BAB 2. PENANTIAN YANG TAK BERARTI

Sesaking shoknya, Satrio terlambat menyadari jika Arumi sudah tidak ada di tempatnya. Satrio pun kehilangan jejak Arumi. Arumi yang perasaannya hancur terus saja berlari. Ia terus melangkahkan kakinya tak tentu arah, tidak tahu arah yang akan dituju. Entah ke mana ia mencari tempat untuk menyembuhkan luka di hatinya. Dimana ia harus mencari tempat untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya.

Setelah Arumi merasa lelah. Arumi pun memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Arumi melihat sebuah taksi yang terparkir di pinggir jalan. Arumi membuka pintu dan langsung masuk begitu saja ke dalam taksi. Setelah duduk, Arumi langsung menonaktifkan handphonenya. Arumi menumpahkan air matanya kembali. Sang supir yang duduk di depan kemudi hendak menegur, Akan tetapi ia urungkan setelah mendengar suara tangisan Arumi. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali.

" Ayo Pak,kita ke kantor cabang yang satunya lagi. "

Ternyata yang baru masuk tadi ternyata seorang pria. Ia duduk di samping sang supir taksi. Pria itu pun memberi perintah selanjutnya kepada sang supir.

"Anu, itu pak. "

Sang supir taksi memberitahukan keberadaan Arumi kepada pria tersebut melalui dagunya. Pria itu pun langsung menengok ke belakang sesuai petunjuk sang supir.

"Maaf mbak, sepertinya Mbak salah naik taksi. taksi ini sudah ada penumpangnya. "

Pria itu pun menegur Arumi. Pasalnya pria itu adalah penumpang pertama, yang belum selesai memakai kendaraan serta jasa supir taksi tersebut. Pria itu meminta diantar ke berbagai tempat yang berbeda untuk keperluan pekerjaan. Baru dua tempat yang sudah ia kunjungi. Tersisa satu tempat lagi yang akan ia tuju.

" Tadi taksi ini kosong dan parkir di pinggir jalan. Aku kira taksi ini sedang cari penumpang. "

Sembari menyeka air matanya Arumi berucap. Ia menatap kedua pria yang duduk di bagian depan secara bergantian. Seorang pria paruh baya yang duduk di depan kemudi. Seorang pria muda yang tampan walaupun Arumi hanya melihatnya sekilas. karena, walaupun berada dalam satu mobil. Akan tetapi posisi mereka yang tidak pas. Sang pria yang hanya menengok sesekali sehingga Arumi tidak dapat secara detail melihat wajahnya. Walaupun Arumi hanya melihat wajahnya dari samping, Pria itu sudah terlihat tampan. Akan tetapi setampan apapun pria tersebut, tidak akan berpengaruh untuk Arumi yang sedang patah hati. Arumi membenci dan ingin rasanya jauh-jauh dari makhluk yang bernama laki-laki.

"Tadi saya hanya turun sebentar untuk urusan pekerjaan. Sekarang saya pun harus melanjutkan pekerjaan saya. Untuk itu, saya masih membutuhkan taksi ini jadi lebih baik Mbaknya mencari taksi lain. "

Sang pria masih bersikeras agar Arumi turun.

" Aku lebih butuh taksi ini. Aku akan ganti rugi. Aku akan bayar tiga kali lipat dari ongkos taksi yang sudah kamu keluarkan. Berapa Pak ongkos taksi yang sudah dia bayar? "

Arumi yang suasana hatinya sedang buruk tidak dapat mengendalikan emosinya. sang supir yang mendapatkan pertanyaan dari Arumi langsung memandang pria di sebelahnya.

" Menurut bapak, kakak yang tampan ini yang benar karena saya masih melayani penumpang saya.Akan tetapi saya juga tidak tega jika menyuruh mbaknya yang cantik ini untuk turun.Sepertinya Mbaknya sedang dalam masalah. "

Setelah melihat penampilan Arumi yang kacau. Mata sembab bahkan sesekali air matanya masih menetes. Membuat sang supir tidak tega untuk menyuruhnya turun. Pria di sebelahnya pun membenarkan dan sependapat dengan pak supir.

