NovelToon NovelToon

Dalam Diamnya Nara

Part 1

Dalam Diamnya Nara

Bab 1

Nara gadis tuna wicara harus menjalani pahit hidup bersama ibu dan saudara tirinya. Ayah Nara menikahi janda anak tiga setelah  ibunya meninggal dunia. Ada satu hal yang paling membekas di hati Nara yang tidak mungkin dia lupakan. Ibu Nara menjadi sakit-sakitan setelah beliau mengetahui bahwa ayah Nara selingkuh.

Bagi Nara ayahnya lah penyebab kematian ibunya. Nara kecil yang malang tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah ibunya meninggal, dia dibawa oleh ayahnya pindah ke kota di mana selingkuhan ayahnya berasal.

Di kota yang baru tanpa ada sanak keluarga membuat Nara menjalani hidup sangat berat. Nara sudah tidak lagi disekolahkan dengan alasan, anak laki-laki yang harus sekolah tinggi karena dialah yang akan menanggung ekonomi keluarga.

Nyatanya dari usia tiga belas tahun Nara sudah dipaksa untuk membantu ekonomi keluarga, terlebih lagi setelah kecelakaan kerja yang membuat kaki ayahnya harus diamputasi. Di situ Nara harus berjuang untuk biaya hidup dia dan ayahnya. 

Sementara anak tiri yang mereka perjuangkan dan bangga-banggakan hanya bisa menghabiskan apa yang ada.

Waktu terus berjalan, hingga akhirnya ayah Nara meninggal dunia dengan meninggalkan sebuah rumah untuk anak dan istrinya tempati. Namun, penderitaan Nara tidak juga usai. Seharusnya dia yang memiliki hak atas warisan itu malah dianggap sebagai orang yang menumpang.

Hingga suatu hari, saat gaya hidup mereka semakin besar sedangkan penghasilan tidak ada. Abang-abang tiri Nara memiliki ide yang sangat biadab. Atas persetujuan ibu mereka, mereka menjual Nara kepada mucikari di tempat biasa mereka menghambur-hamburkan uang hasil dari menipu.

Malam itu, merupakan malam terburuk bagi Nara. Usianya saat itu sudah menginjak dua puluh dua tahun. Nara tumbuh menjadi gadis yang cukup cantik walaupun dia tidak pernah perawatan. Akan tetapi, kecantikan yang diwarisi oleh ibunya tetap terpencar secara alami.

Pukul delapan malam, Nara dibawa paksa oleh abang nomor dua. Menggunakan mobil yang dibeli dari hasil menipu, Nara dibawa dengan mata tertutup. Sengaja mereka melakukan itu agar Nara tidak bisa kabur. 

Yang Nara tahu, tangannya ditarik agar langkahnya cepat, menaiki beberapa anak tangga dan terdengar sesekali derit pintu dibuka. Setelah itu, udara dingin menusuk ke tubuh Nara. Pakaian lengan panjang yang yang dia kenakan tidak mampu menghalang dinginnya ruangan ber AC itu. 

Nara dibawa ke sebuah diskotik yang letaknya tersembunyi. Diskotik itu berada di sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di lantai atas, menyatu dengan zona permainan anak-anak. Siapa yang menyangka, dinding bergambarkan tokoh-tokoh kartun tersebut, di baliknya adalah diskotik terbesar di kota itu.

"Barang bagus, nih, Mam," seru Andi–abang nomor dua.

Saat penutup mata dibuka, Nara dapat melihat ruangan dengan pencahayaan minim.

"Bawa dia ke ruangan gue!" suruh wanita paruh baya yang sering dipanggil mami.

Andi kembali menarik tangan Nara dengan kasar, berjalan di belakang wanita berbadan bongsor tersebut.

"Hmmm, masih original?" ujar mami.

Andi tertawa mendengar pertanyaan mami. "Ya, masih, dong. Masih ting-ting." Andi mencolek dagu Nara.

Nara menggelengkan kepala, mencoba menghindar dari tangan jahil Andi.

"Dua puluh juta?" tawar mami.

"Tambah, dong, Mam! Barang bagus ini."

Tawar menawar terjadi di ruangan tersebut. Nara sudah seperti barang yang sedang diperdagangkan.

Nara memohon dengan bahasa isyarat bahwa jangan pernah jual dia. Sesekali dia menggenggam tangan mami agar mami bermurah hati untuk melepaskan dia. Akan tetapi, Jangankan kemurahan hati, rasa bersahabat saja tidak dia tunjukkan.

