
Tidak disangka, dokter Reyhan
menyodorkan kartu namanya kepada Rahel. Sepintas Rahel teringat Harley akan tawaran saat di kampus kemarin.
Lalu Rahel mengeluarkan benda pipih dari sakunya dan menyimpan nomer Harley yang tertera di kartu nama tersebut lalu meneleponnya. Seketika nomer yang ia pencet mulai tersambung.
"Hallo, apa ini dengan Harley Sanjaya?" Tanya Rahel pada Harley.
"Benar, ini dengan siapa, ya?" Terdengar suara tidak asing di telinga Rahel bahwa ia adalah Harley.
"Aku Rahel, orang yang menabrak kamu saat di kampus kemarin hingga membuat laptop kamu rusak." Jawab Rahel.
"Oh, Lantas?" Harley bertanya dengan singkat.
"Aku ingin memberitahukan bahwa besok, aku belum bisa bekerja paruh waktu di Resto milik papa kamu, karena Ayahku telah meninggal dunia dan masih di rumah sakit. Mohon pengertian dari kamu," ucap Rahel memohon.
"Innalillahi wa innailaihi roji'un. Tenang saja, jangan buru-buru. Aku turut berduka cita atas meninggalnya papa kamu. Nanti aku akan menghubungi kamu kembali karena aku sedang menyetir. Seketika Harley mematikan sambungan telepon.
Rahel pun berlari kecil menuju ruangan dimana ibunya berada. Terlihat ibunya sedang mengemasi barang-barang yang akan dibawa pulang. Rahel pun mendekati ibunya dan mulai membatu.
"Nak, kamu ke toiletnya kok lama? Bunda sempat khawatir jika terjadi apa-apa sama kamu," tanya Sintia kepada anaknya dengan rasa cemas.
"Tadi Rahel bertemu dengan Dokter Reyhan. Kemudian Rahel mengucapkan terima kasih karena sudah menolong kita," ucap Rahel sembari membereskan meja yang kotor.
Setelah semuanya beres, Rahel dan ibunya segera bergegas pulang dengan motor mereka agar mereka tiba di rumah lebih awal dari mohil jenazah yang mengantar pak Gunawan.
Selama dua puluh menit mereka tiba di rumah.
Tidak lama ada ibu tetangga yang menanyakan tentang mereka.
"Bu Sintia, sudah dua hari ini Ibu dan Rahel tidak kelihatan dan rumahnya terkunci terus, ada apa, ya?" Ibu gendut berwajah bundar itu penasaran dan bertanya kepada Sintia.
"Begini Bu, Suami saya sempat dirawat di rumah sakit Medika dan sekarang ...."
Sebelum Sintia menjawab pertanyaan dari tetangganya, sebuah mobil ambulan berwarna putih behenti di depan rumahnya. Bebeapa petugas medis mulai keluar dan mengeluarkan jenazah pak Gunawan. Lalu jenazah tersebut dibawa kedalam rumah untuk segera dimandikan.
"Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu kalau suami Ibu sedang dirawat di rumah sakit. Saya turut berduka cita atas meninggalnya Pak Gunawan," ujar ibu itu.
Tetangga tersebut terperanjat kaget saat mengetahui bahwa suami Sintia telah meninggal dunia. Seketika, warga dan sanak saudaranya mulai berduyun-duyun mendatangi rumah bu Sintia untuk bertakziah.
Kini berita kematian Ayah Rahel terdengar sampai ke kampusnya sehingga beberapa dosen dan teman kampusnya bertakziah ke rumahnya.
"Rahel, kami turut berduka atas meninggalnya ayah kamu. ucap salah satu dosen yan bernama Bambang.
"Iya, Pak. Terima Kasih sudah berkenan hadir untuk bertakziah ke rumah kami. Jawab Rahel dengan nada sendu.
Selain itu, beberapa karyawan pabrik Shampo tempat dimana kedua orang tua Rahel bekerja mulai berdatangan dan mengucapkan bala sungkawa kepada bu Sintia dan Rahel.
Detik-detik Ayah Rahel akan dibawa ke pemakaman membuat ibu dan anak itu semakin merasakan kesedihan karena harus berpisah dengan orang yang mereka cintai.
Rahel membawa keranjang berisi bunga mawar untuk ditaburkan di makam ayahnya. Keranda ayahnya dipikul oleh sanak sudaranya. Mereka dengan suka rela membantu meringankan keluarga Rahel.
Akhirnya jenazah pak Gunawan berhasil dimakamkan. Para warga yang ikut serta menguburkan jenazah pak Gunawan kini berduyun-duyun untuk meninggalkan area pemakaman.
Sekarang tinggal Rahel dan ibunya yang berada di pemakaman.
"Semoga Ayah bahagia di alam sana. Rahel janji akan membahagiakan Bunda," ucap Rahel dengan mata berkaca-kaca.
Sembari menaburkan bunga mawar di makam ayahnya, Rahel mengucapkan doa-doa agar ayahnya diberi kebahagiaan di alam barzah. Sementara ibunya juga melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba ada yang menyodorkan tisu dari belakang Rahel. Seketika Rahel menoleh ke belakang dan merasa kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Jesi Jasinah
salam kenal dari Cintaku Yang Tak Direstui. silakan mampir
2023-05-18
0
✦ẑ̬î̬฿w̆̈ꪶ✫
Kasian ayahnya meninggal jadi yatim deh 😭😭.
2023-05-18
1