Dalam Diamnya Nara

Dalam Diamnya Nara

Part 1

Dalam Diamnya Nara

Bab 1

Nara gadis tuna wicara harus menjalani pahit hidup bersama ibu dan saudara tirinya. Ayah Nara menikahi janda anak tiga setelah  ibunya meninggal dunia. Ada satu hal yang paling membekas di hati Nara yang tidak mungkin dia lupakan. Ibu Nara menjadi sakit-sakitan setelah beliau mengetahui bahwa ayah Nara selingkuh.

Bagi Nara ayahnya lah penyebab kematian ibunya. Nara kecil yang malang tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah ibunya meninggal, dia dibawa oleh ayahnya pindah ke kota di mana selingkuhan ayahnya berasal.

Di kota yang baru tanpa ada sanak keluarga membuat Nara menjalani hidup sangat berat. Nara sudah tidak lagi disekolahkan dengan alasan, anak laki-laki yang harus sekolah tinggi karena dialah yang akan menanggung ekonomi keluarga.

Nyatanya dari usia tiga belas tahun Nara sudah dipaksa untuk membantu ekonomi keluarga, terlebih lagi setelah kecelakaan kerja yang membuat kaki ayahnya harus diamputasi. Di situ Nara harus berjuang untuk biaya hidup dia dan ayahnya. 

Sementara anak tiri yang mereka perjuangkan dan bangga-banggakan hanya bisa menghabiskan apa yang ada.

Waktu terus berjalan, hingga akhirnya ayah Nara meninggal dunia dengan meninggalkan sebuah rumah untuk anak dan istrinya tempati. Namun, penderitaan Nara tidak juga usai. Seharusnya dia yang memiliki hak atas warisan itu malah dianggap sebagai orang yang menumpang.

Hingga suatu hari, saat gaya hidup mereka semakin besar sedangkan penghasilan tidak ada. Abang-abang tiri Nara memiliki ide yang sangat biadab. Atas persetujuan ibu mereka, mereka menjual Nara kepada mucikari di tempat biasa mereka menghambur-hamburkan uang hasil dari menipu.

Malam itu, merupakan malam terburuk bagi Nara. Usianya saat itu sudah menginjak dua puluh dua tahun. Nara tumbuh menjadi gadis yang cukup cantik walaupun dia tidak pernah perawatan. Akan tetapi, kecantikan yang diwarisi oleh ibunya tetap terpencar secara alami.

Pukul delapan malam, Nara dibawa paksa oleh abang nomor dua. Menggunakan mobil yang dibeli dari hasil menipu, Nara dibawa dengan mata tertutup. Sengaja mereka melakukan itu agar Nara tidak bisa kabur. 

Yang Nara tahu, tangannya ditarik agar langkahnya cepat, menaiki beberapa anak tangga dan terdengar sesekali derit pintu dibuka. Setelah itu, udara dingin menusuk ke tubuh Nara. Pakaian lengan panjang yang yang dia kenakan tidak mampu menghalang dinginnya ruangan ber AC itu. 

Nara dibawa ke sebuah diskotik yang letaknya tersembunyi. Diskotik itu berada di sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di lantai atas, menyatu dengan zona permainan anak-anak. Siapa yang menyangka, dinding bergambarkan tokoh-tokoh kartun tersebut, di baliknya adalah diskotik terbesar di kota itu.

"Barang bagus, nih, Mam," seru Andi–abang nomor dua.

Saat penutup mata dibuka, Nara dapat melihat ruangan dengan pencahayaan minim.

"Bawa dia ke ruangan gue!" suruh wanita paruh baya yang sering dipanggil mami.

Andi kembali menarik tangan Nara dengan kasar, berjalan di belakang wanita berbadan bongsor tersebut.

"Hmmm, masih original?" ujar mami.

Andi tertawa mendengar pertanyaan mami. "Ya, masih, dong. Masih ting-ting." Andi mencolek dagu Nara.

Nara menggelengkan kepala, mencoba menghindar dari tangan jahil Andi.

"Dua puluh juta?" tawar mami.

"Tambah, dong, Mam! Barang bagus ini."

Tawar menawar terjadi di ruangan tersebut. Nara sudah seperti barang yang sedang diperdagangkan.