"Bisu?" tanya mami lagi kepada Andi.

"Yup." Andi menaikan kedua alisnya. "Bagus, kan? Tidak bisa protes. Jadi berapa, Mi?" sambung Andi lagi.

"Tiga puluh," sebut Mami.

"Lima puluh," jawab Andi.

"Kita ambil jalan tengah. Empat puluh. Deal?" Mami mengulurkan tangan.

Tanpa ada rasa kasihan, Andi menyambut uluran tangan mami. Mereka sudah deal di angka empat puluh juta. Kini diri Nara sudah dibeli mami dengan harga empat puluh juta.

Bayangan hidup kelam sudah terlihat jelas. Nara memohon di kaki Andi agar tidak meninggalkannya. Dengan sekali hentakan Andi melepaskan pegangan tangan Nara di kakinya.

Nara terpental ke dekat meja. Kepalanya sedikit terbentur pada kaki meja. Untung saja tidak pingsan. Mami menelepon Sonya, wanita penghibur yang sudah cukup senior. Mami menyuruh Sonya membawakan  baju untuk Nara pakai. 

Dengan dipaksa, baju Nara yang panjang kini berubah menjadi sangat pendek. Nara dipakaikan rok yang hanya sejengkal dari pangkal paha, jika duduk, akan memperlihatkan ****** *****. Begitu juga baju kaos ketat, dengan lengan pendek. Kaos ini cukup mencetak bentuk tubuh Nara.

"Ayok! Lama, ya!" bentak Sonya.

Dia mendorong Nara agar mau berjalan. Nara kesusahan berjalan menggunakan sepatu hak tinggi yang juga sudah Sonya siapkan.

Mereka mulai masuk ke sebuah ruangan berdinding kaca. Di situ, Nara dipakaikan nomor seperti saat kita sedang mengikuti lomba. Para gadis cantik dan seksi sudah berdiri menghadap ke dinding kaca. Dari luar para lelaki hidung belang bisa melihat mereka. Mereka sudah seperti patung baju yang sedang dipajang di etalase toko.

Nara dipaksa juga berdiri sejajar dengan para wanita yang lain. Dari dalam kamar kaca, Nara bisa melihat beberapa lelaki hidung belang mulai berbincang-bincang kepada Sonya dan menyebutkan angka. Ya, itu angka yang wanita seksi itu pakai. Nara juga bisa mendengar, jika deal harga, mereka bisa lanjut bercinta satu malam. 

Jantung Nara berdetak sangat kencang, udara dingin ruangan tidak dia rasakan, keringat membasahi keningnya. Nara juga sibuk menarik-narik bawah rok, berharap sedikit lebih panjang. 

"Ya, Allah … hamba tidak mau di tempat ini. Tolong hamba mu ini, Ya, Allah!" mohon Nara dalam hati.

Sementara di luar ruang kaca, ada seorang lelaki tampan berusia dua puluh delapan tahun terus saja memperhatikan gelagat tidak biasa yang Nara Tunjukan. 

"Lihat cewek itu!" ujar Yuda kepada Aron sahabatnya.

"Anak baru kali." Aron terus saja meneguk minuman yang ada di tangan kirinya.

"Gue nggak tega lihat mukanya." Kembali Yudha berkata.

"Njing, mirip malaikat aja lu." Aron menolak kepala Yudha. "Mau kemana Lu?" teriak Aron saat melihat Yudha sudah berjalan ke arah surga dunia.

"Gue mau itu," ujar Yudha kepada Sonya sambil menunjuk ke arah Nara.

"Barang baru itu, sayang," ucap Sonya manja. "Masih hot-hotnya. Baru malam ini diantar."

Nara tertunduk gelisah karena Yudha telah memilihnya.

"Berapa?" tanya Yudha tanpa basa-basi.

"Sepuluh juta."

"Muka gile, Lu," upat Yudha.

"Lu mau nggak?"

"Ya, udah. Gue minta kirim sama tante gue dulu," jawab Yudha sambil mengeluarkan ponsel dengan logo apel tergigit keluaran terbaru.

"Dasar gigolo," sindir Sonya.

"Diam, Lu, pecun!" Yudha membalas sindiran Sonya sehingga membuat Sonya kena mental.

Part 2

Dalam Diamnya Nara

Bab 2

"Ya, udah. Gue minta kirim sama tante gue dulu," jawab Yudha sambil mengeluarkan ponsel dengan logo apel tergigit keluaran terbaru.