" Baik kalau begitu. Bapak antar saja Mbaknya ke mana mbaknya mau. Saya ucapkan terima kasih kepada bapak. Dan untuk mbaknya, sekedar saran dari saya. Mbaknya jangan terlalu larut dalam masalah dan jangan berbuat nekat yang dapat merugikan Mbaknya serta orang lain. Cukup saya saja yang dirugikan. "

Akhirnya pria itu pun mengalah dan keluar dari taksi tersebut.

" Mbaknya mau ke mana? Biar saya antar. "

Sang sopir pun bertanya arah tujuan yang akan dituju Arumi.

" Tolong antar saya ke bandara Pak. "

Hati Arumi pun melunak. Entahlah kenapa dengan pria tadi Arumi terbawa emosi. Sang sopir taksi pun langsung melajukan taksinya menuju bandara.

Beruntung untuk Arumi, setengah jam lagi Ia pun dapat kembali pulang ke Jakarta dengan armada pesawat. Arumi Memperhatikan sekeliling. Arumi takut Satrio mengejarnya sampai ke bandara. Untuk saat ini Arumi benar-benar tidak ingin bertemu dengan mantan calon suaminya. Sedangkan Satrio tidak dapat mengejar Arumi karena Satrio mendapat telepon dari asistennya. Satrio harus menyelesaikan pekerjaannya yang tidak dapat diwakilkan oleh asistennya.

"Assalamualaikum. "

Arumi mengucapkan salam. jam 06.00 tepat Arumi sampai di rumahnya.

" Waalaikumsalam. "

Retno menghampiri putrinya dan memeluknya. Retno menjawab salam dari Arumi. Retno meregangkan pelukannya bersama Arumi. Akhirnya Retno dapat melihat wajah Arumi dengan jelas.

"Eh eh, ini kenapa sama anak ibu. kok udah pulang? Mata kamu bengkak, kamu terlalu lama menangis. Satrio menyakiti kamu? Ayo jujur sama ibu. "

Setelah melihat kondisi Arumi. Retno memberondong dengan banyak pertanyaan.

"Aku udah pulang karena, tiba-tiba ada tugas dari dosen dan harus dikumpulkan hari ini juga. Aku menangis karena, aku belum puas ketemu sama Kak Satrio ibu. "

Arumi berbohong dan beralasan.

"Walah Ibu kira kenapa! Ibu tadi udah suudzon sama Kak Satrio. "

Retno merasa lega. Retno takut salah menilai anak angkatnya sekaligus calon suami Arumi. Menurut Retno Satrio adalah sosok anak yang baik.

" Ayah mana Bu? "

Arumi mencari keberadaan ayahnya yang tidak dilihatnya.

" Ayah ada di kamar, mau Ibu panggilkan atau kamu yang mau ke kamar Ayah. Lebih baik kamu bersih-bersih terlebih dahulu. istirahat, Setelah itu kita akan makan malam. "

Arumi baru saja ingin menghampiri meja makan. Pukul 07.00 malam adalah waktu di mana Arumi dan kedua orang tuanya akan menyantap makanan. Langkahnya terhenti karena Arumi mendengar obrolan kedua orang tuanya.

"Ayah, akhirnya waktu yang kita tunggu-tunggu datang juga. "

"Masih lama Ibu, masih Satu tahun lagi. "

"Ayah, kita sudah menunggu momen ini dari sejak Arumi lahir. 1 tahun lagi Arumi akan menyelesaikan kuliahnya. Setelah itu, kita akan langsung mengadakan pesta pernikahan untuk Arumi dan Satrio. "

"Benar kata ibu, akhirnya Penantian ini akan berakhir. "

"Ayah, kita tidak salah pilih kan? "

" Tentu tidak Bu. Kita sudah mengenal Satrio dari kecil. Ayah yakin Satrio adalah pria yang tepat untuk Arumi. "

" Kalau Arumi disakiti oleh Satrio. Bukan hanya Arumi yang akan hancur, akan tetapi ibu juga akan ikut hancur. "

"Bukan cuma Ibu saja yang akan hancur, Ayah juga akan hancur. Akan tetapi ayah yakin Satrio adalah anak yang baik. "

Arumi yang akan berterus terang dan akan memutuskan tali perjodohannya tersebut ia urungkan. Arumi tidak tega melihat kedua orang tuanya bersedih, jika mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Satrio. Cukup hanya dirinya saja yang merasakan kehancuran.

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!