Nara memohon dengan bahasa isyarat bahwa jangan pernah jual dia. Sesekali dia menggenggam tangan mami agar mami bermurah hati untuk melepaskan dia. Akan tetapi, Jangankan kemurahan hati, rasa bersahabat saja tidak dia tunjukkan.

"Bisu?" tanya mami lagi kepada Andi.

"Yup." Andi menaikan kedua alisnya. "Bagus, kan? Tidak bisa protes. Jadi berapa, Mi?" sambung Andi lagi.

"Tiga puluh," sebut Mami.

"Lima puluh," jawab Andi.

"Kita ambil jalan tengah. Empat puluh. Deal?" Mami mengulurkan tangan.

Tanpa ada rasa kasihan, Andi menyambut uluran tangan mami. Mereka sudah deal di angka empat puluh juta. Kini diri Nara sudah dibeli mami dengan harga empat puluh juta.

Bayangan hidup kelam sudah terlihat jelas. Nara memohon di kaki Andi agar tidak meninggalkannya. Dengan sekali hentakan Andi melepaskan pegangan tangan Nara di kakinya.

Nara terpental ke dekat meja. Kepalanya sedikit terbentur pada kaki meja. Untung saja tidak pingsan. Mami menelepon Sonya, wanita penghibur yang sudah cukup senior. Mami menyuruh Sonya membawakan  baju untuk Nara pakai. 

Dengan dipaksa, baju Nara yang panjang kini berubah menjadi sangat pendek. Nara dipakaikan rok yang hanya sejengkal dari pangkal paha, jika duduk, akan memperlihatkan ****** *****. Begitu juga baju kaos ketat, dengan lengan pendek. Kaos ini cukup mencetak bentuk tubuh Nara.

"Ayok! Lama, ya!" bentak Sonya.

Dia mendorong Nara agar mau berjalan. Nara kesusahan berjalan menggunakan sepatu hak tinggi yang juga sudah Sonya siapkan.

Mereka mulai masuk ke sebuah ruangan berdinding kaca. Di situ, Nara dipakaikan nomor seperti saat kita sedang mengikuti lomba. Para gadis cantik dan seksi sudah berdiri menghadap ke dinding kaca. Dari luar para lelaki hidung belang bisa melihat mereka. Mereka sudah seperti patung baju yang sedang dipajang di etalase toko.

Nara dipaksa juga berdiri sejajar dengan para wanita yang lain. Dari dalam kamar kaca, Nara bisa melihat beberapa lelaki hidung belang mulai berbincang-bincang kepada Sonya dan menyebutkan angka. Ya, itu angka yang wanita seksi itu pakai. Nara juga bisa mendengar, jika deal harga, mereka bisa lanjut bercinta satu malam. 

Jantung Nara berdetak sangat kencang, udara dingin ruangan tidak dia rasakan, keringat membasahi keningnya. Nara juga sibuk menarik-narik bawah rok, berharap sedikit lebih panjang. 

"Ya, Allah … hamba tidak mau di tempat ini. Tolong hamba mu ini, Ya, Allah!" mohon Nara dalam hati.

Sementara di luar ruang kaca, ada seorang lelaki tampan berusia dua puluh delapan tahun terus saja memperhatikan gelagat tidak biasa yang Nara Tunjukan. 

"Lihat cewek itu!" ujar Yuda kepada Aron sahabatnya.

"Anak baru kali." Aron terus saja meneguk minuman yang ada di tangan kirinya.

"Gue nggak tega lihat mukanya." Kembali Yudha berkata.

"Njing, mirip malaikat aja lu." Aron menolak kepala Yudha. "Mau kemana Lu?" teriak Aron saat melihat Yudha sudah berjalan ke arah surga dunia.

"Gue mau itu," ujar Yudha kepada Sonya sambil menunjuk ke arah Nara.

"Barang baru itu, sayang," ucap Sonya manja. "Masih hot-hotnya. Baru malam ini diantar."

Nara tertunduk gelisah karena Yudha telah memilihnya.

"Berapa?" tanya Yudha tanpa basa-basi.

"Sepuluh juta."

"Muka gile, Lu," upat Yudha.

"Lu mau nggak?"

"Ya, udah. Gue minta kirim sama tante gue dulu," jawab Yudha sambil mengeluarkan ponsel dengan logo apel tergigit keluaran terbaru.

"Dasar gigolo," sindir Sonya.

"Diam, Lu, pecun!" Yudha membalas sindiran Sonya sehingga membuat Sonya kena mental.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!