"Dasar gigolo," sindir Sonya.

"Diam, Lu, pecun!" Yudha membalas sindiran Sonya sehingga membuat Sonya kena mental.

Tidak lama, SMS notifikasi masuk ke ponsel Yudha, uang sepuluh juta yang dimintanya telah dikirim oleh Tante Olivia.

Yudha yang sudah akrab dengan Sonya, memakerkan transferan tersebut. "Dikirim, kan?" Yudha menunjukkan layar ponsel kepada Sonya.

"Bodoh banget Tante, Lu?" ledek Sonya.

"Dia sekarang nggak berani protes, lakinya pulang. Takut dia, gue nemuin dia," jelas Yudha dengan senyum kemenangan.

Yudha merasa menang karena dapat menaklukkan Tante Olivia yang sudah lama membiayai hidup dia. Imbalannya juga terbilang nikmat, Yudha hanya sebagai pemuas nafsu Tante Olivia saja di saat suaminya kembali berlayar.

"Yakin Lu mau dia?" Sonya kembali ke topik awal.

Yudha dan Sonya sama-sama memperhatikan Nara yang terlihat canggung.

"Biasalah, ya, anak baru begitu," ujar Sonya. "Kirim ke rekening mami sekarang!" perintah Sonya kepada Yudha yang ingin membooking Nara untuk malam ini. 

Yudha menunjukkan bukti transfer sudah berhasil kelapa Sonya. Sonya menarik Nara keluar dari ruang pajangan. 

"Nih, selamat menikmati!" Sonya menyodorkan Nara kepada Yudha dengan sedikit mendorongnya. "Namanya Nara. Nama hotel dan bukti reservasi udah gue kirim ke WA lu," sambung Sonya lalu pergi mengurus wanita yang lain.

Untung saja Yudha sempat penyambut Nara saat didorong Sonya tadi. Kalau tidak mungkin Nara sudah tersungkur di lantai.

"Lu repot dengan sepatu lu? Copotin aja!" suruh Yudha.

Nara melakukannya, kini dia berjalan tanpa alas kaki keluar dari ruangan. Yudha malah tertawa. Maksud hati, tadi hanya menyindir. Ternyata benar-benar dilakukan Nara.

"Lugu banget lu," semprot Yudha.

Tibalah mereka di parkiran. Di dalam mobil Nara langsung mengatupkan kedua tangannya. Dia memohon tanpa suara. Yudha yang tidak tahu dia bisu menjadi bingung. 

Tidak itu saja, Nara memegang lengan baju Yudha, terlihat seperti anak kecil meminta sesuatu kepada ayahnya.

"Lu kenapa? Ngomong!"

Nara menunjuk ke arah mulutnya, lalu dia menggerakkan tangan isyarat "tidak"

"Lu bisu?" tanya Yudha hati-hati.

Nara mengangguk.

"Shittt, gue nambah masalah hidup," upat Yudha. 

Niat hati ingin senang-senang malah dapatnya begini. Yang ada, Yudha akan iba.

Nara membalikkan telapak tangan kirinya lalu tangan kanan seolah sedang memegang alat tulis. Lalu dia memberi isyarat bahwa dia sedang butuh keras dan pena.

Yudha membuka laci mobil berharap menemukan apa yang dia cari. Ternyata dia hanya menemukan pena. Pengganti kertas, Yudha menarik beberapa lembar tisu. Dengan sabar Yudha menunggu Nara selesai menulis.

"Lu dijual Abang tiri lu? Yudha terkejut membacanya.

Tolong keluarkan saya dari tempat itu. Saya rela jadi pembantu bapak tanpa digaji asal saya tidak di situ lagi.

"Kenapa harus gue?" upat Yudha sambil menjalankan mobilnya. "Nanti saja kita pikirkan itu!"

Nara menarik nafas, ada rasa kecewa di dalamnya. Karena dia melihat Yudha tidak ada niat ingin membantunya. Nara duduk lurus, memandang ke depan. Wajahnya menggambarkan kesedihan tetapi, tidak ada air mata yang menetes seperti kebanyakan wanita. 

Saat lampu merah menyala, Nara mencoba mencari-cari cara bagaimana bisa pintu ini terbuka. Yudha menyadari itu lalu menekan tombol lock, sehingga seluruh pintu terkunci otomatis. 

