Dalam Diamnya Nara
Bab 4
Yudha duduk di sebelah mami. Tangannya mulai menempel di paha mami yang terpampang karena mami hanya menggunakan hotspant dan baju atasan kaos besar.
"Jangan marah, ya, Mi!" bisik mesra Yudha di telinga mami.
Yudha tahu kelemahan mami. Kalau sudah begini dia tidak akan marah-marah lagi.
"Saya rugi, kamu tau nggak?" jawab mami dengan nafas mulai sulit diatur.
"Gantinya, saya puasin mami selama satu bulan gratis." Yudha mengucapkan hal bodoh.
Setelah itu terucap, dia mengutuk dirinya, kenapa dia begitu berkorban demi Nara.
Siang ini, dia harus memuaskan mami agar dia selamat dari para bodyguard-nya. Pertarungan satu jam di panasnya siang, cukup membuat mami melupakan kehilangan uang tiga puluh jutanya.
"Saya rugi tiga puluh juta," rengek mami dipelukan Yudha.
"Satu hari satu juta." Yudha mengecup bibir mami. "Tapi, mami jangan cerita-cerita ke Tante Olivia, ya!"
"Kamu kenapa betah dengan Olive?" terlihat bahwa mami cemburu.
Tidak mau disalahkan, Yudha membalikkan ucapan mami bahwa sebenarnya mami yang meninggalkan dia demi cowok bule yang sekarang jadi "peliharaan mami".
"Yudha pulang, ya, Mam? Penat mau tidur.*
"Tidur di sini aja bisa."
"Di sini mana bisa tidur, mami gangguin terus." Yudha bangkit dari tempat tidur dan mengintip pakaiannya di lantai.
"Iya, deh, tadi malam siap tempur sama perawan," sindir mami.
"Sempit doang, pintar kagak. Rugi gue sepuluh juta." Yudha pun berpura-pura lagi.
Mami tertawa mendengar ucapan spontan dari Yudha.
Setelah semua rapi, Yudha pulang ke rumah. Sesampai di depan rumah, Yudha mencium bau masakan dari dalam rumahnya. Langsung saja dia membuka kunci pintu. Sengaja dia membawa kunci pintu sendiri agar dia tidak susah payah memanggil-manggil kapan saja dia pulang.
Nara yang sedang menghidangkan nasi goreng di atas meja makan, terkejut melihat Yudha sudah ada di dalam rumah. Nara memutar-mutarkan badan Yudha secara perlahan. Seolah dia sedang mencari-cari sesuatu. Setelah yakin bahwa Yudha baik-baik saja, Nara mengusap dadanya dengan tangan kanan dan menunjukkan ekspresi legah.
"Gue baik-baik aja," ucap Yudha seraya merentangkan tangannya.
Nara menarik Yudha mendekati meja makan, dia memukul-mukul bangku. Menyuruh Yudha duduk. Yudha mengikuti saja apa mau nya Nara. Ternyata Nara mengajak Yudha untuk makan nasi goreng buatannya.
"Enak," puji Yudha.
Siang hari di salah satu kota penghasil minyak bumi. Yudha mulai menikmati berinteraksi dengan bahasa isyarat dari Nara.
Selesai makan Yudha mengatakan bahwa dia sangat lelah dan ingin tidur. Jangan ada yang mengganggu dia.
Saat Yudha tidur, Nara menghabiskan waktu dengan membereskan rumah yang sangat bermatakan ini. Mungkin sudah ada beberapa Minggu rumah ini tidak dibersihkan. Debu menempel di atas meja, di tangan-tangan kursi dan di mana-mana berterbangan baju kotor.
Nara mengutip semua baju kotor dan membawanya ke kamar mandi untuk mencucinya. Di ruang cuci terdapat mesin cuci model buka di depan. Akan tetapi, Nara tidak pandai menggunakannya dan dia sudah dapat amanat tidak boleh mengganggu Yudha. Akhirnya dia mencuci pakaian Yudha menggunakan cara lama. Mencuci dengan tangan.
"Lu ngapain?" tanya Yudha yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
Nara menoleh dan menunjuk rendaman pakaian Yudha.
"Minggir dulu! Gue mau kencing."
Nara berdiri dan keluar dari kamar mandi.
Saat di dalam kamar mandi, Yudha tersenyum melihat rendaman kain.
"Kenapa nggak pakai mesin cuci?" tanya Yudha setelah dia selesai membuang hajatnya.