"Jangan berpikir untuk kabur, Nara!" 

Nara menoleh ke arah Yudha. 

Mobil mereka memasuki hotel berbintang yang telah menjadi langganan mami. Mereka meminta kunci kamar kepada resepsionis dengan menunjukan kode booking yang dikirim  Sonya tadi.

Nara masih sibuk dengan pakaian yang dia rasa terlalu pendek. Sifat kemanusiaan Yudha muncul, dia membuka jaketnya lalu memberikan kepada Nara. 

Nara tersenyum dan mengikatnya di pinggang, agar bisa menutupi paha putih Nara yang ter-expose dari tadi.

"Istirahatlah!" suruh Yudha kepada Nara saat mereka sudah tiba di kamar.

Nara menggeleng–dia takut. Jangankan untuk istirahat, untuk melangkah jauh dari pintu saja dia tidak berani.

"Jangan takut! Gue nggak bakalan apa-apain lu. Selera gue bukan," ujar Yudha sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa.

"Nara!" bentak Yudha kesal yang melihat Nara masih saja berdiri di depan pintu.

Nara terlonjak kaget mendengar suara besar Yudha, mulai melangkahkan kakinya perlahan mendekati tempat tidur. Sementara Yudha melihatnya dari sofa di mana dia duduk.

"Mau makan apa?" tanya Yudha yang kini sudah berdiri berjalan mendekati Nara.

Nara masih duduk di ujung tempat tidur menatap Yudha takut. Yudha semakin mendekat ke arah Nara. Nara menggeleng, terlihat dia mencoba teriak tetapi, hanya lenguhan kecil yang keluar. 

"Ini." Yudha menyodorkan buku memo kepada Nara. 

Memo hotel dan pensil yang sudah tersedia di meja kamar.

"Makan apa?" ulang Yudha bertanya.

Nara menggeleng.

Kesal menunggu jawaban Nara, Yudha mengambil inisiatif sendiri memesan makanan online untuk dia dan Nara. 

"Lu haus?" Yudha menyodorkan botol air mineral yang sudah tersedia.

Nara kembali menggeleng.

"Eh, cewek kampung, ini botol masih tersegel, jadi gue nggak bakalan ngeracunin lu," maki Yudha yang sudah kesal.

Akhirnya Nara menerima pemberian minum itu. Dengan cepat dia memutar tutup botol lalu meneguk air di botol hingga setengah.

"Ternyata lu haus, kan?" tanya Yudha.

Nara mengangguk sambil tersipu malu. 

Sepuluh juta dihabiskan Yudha hanya untuk memberi kesempatan Nara tidur. 

Sementara dia sibuk bermain main bareng game online sesama komunitas game mereka.

Saat subuh, tanpa alarm Nara bisa terbangun sendiri. Saat Nara bangun, ternyata Yudha yang tertidur di sofa. Nara mengambil selimut lalu menyelimuti Yudha.

Nara berpikir ini kesempatan untuk dia kabur. Nara mengambil jaket Yudha dan kembali melilitnya di pinggang. Menggunakan sandal hotel dia menyusup keluar kamar. Walaupun tidak tahu mau kemana tetapi, dia nekat untuk kabur.  

Yudha tersentak, melihat ada selimut di tubuhnya. Dia langsung mencari Nara di kamar mandi karena di tempat tidur suda tidak ada Nara. Menyadari Nara kabur, Yudha berlari keluar kamar mencari Nara.

Di meja resepsionis dia menanyakan apakah mereka melihat Nara. Salah seorang mengatakan bahwa sejam yang lalu Nara berjalan keluar hotel. 

"Ah, bikin repot aja," upat Yudha sambil berlari mencoba mencari Nara.

Yudha takut, Nara entah akan kemana karena dari hasil cerita tadi malam, Nara bukanlah berasal dari kota. Dia tinggal di kabupaten yang belum pernah ke kota ini sama sekali.

Hampir setengah jam Yudha berlari mencari-cari Nara tanpa tujuan. Hingga dia melihat Nara sedang berdiri di halte bis dan sedang diganggu tiga laki-laki bertampang preman.

Terlihat Nara ingin mencoba lari tetapi, dihalang-halangi oleh mereka.

"Woi!?" teriak yudha kepada preman tersebut.

Ketiga preman menoleh ke arah Yudha, sat mereka lengah itulah kesempatan Nara lari ke arah Yudha dan bersembunyi di balik punggung Yudha.

Part 3

Dalam Diamnya Nara

Bab 3

Hampir setengah jam Yudha berlari mencari-cari Nara tanpa tujuan. Hingga dia melihat Nara sedang berdiri di halte bis dan sedang diganggu tiga laki-laki bertampang preman.

Terlihat Nara ingin mencoba lari tetapi, dihalang-halangi oleh mereka.

"Woi!?" teriak yudha kepada preman tersebut.

Ketiga preman menoleh ke arah Yudha, sat mereka lengah itulah kesempatan Nara lari ke arah Yudha dan bersembunyi di balik punggung Yudha.

Yudha mencari ide bagaimana caranya bisa kabur dari ketiga preman tersebut.

"Pak!" Yudha seolah menegur seorang polisi yang seolah-olah berdiri di belakang preman tersebut. 

Padahal tidak ada siapapun  di belakang mereka. Saat ketiga preman tersebut menoleh ke belakang, Yudha menarik tangan Nara dan mereka berlari ke arah hotel. 

Untung saja ketiga preman tersebut tidak melanjutkan mengejar Yudha dan Nara karena mereka  melihat ada security hotel yang berdiri di depan gerbang masuk.

Yudha tetap memegang tangan Nara dengan kencang sampai di kamar mereka. Kali ini Yudha sangat marah.

"Jangan macam-macam, deh, Lu! Untung aja Lu nggak diperkosa mereka. Masa gue yang bayar lu, mereka yang makai," maki Yudha dengan tangan di pinggang.

Nara menuliskan kata maaf di memo yang Yudha berikan semalam.

"Sekarang gue antar lu pulang," ujar Yudha.

Nara langsung berlutut di hadapan Yudha, memohon agar jangan kembalikan dia ketempat itu.

"Gue nggak punya uang untuk Nebus lu, Nara," ujar Yudha kesal.

Saya akan ganti dengan jadi pembantu Bapak seumur hidup saya.

Tulis Nara yang membuat hati Yudha bimbang.

"Kanapa gue memilih lu," upat Yudha pada dirinya sendiri.

Nara masih saja berlutut. Hal itu membuat Yudha tidak enak dan bingung. Dia terbayang akan adiknya jika hidup pasti akan seumuran dengan Nara, jika ini terjadi pada adiknya bagaimana?

"Bangunlah!" suruh Yudha sambil memegang kedua bahu Nara mencoba membimbingnya berdiri.

"Lu tunggu di sini. Jangan kemana-mana!" ujar Yudha di depan pintu kamar. "Jangan pergi-pergi sampai gue balik!" Kembali Yudha memberi titah kepada Nara. 

Nara mengangguk tanda paham. Yudha pun pergi. Satu jam Yudha tidak juga kembali. Akhirnya Nara pergi meninggalkan kamar hotel. 

Ini adalah ide dari Yudha, dibikin seolah Nara kabur saat dia keluar kamar hotel. Sebenarnya sudah rencana Yudha seperti itu, saat di dalam kamar yang tidak ada CCTV. Yudha menjelaskan ide tersebut kepada Nara.

Setelah satu jam kepergian Yudha, Nara keluar kamar hotel seperti orang yang sedang melarikan diri. Sebenarnya Yudha sudah menunggu di ujung jalan yang tidak terekam CCTV hotel. 

Keputusan yang sangat berbahaya memang, Yudha harus berhadapan dengan mami yang sudah pasti berbahaya. Rasa kemanusiaannya terus mendesak untuk dia membantu Nara keluar dari neraka kecil itu.

"Good job!" seru Yudha dari dalam mobil. 

Yudha tidak ingin mengambil resiko, dia menggunakan mobil lain, mobil temannya yang dia pinjam sementara dengan mengganti plat nomor palsu. 

Sebelum pergi Yudha juga menyebutkan warna dan nomor polisi mobil yang harus Nara naiki. 

"Nanti lu masuk aja ke dalam mobil yang udah gue sebut nomor polisinya itu! Gue nggak keluar dari mobil, entar ada yang lihat mati gue," jelas Yudha tadi.

Nara mengangguk dan  mengangkat jempol tangan kanannya tanda paham.

Setelah Nara masuk, mobil langsung melaju menuju salah satu perumahan elit di kota ini. Di perumahan ini tidak mengenal tetangga, hidup masing-masing. Rumah berpagar-pagar tidak membuat mereka menjadi manusia individu.

"Ini rumah gue, untuk sementara Lu di sini aja!" terang Yudha saat mereka sudah sampai ke dalam pekarangan rumah.

Nara tercengang melihat rumah Yudha, rumahnya tidak terlalu besar tetapi, isi dalamnya sangat mewah. Menggambarkan bahwa Yudha adalah pemuda sukses.

"Yuk, gue tunjukkan kamar lu."

Nara berjalan mengikuti Yudha. Sebuah kamar yang letaknya dekat dengan dapur. Kamar yang disediakan khusus untuk pembantu. Kamar yang tidak buruk. Kamar ini berukuran dua kali tiga meter. Di dalamnya sudah ada tempat tidur single dan lemari pakaian kecil. Sangat cantik, berbeda jauh dari kamar Nara. 

Setelah menunjukkan kamar untuk Nara, Yudha masuk ke kamar ke dua di rumah ini. Dia mengambil seluruh pakaian adik perempuannya yang masih tertata rapi, berharap pakaian adiknya tiga tahun lalu masih muat untuk Nara pakai. Jika dilihat, badan Nara tidak sebesar badan adiknya.

Nara sangat senang diberi pakaian yang masih cantik itu. Senyum sumringah terpancar dari wajah polosnya.

Terima kasih, Pak. Saya belum pernah dapat baju bagus-bagus seperti ini.

Tulis Nara membuat Yudha tercengang. Semalang apa hidup Nara sehingga pakaian begini saja dibilangnya bagus? 

"Mandilah dan ganti pakaian kamu!" Yudha menyerahkan handuk untuk Nara. 

"Gue akan menemui mami doakan gue pulang hidup," ceplos Yudha. 

Maaf saya merepotkan bapak.

"Jangan panggil gue bapak! Tua amat gue dipanggil bapak. Panggil gue Mas Yudha!" 

Baik Mas Yudha. Terima kasih sudah mau menolong saya. 

"Gue pergi! Kalau Lu lapar, masak aja apa yang bisa Lu masak!" 

Yudha pergi menggunakan mobil yang tadi  dia harus menggunakan mobil miliknya untuk menemui mami. Sebelum ke tempat mami dia kembali menukar mobil ke rumah temanya.

"Gila Lu, Yud. Cari mati Lu!" ujar Soleh.

Namanya Soleh tetapi, orangnya tidak soleh. Judi online dan free *** adalah hobinya.

"Gue kasihan sama dia. Udahlah bisu. Dia anak baik-baik," bela Yudha.

"Terserah Lu! Semoga Lu selamat. Pulang nggak tinggal nama."

"Anjing, Lu!" carut Yudha.

Setelah kepergian Yudha, Nara melaksanakan Salat Dzuhur kebetulan ada mukenah di antara pakaian yang Yudha beri tadi dan waktu Dzuhur masih ada. Nara memohon keselamatan Yudha kepada Allah SWT.

Tidak henti-hentinya dia berzikir. Hanya itu yang dia lakukan untuk membantu Yudha yang begitu baik kepadanya.

"Mana mami?" tanya Yudha setelah dia sampai ke rumah mami dan anak-anaknya tinggal.

"Lagi di ruang makan," ujar salah seorang anak mami.

"Ada apa sayang?" sapa mami ramah. 

Mami sudah cukup mengenal Yudha. Karena Yudha dulunya pemuas nafsu mami sebelum jatuh ke tangan Tante Olivia.

"Nara kabur, Mi." Yudha memasang wajah panik.

"Jangan main-main kamu!" bentak mami.

"Beneran, Mi. Yudha keluar kamar sebentar mau beli makan. Pulang pulang dia sudah nggak ada. Kalau mami nggak percaya cek aja CCTV hotel!" 

"Mau cari mati namanya," ujar mami kesal.

Yudha duduk di sebelah mami. Tangannya mulai menempel di paha mami yang terpampang karena mami hanya menggunakan hotspant dan baju atasan kaos besar.

"Jangan marah, ya, Mi!" bisik mesra Yudha di telinga mami.

Yudha tahu kelemahan mami. Kalau sudah begini dia tidak akan marah-marah lagi.

"Saya rugi, kamu tau nggak?" jawab mami dengan nafas mulai sulit diatur.

"Gantinya, saya puasin mami selama satu bulan gratis." Yudha mengucapkan hal bodoh.

Setelah itu terucap, dia mengutuk dirinya, kenapa dia begitu berkorban demi Nara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!