Tak pandai.
Tulis Nara pada memo yang selalu dia bawa kemana-mana.
Yudha tertawa dan mengusap wajah Nara dengan tangan kanannya. "Sini gue ajari."
Yudha mulai menunjukkan arti dan fungsi tombol-tombolnya. Akhirnya Nara paham dan ngantuk Yudha pun hilang.
Yudha mendengar ponselnya berdering dari dalam kamar tetapi, dia malas untuk berjalan ke kamar karena sekarang dia sudah menemukan posisi enak untuk rebahan.
"Nara … Nara, ambilkan HP gue di kamar!" Yudha merasa enaknya punya pembantu.
Apalagi pembantu seperti Nara yang tidak bisa protes. Mungkin dia akan protes di dalam hati tetapi, tidak Yudha pedulikan yang terpenting tidak terdengar olehnya.
Nara bergegas mengambil ponsel di kamar Yudha, foto wanita berpakaian cukup sexy. Ternyata panggilan video dari Tante Olivia.
Nara menyodorkan ponsel ke arah Yudha, dengan cepat Yudha merampasnya. Ada rasa kikuk saat dia ingin menjawabnya. Nara cukup mengerti lalu dia pergi melanjutkan pekerjaannya.
Tante Olivia mengajak Yudha bertemu nanti malam karena suaminya sudah kembali berlayar untuk enam bulan. Akan tetapi, Yudha menolaknya dengan alasan takut tiba-tiba suaminya kembali entah mengambil apa yang tertinggal.
"Lusa, ya, sayang," rayu Yudha.
Yudha masih nyaman di dalam rumah. Sejak ada Nara dia merasa seperti adiknya hadir kembali. Yudha kehilangan adik satu-satunya karena kecelakaan motor yang dia kendarai. Waktu itu, asik Yudha bersekolah di kota dan tinggal bersama Yudha di rumah ini.
"Nara!" Kembali Yudha berteriak setelah video call dimatikan.
Nara berlari menemui Yudha yang masih rebahan di depan tv yang hanya memakai celana boxer.
Nara menggerakkan mulut dan tangannya, "apa?" Walaupun tanpa suara.
"Kamu biasa belanja sayur? Setelah kamu nyuci kita isi kulkas, ya?" tanya Yudha.
Seperti biasa, jika setuju Nara akan mengacungkan jempol. Lalu Nara menirukan gerakan orang menjemur pakaian.
"Ya, udah. Pergi sana!" perintah Yudha yang sudah asik bermain game di ponsel.
Sore hari sekitar jam lima, Yudha dan Nara pergi menuju pasar dadakan yang tidak begitu jauh dari komplek rumah mereka. Di sebuah tanah lapang, diadakan pasar sekali sepekan. Di sini sering disebut dengan "pasar kaget"
"Bagaimana cara lu belanja?" tanya Yudha yang sedang menyetir mobil.
Nara tidak menjawab, dia hanya menyodorkan tangan tanda dia meminta uang.
"Iya, entar. Gue lagi nyetir."
Setelah sampai dan memarkirkan mobil, Yudha memberi uang tiga ratus ribu. "Cukup untuk seminggu?"
Nara mengangguk dan menerima uang tersebut, lalu dia turun dari mobil. Yudha melihat langkah Nara begitu riang, membuat Yudha tersenyum sendiri. Yudha akhirnya ikut turun dari mobil, dia penasaran bagaimana cara Nara berbelanja. Diam-diam dia berjalan membuntuti Nara.
Dari jarak sekitar lima meter dia bisa melihat aktifitas dan tawar menawar oleh Nara dan pedagang di pasar ini. Satu hal lagi yang Yudha tahu tentang Nara, bahwa tidak bisa bicara bukan batasan baginya.
Dia begitu luwes berbelanja seperti orang normal lainnya. Karena takut ketahuan, akhirnya Yudha buru-buru kembali ke mobil.
Ternyata memang benar. Tidak lama, Yudha melihat Nara sudah selesai berbelanja dan berjalan ke arah mobilnya.
Entah apa yang terjadi, Yudha melihat Nara langsung berlari dan buru-buru masuk ke dalam mobil di bagian belakang. Dia tidak duduk di bangku, melainkan berjongkok di bawah lalu menyembunyikan badannya di belakang sandaran bangku depan.
"Kenapa?" tanya Yudha heran.
Nara memberi isyarat agar Yudha diam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments